Kehebohan kedatangan Raja Arab Saudi,
Salman bin Abdulaziz Al Saud, yang mengunjungi Indonesia mulai hari ini,
1 Maret 2017 benar-benar menyita perhatian publik di Tanah Air.
Pasalnya, jumlah yang menyertai beliau tidak tanggung-tanggung, mencapai
1.500 orang, termasuk para pangeran, menteri, dan pejabat kerajaan.
Ini benar-benar langka. Belum pernah dilakukan oleh kepala negara mana
pun.
Berbagai fasilitas, peralatan, dan
keperluan beliau pun sebagian dibawa langsung dari Arab Saudi. Tentu
bukan karena tak percaya atau tak mau merepotkan Indonesia. Mungkin
beliau menunjukkan rasa bangga dan nyamannya memakai barang yang biasa
dipakai dan dirawat sendiri. Bukan cuma pesawat penumpang, pesawat
kargo, atau mobill Mercy tipe S600, produk Jerman dengan andalan three pointed star sebagai mobil mewah dengan tingkat perlindungan tinggi, tetapi juga tangga berjalan turut didatangkan dari Arab Saudi..
Itulah sebabnya pemberitaan beliau dalam
beberapa hari ini telah menjadi fokus media. Media seolah berlomba
memberikan informasi kepada publik tentang apa saja yang terkait dengan
kedatangan beliau. Tujuannya, tentu saja, agar seluruh rakyat tahu, lalu
menyambut beliau secara terhormat dan memaknai misi kedatangannya bagi
kepentingan bangsa dan negara.
Pemerintah sendiri terus memantapkan
persiapan penyambutan sesempurna mungkin untuk menjamin keamanan dan
kelancaran kegiatan. Terlebih kenyamanan di mana pun beliau dan
rombongannya pergi. Jangan sampai para “pengantin” yang selalu
bercita-cita menghabisi hidup orang lain atau hidupnya sendiri guna
mendapatkan bidadari cantik di surga memanfaatkan kesempatan tersebut
untuk beraksi.
Agenda Kunjungan
Secara umum, agenda kegiatan beliau di
Indonesia adalah kunjungan kenegaraan sebagai balasan kunjungan Presiden
Jokowi sebelumnya, dilanjutkan dengan liburannya di Bali selama
beberapa hari. Pada kunjungan kenegaraan, poin yang kerap disinggung
media antara lain berbagai hal yang terkait dengan ibadah haji dan
realisasi rencana investasi pada kilang minyak di Cilacap, Jawa Tengah,
sebagai bagian kerja sama ekonomi dengan Indonesia. Juga investasi lain
di bidang pariwisata dan portofolio, maupun peningkatan perdagangan
antar kedua negara.
Tentang perdagangan, ada penulis yang mengusulkan pengembangan model selain G to G, juga B to B (Bussines to business), G to B (Government to Business) dan sebaliknya, serta G to C (Government to Cosummers)
lewat aplikasi e-Government, atau lainnya lagi. Publik tentu berhadap
agar usul-usul tersebut turut dipertimbangkan oleh pemerintah ketika
melakukan perundingan dengan pemerintahan Raja Salman.
Pertanyaannya, apakah hanya hal-hal yang
tersurat itu yang perlu diupayakan pada kedatangan Raja Salman? Tentu
saja tidak. Masih banyak yang bisa diagendakan, termasuk rakyat yang
sama sekali tak berkesempatan bertemu dengan Raja Salman. Hanya saja
media belum memberi porsi yang cukup untuk menggali dan membahasnya.
Antara lain yang perlu bagi rakyat, adalah
menarik makna yang tak tersurat dari kunjungan beliau. Ini dapat
diperoleh dengan menyibak tabir rahasia di balik liburannya di Bali
sebelum melanjutkan perjalanan ke Malaysia, Jepang dan Tiongkok.
Hal tersebut dapat dianalogikan dengan tujuan kegiatan pembelajaran yang sangat familiar di kalangan guru, yaitu instructional effect dan nurturant effect.
Instructional effect merupakan
tujuan yang ingin dicapai guru dan siswa melalaui kegiatan pembelajaran.
Tujuan ini sudah dirancang sebelumnya oleh guru. Biasanya dirumuskan
dalam bentuk target-target pengetahuan dan ketrampilan yang dapat
diperoleh siswa usai proses pembelajaran. Tujuan ini tidak otomatis
tercapai. Sangat ditentukan oleh banyak faktor, termasuk kesungguhan dan
komitmen kedua belah pihak.
Hal yang mirip dapat ditemukan
pada kunjungan Raja Salman. Namun, perlu segera dicatat bahwa hubungan
Raja Salman dan Indonesia tidak sama dengan guru-murid, Fokusnya di sini
adalah kedua belah pihak memiliki target-target yang diupayakan
dicapai, dan pencapaiannya tergantung pada komitmen masing-masing dalam
melaksanakan hal-hal yang telah disepakati.
Nurturant effect tidak demikian. Tujuan ini tidak selalu dirumuskan oleh guru, namun maknanya tak kalah penting dibanding dengan instructional effect. Peran guru di sini lebih bersifat pemodelan, pemberian contoh dengan berbagai wujud penampilannya.
Contohnya, guru yang selalu datang tepat
waktu, berpakaian rapi, selalu berkata lembah lembut, terbuka,
mengakomodasi perbedaan pendapat, menerima dan mengakui keberagaman
siswa berdasarkan latar belakang apa pun, tegas dalam menegakkan
disiplin sekolah, tidak pilih kasih, dan sebagainya.
Kendati tidak dikatakan, tujuan yang
terselip di balik penampilan tersebut ialah mengajar pada siswa agar
melakukan hal yang sama dalam hidupnya. Guru seperti ini biasanya sangat
berkesan bagi siswa, kerap jadi idola, dan ditiru tanpa disuruh.
Perlu digali dan Ditiru
Kedatangan Raja Salman pun begitu. Banyak nurturant effects dan side effect-nya
yang dapat digali dan ditiru. Beliau pasti tidak sekedar basa basi
membalas kunjungan Presiden Jokowi. Kedatangannya bersama sejumlah besar
orang-orang penting di negaranya menunjukkan kesungguhannya membangun
hubungan baik, lebih erat, kokoh antar Arab Saudi dan Indonesia, yang
selama puluhan tahun sempat berfluktuasi.
Pilihannya berlibur di Bali, kemudian ke
Jepang dan Tiongkok, sekaligus menunjukkan sikap dasar beliau dalam
memandang negara lain yang non Muslim. Bagi beliau, orang Bali,
Tiongkok, dan Jepang memang beda keyakinan dengannya, bukan penganut
Islam. Tetapi mereka adalah sesama manusia, kawan, sahabat, yang dapat
dan perlu diajak bekerja sama dalam membangun kehidupan.
Pandangan tersebut tentu sekaligus
menunjukkan bagaimana beliau mengimplementasikan iman Islam anutannya.
Beliau tengah mengajar kita bahwa berkawan, bersahabat, bersekutu, atau
bekerja sama dengan siapa pun yang beda gama, yang di negara kita kerap
disebut sebagai kafir, adalah benar, wajar, dan bukan tabu.
Pandangan Islam yang demikian memang bukan
baru bagi Arab Saudi. Hal ini dapat dibuktikan dengan perkawanan Arab
Saudi dengan dunia Barat dan Amerika cukup lama dalam rupa-rupa hubungan
kerja sama. Pada suatu kesempatan, Barack Obama, pernah menyebut
persahabatan kedua negara sebagai luar biasa langgeng sejak pemerintahan
Presiden Franklin Roosevelt, lebih dari 70 tahun yang lalu.
Mungkin juga masih segar dalam ingatan
kita bagaimana keakraban beberapa negara barat, Amerika dan Arab dalam
perang Teluk,1990-1991 yang dipicu oleh invasi Iraq ke Kuwait, kemudian
menyeret negara-negara Arab untuk bersekutu melawan Iraq di bawah
pimpinan Amerika. Saat ini, persahabatan itu diteruskan dalam memerangi
ISIS, teroris, dan kelompok-kelompok radikal lain, yang juga menjadi
salah satu misinya ke Indonesia.
Dengan model tersebut Arab Saudi yang nota
bene adalah Negara Islam, secara tidak langsung mengajar bangsa kita
bagaimana menghayati dan mengaplikasikan iman Islam dalam hidup bersama
kafir. Membangun kehidupan bersama tidak dibatasi atau dilarang oleh
iman Islam. Sebab, keyakinan mustahil rusak, najis, nista karena
bersahabat dengan kafir.
Yang merusak keyakinan adalah perbuatan sendiri dengan meninggikan diri dan merendahkan yang lain. Orang bijak bilang, “Engkau tercemar bukan karena sesuatu yang datang dari luar, tetapi karena sesuatu atau banyak hal yang keluar dari dirimu sendiri: kata-katamu yang jorok, tidak sopan, sikap dengki, iri hati, egois, mau menang sendiri, merasa benar sendiri, dan seterusnya, dan sebagainya.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar