Sesuatu hal yang salah dianggap benar, dan sesuatu hal yang benar dianggap salah. Hal itu merupakan teori terbalik.
Habib Novel Bamukmin misalnya, ia mengecam
tindakan Pemprov DKI Jakarta yang telah mencopot spanduk provokatif
terkait larangan mensholatkan jenazah bagi orang Islam pendukung
pasangan Cagub-Cawagub Basuki Tjahya Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful
Hidayat.
Habib Novel Bamukmin menganggap salah
langkah Pemprov yang telah mencopot sebanyak ratusan spanduk provokatif
itu. Habib Novel beralasan pemasangan spanduk larangan mensholatkan
jenazah bagi muslim pendukung Ahok dan Djarot merupakan bagian dari
syiar agama.
Novel Bamukmin mengatakan spanduk
pelarangan menyalatkan jenazah pendukung Ahok berlandaskan beberapa
surat dalam Al Quran. Novel mengatakan intinya surat itu menyebutkan
haram apabila golongan kafir memimpin DKI Jakarta.
Novel mengatakan penerapan larangan
pemimpin kafir hanya berlaku di wilayah mayoritas Islam. Di wilayah
minoritas Islam, partai dapat mendukung calon non-muslim.
“Umat Islam menjadi mayoritas di Jakarta,
berbeda dengan di Bali, Papua, dan Maluku,” kata Novel yang pernah
menjabat Sekretaris Jenderal Front Pembela Islam Indonesia (FPI).
Novel menepis kabar spanduk yang dipasang
di masjid merupakan pesanan pihak tertentu terkait Pilkada DKI. Dia
berkata, pemasangan spanduk sebagai kelanjutan aksi penolakan terhadap
Ahok dalam demonstrasi 4 November dan 2 Desember 2016.
“Ini kan ada awalnya di aksi 411, 212. Ada masalah penistaan. Umat merasa perlu peringatkan umat lainnya,” ucapnya.
Padahal faktanya mereka bukan lagi
menegakkan perintah ajaran Islam, tetapi sebagai pendukung militian
Cagub-Cawagub Anies Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno. Aksi mereka
murni politik, bukan bela Islam yang seperti selama ini mereka
gembar-gemborkan.
http://m.cnnindonesia.com/nasional/20170315154034-20-200336/novel-bamukmin-cs-kecam-pencopotan-spanduk-provokatif/
Mabes Polri : Spanduk Larangan Mensholatkan Jenazah ada unsur Pidananya
Sementara itu Mabes Polri mengkategorikan
pemasang spanduk larangan menyalatkan jenazah pendukung Ahok sebagai
bentuk pidana ujaran kebencian (hate speech).
Tindak pidana ujaran kebencian merupakan
produk hukum dari Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang
Penanganan Ujaran Kebencian.
Polisi saat ini tengah menyelidiki pihak yang bertanggungjawab dalam pemasangan spanduk provokatif tersebut.
Polisi secepatnya harus mengungkap
dalang-dalang dibalik pemasangan spanduk provokatif itu. Karena
nyata-nyata isi spanduk itu berisi tentang ujaran kebencian. Siapapun
pelakunya harus ditangkap dan dihukum dengan seberat-beratnya.
Ulah mereka sudah diluar batas kewajaran
akal sehat manusia. Bagaimana mungkin seseorang yang sudah meninggal
ikut disalahkan dan diancam. Sungguh itu bukan merupakan ajaran Islam
yang benar.
Tanggapan Cawagub Djarot Saiful Hidayat
Sementara itu calon wakil Gubernur DKI
Jakarta Djarot Saiful Hidayat dalam berbagai kesempatan mengimbau agar
masyarakat tidak terpancing dengan spanduk provokatif.
“Kami minta pak RT, RW, tokoh masyarakat
di sini, mari kita ciptakan Jakarta yang sejuk dan damai. Kalau ada
spanduk provokatif, jangan terpancing, lapor saja ke polisi ya,” kata
Djarot saat blusukan di Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu.
Disakiti sekalipun Djarot tak mau marah, ia menanggapi dengan sikap yang lebih bijaksana.
Tanggapan Menag Lukman Hakim
Menanggapi polemik munculnya spanduk yang
berisi penolakan mensalatkan jenazah pembela ‘Ahok’ dan adanya jenazah
warga yang mengalami kejadian tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin angkat bicara.
Ia mengimbau agar masyarakat beragama islam untuk tetap mensalatkan orang yang telah meninggal dunia.
Menurutnya, mengurus jenazah sejak pemandian hingga proses pemakaman merupakan fardhu kifayah.
“Sebaiknya (disalatkan ya), itu kan
kewajiban fardhu kifayah mensalati jenazah, memandikan jenazah, mengurus
jenazah, itu fardhu kifayah,” ujar Lukman, saat ditemui di Masjid
Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2017).
Lukman pun menegaskan, jika satupun
masyarakat sekitar lokasi jenazah tersebut di salatkan tidak melakukan
salat jenazah, maka mereka berdosa.
“Kalau tidak ada satupun muslim yang
melakukan (mensalatkan jenazah) itu di sebuah kampung, di sebuah
wilayah, di sebuah daerah, maka semua orang yang ada di wilayah atau di
kampung itu berdosa semua,” tegas Lukman.
Ia mengatakan, seseorang yang telah meninggal dunia tidak akan mendapatkan dosa jika tidak disalatkan.
Yang berdosa adalah bagi mereka yang masih hidup namun secara sengaja tidak mensalatkan.
“Jenazahnya sih tidak berdosa, tapi orang yang masih hidup (yang berdosa),” kata Lukman.
Lukman menilai jika hal tersebut tidak
dilakukan, maka secara keseluruhan warga sekitar lokasi jenazah
seharusnya disalatkan akan berdosa.
“Kalau tidak ada yang melakukan itu, maka semua orang secara kolektif akan berdosa,” kata Lukman.
Oleh karena itu, Lukman menyarankan agar
masyarakat tetap mensalatkan jenazah tetangga maupun kerabat mereka,
apapun permasalahannya.
“Karena sifatnya fardhu kifayah, sebaiknya ada yang mengerjakan itu, agar secara kolektif kita tidak berdosa,” tandas Lukman.
Perlu diketahui, hukum fardhu kifayah
dalam islam adalah sebuah aktifitaa yang wajib dilakukan, namun bila
sudah dilakukan oleh muslim yang lain, maka kewajiban ini gugur.
Adapun aktifitas yang tergolong dalam fardhu kifayah, satu diantaranya yakni mensalatkan jenazah.
http://m.tribunnews.com/nasional/2017/03/10/menteri-agama-berdosa-mereka-yang-masih-hidup-namun-sengaja-tidak-mensalatkan-jenazah
0 komentar:
Posting Komentar