Transparency International merilis corruption perceptions index 2016.
Indonesia berada pada peringkat 90 negara di dunia sebagai negara
terkorup. Jika dibandingkan dengan negara tetangga kita, Malaysia berada
pada peringkat 55 dunia, sedangkan Singapura berada sangat jauh diatas
Indonesia yaitu peringkat ke-7 dunia.
Praktek
korupsi yang terjadi di negara kita ibarat penyakit kanker stadium 4,
sudah sepantasnya Presiden Joko Widodo sangat ingin memberantas semua
praktek korupsi hingga keakar-akarnya. Langkah nyata terlihat dengan
dibentuknya tim Saber Pungli, disamping tanggung jawab aparat penegak
hukum lainnya seperti KPK, Kejaksaan Agung dan POLRI.
Berdasarkan hasil survey terbaru yang dirilis Transparency International, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi lembaga terkorup di Indonesia. Bahkan
kasus korupsi terbaru dan terhangat yang jadi berita nasional kita
menyeret beberapa nama politisi senayan yang diduga turut terlibat dalam
mega korupsi e-KTP, hal ini semakin memperkuat image
bahwa lembaga legislatif Indonesia sarat akan masalah korupsi. Tidak
dipungkiri juga lembaga-lembaga lain di Indonesia juga banyak mengalami
kasus korupsi, hanya perhatian masyarakat lebih besar tertuju pada
lembaga legislatif. Hal ini karena masyarakat menilai anggota dewan di
DPR memiliki kinerja yang buruk.
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Korupsi
yang terjadi di negara Indonesia memberikan dampak yang sungguh
menyedihkan bagi bangsa Indonesia, terutama korupsi politis. Korupsi
politis berarti kebijaksanaan pemerintah ( baik lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif ) sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas.
Wakil
Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyebutkan swasta menempati peringkat
tertinggi sebagai pelaku korupsi. Adanya Perma Pidana Korporasi justru
memberikan kepastian hukum bagi korporasi ataupun aparat penegak hukum.
Laode mengatakan Perma Pidana Korporasi hanya mengatur tata cara
penanganan perkara. Karena itu, hal ini menjadi pegangan bagi penegak
hukum.
“Kalau
lihat kasus KPK, paling banyak 156 swasta. Mereka peringkat tertinggi
pelaku korupsi berdasarkan data penanganan perkara tahun 2004 sampai
2016,” ujar Laode dalam seminar nasional ‘Corporate Criminal Liability
Implementasi Perma No 13 Tahun 2016’ di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta
Utara, Selasa (21/3/2017).
Sudah
71 tahun Indonesia merdeka, tetapi pembangunan infrastruktur tidak
merata, ketimpangan sosial rakyat Indonesia yang sangat besar,
kemakmuran/kesejahteraan bangsa Indonesia yang tidak sepadan dengan
kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah. Tidak bisa kita pungkiri hal
ini karena salah satu penyebabnya karena besar dan banyaknya praktek
korupsi yang terjadi di pemerintahan, koorporasi maupun perorangan.
Sudah
saatnya sekarang kita sebagai rakyat Indonesia bersatu padu mendukung
institusi yang bekerja memberantas korupsi seperti KPK, kita harus
mendukung kebijakan pemerintah dalam peraturan atau perundang undangan
yang memperkuat hukum korupsi, kita harus berani melawan jika pemerintah
maupun anggota DPR yang ingin merevisi untuk melemahkan kewenangan
institusi pemberantasan korupsi tersebut.
“Kita
harapkan ada keberanian melaporkan, jika dalam lingkungan kerja ada yang
tidak wajar, ada yang menyimpang, dan beraroma korupsi. Lihat, lawan,
dan laporkan,” kata Basaria dalam Ceramah Umum Komisioner KPK yang
dirangkaikan dengan agenda Saya Perempuan Antikorupsi di Makassar,
Sulawesi Selatan.
Ia
mengatakan, meskipun KPK hanya menangani kasus-kasus besar, saat ini
sudah ada tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) yang menangani
laporan-laporan kecil. Lebih lanjut dijelaskannya, cara yang paling
efektif dan efisien dalam memberantas korupsi adalah pelibatan
masyarakat dan peran pertama dalam pendidikan anak-anak di rumah yaitu
menanamkan kejujuran pada anak-anak.
Seluruh
elemen masyarakat dapat melihat pemerintahan Jokowi-JK yang sangat
gencar-gencarnya memerangi korupsi di tingkat pusat maupun daerah. Patut
kita apresiasi usaha-usaha pemberantasan korupsi pemerintahan saat ini.
Kepala daerah ataupun tokoh-tokoh anti korupsi semakin banyak
bermunculan dan berani bersuara lantang melawan tindakan korupsi seperti
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan
Djarot syaiful Hidayat, Walikota Bandung Ridwan Kamil, Walikota Surabaya
Tri Rismaharini, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, dan banyak lagi
lainnya yang akan terus bermunculan menunjukan jati diri mereka. Mereka
semua akan bekerja setulus hati untuk bangsa dan negara Indonesia.
Indeks persepsi korupsi yang dirilis Transparency International menunjukan
Indonesia berada dijalur yang lebih baik. Dalam 4 tahun terakhir,
indeks persepsi korupsi untuk Indonesia selalu naik. Tahun 2013 indeks
menunjukan diangka 32, tahun 2014 diangka 34, tahun 2015 berada diangka
36, dan di tahun 2016 angka indeks untuk Indonesia adalah 37. Semoga
pemerintah pusat dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan semua
kepala pemerintahan daerah di seluruh Indonesia maupun instansi
pemberantasan korupsi selalu bekerja semaksimalnya dan peran serta
seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan Indonesia bebas korupsi,
menuju Indonesia yang bermartabat, modern, maju, makmur, dan sejahtera
berdasarkan Pancasila.
Demikian adanya…
0 komentar:
Posting Komentar