Jakarta – Sejumlah elemen
organisasi berencana menggelar aksi demonstrasi (Aksi 313) di Jakarta
pada Jumat (31/3). Aksi tersebut bertujuan untuk mendesak Presiden Joko
Widodo (Jokowi) memberhentikan sementara Gubernur DKI Jakarta nonaktif,
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Kalau saya jadi Kapolri saya imbau akan saya larang. Sayang uang,
waktu,” kata Ketua Nurcholish Madjid Society, M Wahyuni Nafis dalam
diskusi bertema Makin Ketat di Putaran Kedua: Kok Masih Main SARA?, di
Jakarta, Rabu (29/3).
Menurutnya, Aksi 313 termasuk kegiatan serupa yang berlangsung pada 4
November 2016 (Aksi 411) maupun 2 Desember 2016 (212) tetap bernuansa
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) DKI. “Bagaimana kalau
Ahok di pengadilan menang, lalu terpilih juga? Demo-demo besar mau jadi
apa itu?” tukasnya.
Ia mengingatkan bahwa berkerumun cenderung memudahkan orang diarahkan
pada hal-hal buruk. “Karena begitu mudahnya, kalau itu tidak
diperlukan, maka lebih baik dihindari,” tegasnya.
Ia menyatakan, aksi-aksi unjuk rasa berpeluang menjadi kebiasaan.
“Jika aksi-aksi semacam 212 hingga 313 berlanjut, jadi satu kebiasaan
atau tradisi pengerahan kekuatan,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Amin Mudzakir mengatakan, dirinya mendengar informasi
bahwa tokoh Front Pembela Islam (FPI) tak akan mengikut Aksi 313. “Nanti
yang turun dari tokoh-tokoh FUI (Forum Umat Islam). Ini jelas berkaitan
dengan kepentingan pragmatis,” kata Amin.
Ia mencontohkan, kelompok yang menggunakan isu agama dalam Pilgub DKI
tidak sungguh serius. “Ini politis berkaitan kepentingan-kepentingan
jangka pendek saja,” ucapnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi
Sanit berharap agar pihak kepolisian dapat mengantisipasi kehadiran
massa di Jakarta. “Kalau kita lihat dari aksi 411, 212 enggak bekerja itu ya (polisi). (masyarakat) daerah-daerah tembus ke Jakarta,” katanya.
0 komentar:
Posting Komentar