Cari Blog Ini

Sabtu, 24 Juni 2017

Terimakasih Ahok, Berkatmu HTI Sekarang Tumbang


Setiap kejadian pasti ada hikmah terbesar. Kekalahan Ahok mungkin belum bisa diterima sebagian kalangan, bukan karena ia tidak bisa melanjutkan tugasnya memimpin Jakarta, tapi karena munculnya ormas radikal yang mencoba merongrong kebhinnekaan. Berbeda dengan pertarungan Pilpres antara Jokowi dan Prabowo beberapa tahun lalu, yang hanya bertanding merebut suara, tapi pertempuran Ahok-Anies lebih pada pertarungan antara kelompok Islam radikal dan moderat. Saat Ahok dinyatakan kalah, terus terang saya merasa kecewa. Hal yang menunjukkan politisasi agama sukses di Indonesia, persis seperti saat Pakistan memisahkan diri dari India. Saya menduga setelah Pilkada Jakarta ormas-ormas tersebut semakin lebih berani muncul ke permukaan, yang tentu didomplengi oleh ustadz-ustadz tenar.
 
Dan benar saja, ormas radikal yang biasanya hanya berani di pinggir jalan semakin berani merebut masjid dan mimbar. Demo-demo yang memuakkan pun tak kunjung henti. Cara-cara yang mereka lakukan memang busuk, menganggap dirinya korban. Mereka yang berbuat, lalu menunduh pemerintah atau ormas lain melakukan kedzoliman. Dzolim kepada ulama dan umat Islam katanya. Ayat-ayat Quran dan hadist pun dicatut kemudian diplintir untuk mendukung gerakan mereka.
Tak hanya FPI, HTI pun yang biasanya hanya berani menyebarkan pemahaman dari kampus ke kampus semakin berani ‘show-up‘. Sesaat setelah pilkada usai, mereka langsung mendeklarasikan diri dengan mengadakan konferensi pada April lalu. Mereka merasa mendapat angin segar dan menganggap pemerintah tak akan berkutik akan keberadaannya. Maka tak heran konferensi tersebut langsung dibubarkan Banser. Banser perpendapat, mumpung masih embrio, masih organisasi kecil maka harus sedini mungkin dicegah.
HTI tak kehilangan akal. Sama seperti FPI, organisasi yang gencar memproklamirkan khilafah ini lalu menuduh Banser melakukan kedzoliman. Mereka memposisikan diri sebagai korban. Di berbagai media milik wahabi dan kelompoknya, Banser seolah-olah melakukan kejahatan besar. Banser dianggap memusuhi sesama Muslim dan lebih mendukung orang ‘kafir’. Statemen ‘Bilang Islam, tapi memusuhi Islam’ dijadikan senjata andalan. Maka tak heran ketika seseorang kemudian membuat status di media sosial yang mempersoalkan keberadaan HTI, FPI, dan kelompok radikal lain maka mereka akan berkomentar dengan statement tersebut. Saya sendiri sangat gerah dengan tingkah laku mereka karena sering sekali mendapat komentar dengan nada yang sama. Cara yang paling jitu memang untuk mengajak orang lain memusuhi orang atau golongan yang bersebrangan dengan pemahamannya.
 
Maka ketika Menko Polhukam menyatakan membubarkan HTI, sungguh saya lega sekali. Banser memang benar, mumpung masih embrio, harus ditumpas. Jika dibiarkan bukan mustahil HTI mendominasi seperti halnya yang terjadi di Pakistan. Sejarah mencatat, pidato Muhammad Iqbal atau yang dikenal dengan Allama Iqbal dan pidato Ali Jinnah sukses membuat masyarakat India terpecah. Jinnah yang sebelumnya mendapat julukan duta persatuan Hindu-Muslim saat penjajahan Inggris di India, kemudian malah menuntut berdirinya negara terpisah bagi Muslim. Pemikiran Iqbal dan Jinnah menjadikan jurang permusuhan antara Hindu dan Muslim semakin bertambah lebar. Bunuh-membunuh atas nama agamapun tak dapat dihindari. Tahun 15 Agustus 1945, negara baru kemudian muncul, dan memproklamirkan diri menjadi negara Islam Pakistan.
Apakah Pakistan kemudian maju? Tidak. Negara ini kalah jauh dibanding saudara kembarnya, India. Kelompok radikal semakin merebak, praktik sodomi yang terlarang juga semakin menjamur. Lihat tulisan saya tentang pedofil dan sodomi di : https://seword.com/umum/biadab-pedofil-dan-sodomi-sudah-jadi-budaya-di-beberapa-negara-islam-ini/. Ya, perpecahan memang tak akan pernah membuat kemajuan, yang tersisa hanya kemunduran dan keterbelakangan.
Kita tentu tak mau Indonesia bernasib sama dengan Pakistan. Mumpung belum ada tokoh seberani Iqbal dan Jinnah yang berpengaruh di masyarakat, maka cita-cita mendirikan negara Islam dan khilafah harus dimusnahkan. Tindakan pemerintah Jokowi ini cukup berani. HTI berdiri di Indonesia sejak tahun 1980 an, tapi tidak ada satupun pemimpin yang berusaha memberangus kelompok ini. HTI mungkin akan melakukan taktik yang sama, menjadikan dirinya sebagai korban. Mereka akan berkoar-koar rezim Jokowi memusuhi Islam, Jokowi harus diturunkan, dan bla..bla.. Maka sebagai masyarakat yang tidak menginginkan perpecahan sudah selayaknya kita mendukung pemerintah dan mengkampanyekan khilafah Islam memang terlarang.
 
Terakhir, saya berterimakasih pada Ahok, karena adanya pilkada yang alot dan panas beberapa waktu lalu, ormas HTI berhasil ditumbangkan. Kita juga tahu pemikiran ustadz tenar di TV ternyata lebih condong pada organisasi terlarang sehingga harus ditinggalkan. Akan lain ceritanya jika Ahok tidak mencalonkan diri atau tidak dikriminalisasi. Mungkin HTI tanpa kita sadari semakin besar seperti gelindingan bola salju yang tak bisa kita cegah. Semoga bubarnya HTI menjadikan Indonesia semakin bersatu dibawah ideologi Pancasila dalam bingkai warna-warni suku, agama, dan budaya. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar