Foto ilustrasi Jokowi dan permainan catur
Perhelatan akbar pilpres 2019 segera digelar. Seperti biasa, sebelum agenda besar itu berlangsung, banyak isu bermunculan terkait politik SARA dan Sektarian. Salah satunya isu PKI yang sebelumnya pernah digaungkan untuk menghajar karakter Jokowi pada pilpres 2014 lalu.
Jokowi tipekal presiden pekerja keras, lewat tangan dinginnya berbagai gebrakan telah ia lakukan. Hal yang paling menonjol adalah pembangunan dibidang infrastruktur. Dengan dibantu TNI, usaha Jokowi membangun jalan Trans Papua membuahkan hasil. Hal ini diwujudkan dengan tujuan untuk pemerataan ekonomi di wilayah tersebut, mengingat selama ini harga bahan-bahan kebutuhan pokok di Papua jauh lebih mahal dibanding wilayah lainnya.
Lewat prestasi yang ia torehkan, tak sedikit yang memuji Jokowi, bahkan badan-badan dunia juga mengakui hal itu. Semakin melambungnya nama Jokowi dikancah internasional, membuat musuh-musuhnya geram. Jelas, jika melawan Jokowi dengan mengkritisi hasil kinerjanya mereka tak akan mampu melemahkan Jokowi. Sehingga cara yang paling efektif adalah menggunakan politik SARA dan Sektarian.
Mereka menganggap, isu komunis yang dimunculkan kembali dengan tuduhan Jokowi sebagai anak seorang komunis mampu membelenggu Jokowi, meski dalam kenyataannya tak ada bukti-bukti mengenai hal ini. Tak hanya itu, kekonyolan mereka berlanjut dengan menuduh Jokowi sebagai keturunan Cina. Sebagaimana kita tahu, isu minoritas sangat efektif untuk dimainkan.
Jokowi cukup geram dengan hal ini, untuk mementahkan statement lawan-lawannya, ia bertindak lebih keras. Jokowi tidak main-main, bahkan baru-baru ini ia mengungkap akan menindak tegas setiap gerakan yang berbau komunis.
“PKI, kalau nongol, gebuk saja. Tap MPR sudah jelas (melarang PKI),” ujar Jokowi.
Jika tidak berhasil menghajar Jokowi secara kinerja, cara lain adalah menghajar karakternya. Hal yang sama dengan yang dialami oleh Ahok.
Lebih lanjut, kasus yang menimpa Ahok hingga berujung penjara 2 tahun dianggap syarat akan kepentingan politik yang berkaitan dengan pilpres 2019 mendatang. Banyak yang beranggapan, Ahok hanyalah peluru untuk membidik Jokowi. Berbagai statement dibangun untuk mendeskreditkan Jokowi dan bahkan aksi turun jalan dilakukan guna menggulingkannya dari kursi presiden.
Meski tidak terlihat secara terang benderang, tanda-tanda genderang pilpres 2019 sudah mulai ditabuh. Sama seperti sebelumnya, akan ada dua koalisi besar yang akan bertarung. Jika Anies adalah bagian dari Prabowo, begitu pula dengan Jokowi, yang sering dikait-kaitkan dengan Ahok. Sehingga pilpres 2019 nanti, dipastikan akan mirip-mirip dengan pilpres 2014 lalu. Jokowi dengan PDIP dan pasangan koalisinya, Prabowo dengan Gerindra dan pasangan koalisinya.
Mereka berharap Jokowi bereaksi keras terhadap kasus hukum yang dialami Ahok. Namun sayang, harapan mereka tidak membuahkan hasil, Jokowi hanya pasrah pada hukum yang berlaku dan netral terhadap kasus tersebut. Jokowi cukup paham dengan hal ini, Jika ia bersuara dan terkesan membela Ahok, justru akan menjadi bomerang bagi dirinya.
Lawan-lawannya akan menyerang secara membabi buta karena dianggap memihak kepada Ahok. Dan hal ini pula yang membuat geram para pendukung Ahok, mengingat Jokowi yang terkesan cuek bebek pada kasus tersebut. Namun begitulah Jokowi, bagiku dia masih sama seperti dulu, ahli dalam strategi politik.
Dengan mendekamnya Ahok dipenjara, menjadi langkah awal bagi Jokowi untuk menggebuk lawan-lawannya. Sebagaimana kita tahu, ormas-ormas radikal cukup inten dalam menggerakkan massa untuk menumbangkan Ahok. Dan FPI cukup bertanggungjawab akan hal ini.
Seperti permainan catur, sebelum membidik rajanya, hal yang pertama dilakukan adalah menumbangkan pion-pionnya. Salah satunya adalah HTI. HTI dianggap sebagai organisasi yang bertentangan dengan Pancasila, sehingga layak untuk dibubarkan. Meski masih dalam proses pembubaran, nasib HTI sudah berada diujung tanduk, mengingat hampir seluruh elemen masyarakat dan para tokoh agama menentang keras keberadaan ormas tersebut.
Jika HTI mati, maka langkah berikutnya adalah membidik FPI. Sebenarnya bukan FPI nya yang kuat, tapi orang-orang dibelakang FPI yang membuatnya kuat. Sebagaimana kita tahu, dalam kasus makar yang dilakukan sejumlah tokoh terungkap darimana saja dana itu berasal.
FPI adalah ormas yang digerakkan oleh orang-orang yang berkepentingan pada pilpres 2019 mendatang. Dan orang-orang tersebut selama ini kontra terhadap Jokowi. Bagi mereka Jokowi adalah lawan terkuat saat ini, sebab itulah alasannya kenapa Jokowi harus ditumbangkan.
Lebih jauh lagi, sejumlah kasus yang menyeret nama Rizieq Shihab harus segera diungkap. Bagi Jokowi itu adalah jalan satu-satunya untuk membungkam ormas radikal sekaligus menghadang langkah musuh-musuhnya yang selama ini memanfaatkan peran Rizieq Shihab.
Dengan terbuktinya Rizieq sebagai tersangka dalam setiap kasus yang menjeratnya, akan menjadi pembelajaran bagi publik. Publik akan semakin paham, jika yang dilakukan Rizieq beserta antek-anteknya selama ini bukan untuk bela Islam, melainkan hanya untuk kepentingan politik semata. Sehingga, jika kepercayaan publik yang selama ini berhasil dibangun lewat aksi-aksinya, justru akan berbalik arah dan menjadi bomerang baginya.
Publik justru akan semakin mengecamnya, orang yang selama ini dianggap suci ternyata terbukti sebagai tersangka pornografi. Dengan demikian FPI akan semakin lemah dengan sendirinya tanpa repot-repot membubarkannya.
Langkah selanjutnya adalah membidik raja yang selama ini menaungi Rizieq.
Begitulah kura-kura,,