Cari Blog Ini

Selasa, 27 Juni 2017

Jokowi Terima GNPF, Buktikan Dirinya Presiden Berjiwa Besar dan Pemaaf


Secara mengejutkan Presiden Jokowi menemui pengurus GNPF MUI, gabungan ormas Islam yang beberapa waktu lalu berhasil menggelar aksi bela Islam secara berkala, diikuti oleh ratusan ribu massa hitungan ril, dan 7 juta orang hasil hitungan Rizieq.
Jadi kemarin, selain ratusan chat yang masuk ke WA mengucapkan minal aidin wal faidzin, juga dipenuhi pertanyaan mengapa Presiden sudi menemui GNPF? Padahal mereka ini adalah kelompok yang sebelumnya dengan lantang meneriakkan revolusi dan cacian-cacian keras terhadap pribadi seorang Jokowi, Presiden Indonesia saat ini.
Saya dan sebagian kita tentu saja sangat kecewa mengapa Presiden mau menerima kelompok ormas yang dulunya sangat tidak menghargai Jokowi. Rasanya kita tidak rela. Tapi kemudian saya berpikir bahwa, memang beginilah seorang Presiden, yang mau menerima warganya dari penjuru manapun, bahkan meski orang tersebut pernah mencaci makinya.
Presiden Jokowi nampaknya sadar betul bahwa dirinya tidak bisa membenci atau menolak orang-orang yang masih menjadi warganya. Presiden tidak mau bermusuhan dengan sesama WNI.
Hal ini tergambar jelas dari beberapa kejadian sebelumnya. Saat Jokowi resmi dinyatakan menang Pilpres 2014 lalu, kita semua tidak ada yang mampu berpikir atau memprediksi bahwa Jokowi akan berkunjung menemui Prabowo. Kita semua kaget sekaligus kagum, karena dari situlah kemudian tensi politik di Indonesia tidak sepanas sebelumnya. Lebih dari itu, akhirnya Prabowo hadir di acara pelantikan Jokowi JK. Luar biasa.
Padahal kalau ingat saat kampanye, anda bisa lihat sendiri bagaimana Prabowo berkampanye. Tapi setelah Pilpres selesai, semuanya benar-benar ditinggalkan dan dilupakan, seketika itu. Karena selanjutnya adalah tugas kita bersama, tugas Prabowo bahkan tugas teman-teman pembaca Seword juga, untuk menuju Indonesia yang maju dan berkeadilan.
Selain itu, pernah ada juga kasus #PapaMintaSaham yang salah satu tokohnya mencatut nama Jokowi. Seolah Jokowi meminta disuap atau bisa dikondisikan. Presiden nampak marah sekali, bahkan sidang MKD dibalas dengan undangan pelawak ke Istana. Sebagai tanda menertawakan mereka yang sedang di MKD. Namun setelah itu, Presiden memaafkannya. Toh itu hanya pencatutan dan korupsi belum terjadi.
Selanjutnya adalah mantan Presiden SBY, yang saat terjadi aksi-aksi 411 dan 212, SBY selalu menyampaikan pidato yang membakar amarah sehari sebelumnya. Dan kita tidak akan pernah lupa bahwa SBY pernah mengatakan “Kalau (tuntutan massa) sama sekali tidak didengar, diabaikan, sampai lebaran kuda masih ada unjuk rasa itu.”
SBY juga berkali-kali menulis tweet yang absurd, bahkan pernah di luar nalar sampai menuduh bahwa ada orang lingkaran Istana yang melarang Jokowi menemui SBY. Kemudian menulis bahwa seolah-olah Jokowi bisa dikendalikan oleh beberapa orang tersebut. Tapi terlepas dari semua tuduhan-tuduhan tersebut, Presiden Jokowi sudah memaafkan meski SBY belum pernah mengucapkannya. Karena pada akhirnya, SBY juga kini merupakan warga Jokowi dan tidak bisa dimusuhinya.
Dari beberapa cerita singkat di atas, saya hanya setuju saat Jokowi menemui Prabowo. Sebab sekeras-kerasnya Prabowo dalam menjelekkan Jokowi, itu hanya terjadi saat kampanye. Sementara di hari normal, nyaris tidak pernah Prabowo mengeluarkan pernyataan yang membakar emosi seperti yang dilakukan oleh GNPF dan SBY.
Tapi di hari yang fitri ini kemudian saya berpikir, bahwa untuk menaklukkan lawan atau orang yang memusuhi kita, tidak harus dengan membunuh atau menghabisinya. Caci maki tidak harus dibalas dengan caci maki. Hinaan dan fitnah tidak harus mendapat hukuman yang menyedihkan.
Kita bisa lihat setelah permintaan SBY untuk bertemu diterima oleh Presiden Jokowi, sifat-sifat usil dari tweet termehek-meheknya pun berakhir seketika. Kita tak lagi mendengar tweet SBY yang bernada negatif pada pemerintah.
Prabowo yang nampak begitu marah dan emosi karena kalah Pilpres, menuntut Pilpres diulang, namun setelah ditemui Jokowi, beliau malah datang ke acara pelantikannya. Lihatlah betapa ajaibnya sentuhan tangan Jokowi.
Begitu juga dengan GNPF MUI, setelah diterima oleh Jokowi di Istana, Bachtiar Nasir yang begitu terkenal dengan caption “selangkah lagi Jokowi menjadikan Indonesia kafir” kemarin akhirnya memuji Presiden Jokowi.
“Yang kami juga luar biasa mendapatkannya adalah keberpihakan beliau pada ekonomi kerakyatan atau ekonomi keumatan. Kami dengar, alhamdulillah, ada will yang cukup bagus. Sampai yang sama-sama pernah kita dengar bagaimana sekian belas juta hektare tanah diperuntukkan buat rakyat,” ujar Bachtiar Nasir.
Sampai di sini, mungkin benar jika ada anggapan bahwa orang-orang yang telah bertemu Jokowi, jadi tidak bisa mencaci atau mendemonya lagi. Saya masih ingat betul ketika ada perwakilan mahasiswa yang diminta untuk tidak bertemu Presiden Jokowi, karena setelah diajak makan mereka kemudian lupa dengan tuntutan dan demonstrasi.
Dan memang benar, Jokowi lebih suka mengundang mahasiswa untuk berdialog dan diskusi di dalam Istana. Presiden Indonesia yang sekarang, selalu ingin mendengar masukan dan kritikan, tapi juga nampak tidak tega membiarkan para mahasiswa itu berpanas-panasan. Jadilah diajak diskusi di dalam Istana, sambil makan-makan dan minum sepuasnya.
Tapi apapun itu, pada akhirnya Presiden Jokowi menunjukkan jiwa lapang dada sebagai seorang pimpinan negara. Presiden tetap menganggap saudara, meskipun mereka pernah mencaci makinya. Presiden tetap menerima, karena mungkin setelahnya ada hal-hal yang bisa dikerjakan bersama untuk Indonesia. Lalu Presiden tidak mau bermusuhan dengan kelompok manapun, karena semuanya adalah warganya.
Sebagai penutup, ada pernyataan Presiden Jokowi pada bulan Mei lalu yang sangat menyentuh.
“Semua orang Indonesia adalah saudara sebangsa. Jika dalam beberapa waktu terakhir ini ada gesekan antarkelompok dalam masyarakat, mulai saat ini saya meminta hal-hal tersebut untuk segera dihentikan!
Jangan saling hujat karena kita adalah saudara. Jangan saling menjelekkan karena kita ini adalah saudara. Jangan saling fitnah karena kita ini adalah saudara. Jangan saling menolak karena kita ini adalah saudara.
Saya telah memerintahkan kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk tidak ragu-ragu menindak tegas segala bentuk ucapan dan tindakan yang mengganggu persatuan dan persaudaraan. Yang mengganggu NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Yang tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.”
Begitulah kura-kura.

0 komentar:

Posting Komentar