PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal
baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center
(WTC) di New York, Amerika Serikat
pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”. Lalu baru-baru ini kita
semua dikagetkan dengan aksi pengeboman "LAGI" oleh sekelompok
organisasi yang belum kita ketahui.
Berbagai usaha yang dilakukan bahkan setelah
terjadi Bom Bali 1 pemerintahan RI membentuk suatu ketentuan undang-undang yang
dinamakan “Undang-undang Republik Indonesia Nomor.15 Tahun 2003 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang nomor.1 Tahun 2002
tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang”.
Terlebih Pemerintahan RI membentuk suatu
kesatuan khusus yang dinamakan Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan
khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di
Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani
segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan
anggota tim Gegana.
Hingga pada puncaknya pasukan khusus ini dapat
menghentikan sepak terjang salah satu gembong teroris yang paling diburu yakni
Gembong teroris Noordin M Top yang tewas dalam penggerebekan Densus 88 di Solo,
Jawa Tengah, 17 September lalu, ternyata semua itu bukan akhir dari pada sepak
terjang para teroris yang ada di Indonesia namun akan tetapi telah
mengembangkan jaringan sel-sel baru terorisme.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Sesuai
dengan judul masalah ini yaitu “TERORISME DI INDONESIA”, maka masalah yang akan
diidentifikasikan adalah:
1.
Apa yang menjadi
motif yang melatar-belakangi keberadaan teroris tersebut ?
2.
Sudah sejauh mana
tindakan terorisme yang telah dilakukan kelompok teroris?
1.3 LANDASAN PEMIKIRAN
Alasan kami memilih materi ini adalah
karena belakangan ini kita sering diresahkan oleh aktivitas dari kelompok tertentu.
Semoga dalam diskusi masalah ini kita bisa menemukan jalan keluar atau solusi,
sehingga kita dapat terhindar dari ancaman terorisme tersebut.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Terorisme
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi
terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang
selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Istilah teroris
oleh para ahli kontraterorisme dikatakan
merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang
dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi
terorisme juga mengandung makna bahwa serangan-serangan teroris yang dilakukan
tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu
para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
2.2
Apa Yang Membuat Teroris Di Sangkutpautkan Dengan Islam
Islam dan teroris merupakan dua kata
yang berlawanan dan tidak bisa disamakan. Islam merupakan agama monoteis yang
menuntut kepatuhan total kepada Tuhan. Islam adalah sebuah kata dari bahasa
Arab yang terdiri atas tiga konsonan, S-L-M, yang berarti kedamaian (salam),
kebaikan, dan keselamatan. Dengan kata lain, Islam memberi seseorang kedamaian
jiwa dan kebaikan hidup serta keselamatan dari balasan Tuhan dalam kehidupan
sesudah mati. Sedangkan terorisme, meski memiliki banyak definisi, merupakan
tindakan kekerasan terencana dan bermotivasi politik yang dilakukan terhadap
orang-orang tak bersenjata atau penduduk sipil.
Dua istilah ini (Islam dan terorisme)
sangat jauh berbeda karena Islam sangat menghargai nyawa manusia. Islam juga
menganggap kehidupan sebagai semangat Tuhan yang dianugerahkan kepada manusia.
Dalam Alquran disebutkan bahwa siapa saja yang menghilangkan nyawa seseorang,
maka Allah menganggap dia telah menghilangkan nyawa seluruh umat manusia (Surat
5 ayat 32). Tetapi, kita terhenyak ketika terjadi tragedi 11 September di AS.
Mengapa aksi teroris seperti itu terjadi dan dilakukan orang-orang yang mengaku
dirinya sebagai muslim sejati dan memiliki semangat besar untuk menyebarkan
ajaran Islam.
Dengan kata lain Islam tidak mengenal kata
teroris, semua itu hanya sebuah rekayasa yang bertujuan untuk mempecah belah
agama Allah yakni agama Islam yang cinta akan kedamaian, tidak mengenal kekerasan
atau tindakan biadab seperti yang mereka lakukan.
2.3 Potensi Terorisme Di Indonesia
Indonesia memiliki potensi terorisme yang sangat besar dan perlu langkah
antisipasi yang ekstra cermat. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang kadang tidak
dipahami oleh orang tertentu cukup dijadikan alasan untuk melakukan teror.
Berikut ini adalah potensi-potensi terorisme tersebut :
· Terorisme yang dilakukan oleh negara lain di daerah perbatasan Indonesia.
Beberapa kali negara lain melakukan pelanggaran masuk ke wilayah Indonesia
dengan menggunakan alat-alat perang sebenarnya adalah bentuk terorisme. Lebih
berbahaya lagi seandainya negara di tetangga sebelah melakukan terorisme dengan
memanfaatkan warga Indonesia yang tinggal di perbatasan dan kurang diperhatikan
oleh negera. Nasionalisme yang kurang dan tuntutan kebutuhan ekonomi bisa
dengan mudah orang diatur untuk melakukan teror.
· Terorisme yang dilakukan oleh warga
negara yang tidak puas atas kebijakan negara. Misalnya bentuk-bentuk teror di
Papua yang dilakukan oleh OPM. Tuntutan merdeka mereka ditarbelakangi keinginan
untuk mengelola wilayah sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Perhatian
pemerintah yang dianggap kurang menjadi alasan bahwa kemerdekaan harus mereka
capai demi kesejahteraan masyarakat. Terorisme jenis ini juga berbahaya, dan
secara khusus teror dilakukan kepada aparat keamanan.
· Terorisme yang dilakukan oleh
organisasi dengan dogma dan ideologi tertentu. Pemikiran sempit dan pendek
bahwa ideologi dan dogma yang berbeda perlu ditumpas menjadi latar belakang
terorisme. Bom bunuh diri, atau aksi kekerasan yang terjadi di Jakarta sudah
membuktikan bahwa ideologi dapat dipertentangkan secara brutal. Pelaku
terorisme ini biasanya menjadikan orang asing dan pemeluk agama lain sebagai
sasaran.
·
Terorisme yang dilakukan oleh kaum kapitalis
ketika memaksakan bentuk atau pola bisnis dan investasi kepada masyarakat.
Contoh nyata adalah pembebasan lahan masyarakat yang digunakan untuk perkebunan
atau pertambangan tidak jarang dilakukan dengan cara yang tidak elegan.
Terorisme bentuk ini tidak selamanya dengan kekerasan tetapi kadang dengan
bentuk teror sosial, misalnya dengan pembatasan akses masyarakat.
·
Teror yang dilakukan oleh masyarakat kepada
dunia usaha, beberapa demonstrasi oleh masyarakat yang ditunggangi oleh
provokator terjadi secara anarkis dan menimbulkan kerugian yang cukup besar
bagi perusahaan. Terlepas dari siapa yang salah, tetapi budaya kekerasan yang
dilakukan oleh masyarakat adalah suatu bentuk teror yang mereka pelajari dari
kejadian-kejadian yang sudah terjadi.
2.4
Faktor-faktor Terjadinya Terorisme Di Indonesia
Menurut sebagian besar aktifis yang tergabung dalam kelompok Tanzim
al-Qaidah di Aceh, faktor-faktor pendorong terbentuknya radikalisme dan
terorisme di Indonesia bukanlah semata-mata untuk kepentingan individu. Sebab,
apabila dimotivasi untuk kepentingan individu, maka semestinya hal tersebut apa
yang dilakukannya dan tindakannya tidak menyakitkan baik itu diri sendiri
maupun orang lain. Adapun faktor-faktor yang mendorong terbentuknya terorisme:
1. Faktor ekonomi
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi merupakan motif utama
bagi para terorisme dalam menjalankan misi mereka. Keadaan yang semakin tidak
menentu dan kehidupan sehari-hari yang membikin resah orang untuk melakukan apa
saja. Dengan seperti ini pemerintah harus bekerja keras untuk merumuskan
rehabilitasi masyarakatnya. Kemiskinan membuat orang gerah untuk berbuat yang
tidak selayaknya diperbuat seperti; membunuh, mengancam orang, bunuh diri, dan
sebagainya.
2. Faktor sosial
Orang-orang yang mempunyai pikiran keras di mana di situ terdapat suatu
kelompok garis keras yang bersatu mendirikan Tanzim al-Qaidah Aceh. Dalam
keseharian hidup yang kita jalani terdapat pranata social yang membentuk
pribadi kita menjadi sama. Situasi ini sangat menentukan kepribadian seseorang
dalam melakukan setiap kegiatan yang dilakukan. Sistem social yang dibentuk
oleh kelompok radikal atau garis keras membuat semua orang yang mempunyai
tujuan sama dengannya bisa mudah berkomunikasi dan bergabung dalam garis keras
atau radikal.
3. Faktor Ideologi
Faktor ini yang menjadikan seseorang yakin dengan apa yang diperbuatnya.
Perbuatan yang mereka lakukan berdasarkan dengan apa yang sudah disepakati dari
awal dalam perjanjiannya. Dalam setiap kelompok mempunyai misi dan visi
masing-masing yang tidak terlepas dengan ideologinya. Dalam hal ini terorisme
yang ada di Indonesia dengan keyakinannya yang berdasarkan Jihad yang mereka
miliki.
2.5
Sudah Sejauh Mana Tindakan Terorisme Di Indonesia
Terorisme di Indonesia merupakan
terorisme di Indonesia yang dilakukan oleh grup teror Jemaah Islamiyah yang
berhubungan dengan al-Qaeda. Sejak tahun 2002, beberapa "target negara
Barat" telah diserang. Korban yang jatuh adalah turis Barat dan juga
penduduk Indonesia. Terorisme di Indonesia dimulai tahun 2000 dengan terjadinya
Bom Bursa Efek Jakarta, diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang
paling mematikan adalah Bom Bali 2002.
Berikut adalah beberapa kejadian terorisme yang telah terjadi di Indonesia dan instansi Indonesia di luar negeri:
1981
- Garuda Indonesia Penerbangan 206, 28 Maret 1981. Sebuah penerbangan maskapai Garuda Indonesia dari Palembang ke Medan pada Penerbangan dengan pesawat DC-9 Woyla berangkat dari Jakarta pada pukul 8 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang ke Medan dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut dibajak oleh 5 orang teroris yang menyamar sebagai penumpang. Mereka bersenjata senapan mesin dan granat, dan mengaku sebagai anggota Komando Jihad. 1 kru pesawat tewas, 1 tentara komando tewas, 3 teroris tewas.
1985
- Bom Candi Borobudur 1985, 21 Januari 1985. Peristiwa terorisme ini adalah peristiwa terorisme bermotif "jihad" kedua yang menimpa Indonesia.
2000
- Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday.
- Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
- Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan.
- Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
2001
- Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. di Kawasan Kalimalang, Jakarta Timur, 5 orang tewas.
- Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.
- Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.
- Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta.
2002
- Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.
- Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.
- Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.
2003
- Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
- Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.
- Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.
2004
- Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan empat orang.
- Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI.
- Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.
2005
- Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005
- Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas.
- Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.
- Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.
- Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.
2009
- Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB.
2010
- Penembakan warga sipil di Aceh Januari 2010
- Perampokan bank CIMB Niaga September 2010
2011
- Bom Cirebon, 15 April 2011. Ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon saat Salat Jumat yang menewaskan pelaku dan melukai 25 orang lainnya.
- Bom Gading Serpong, 22 April 2011. Rencana bom yang menargetkan Gereja Christ Cathedral Serpong, Tangerang Selatan, Banten dan diletakkan di jalur pipa gas, namun berhasil digagalkan pihak Kepolisian RI
- Bom Solo, 25 September 2011. Ledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton, Solo, Jawa Tengah usai kebaktian dan jemaat keluar dari gereja. Satu orang pelaku bom bunuh diri tewas dan 28 lainnya terluka.
2.5.1
Terorisme Di Lingkungan Pelajar (Mahasiswa)
Di era globalisasi
seperti sekarang, terorisme bukan hanya di lakukan dalam bentuk pengeboman
ataupun pembajakan alat transportasi massal. Melainkan dengan cara DOKTRINASI,
dimana sarsarannya sebagian besar berasal dari kalangan pelajar terutama
mahasiswa yang secara psikologis masih bisa di goyahkan pendiriannya seperti
yang di lakukan oleh organisasi NII (Negara Islam Indonesia).
Negara Islam Indonesia
(NII) atau dikenal dengan nama Darul Islam (Rumah
Islam). NII adalah pergerakan politik yang berdiri pada
tanggal 7 agustus 1949 (12 Syawal 1368H) di Desa Cisampah, Ciawiligar,
Tasikmalaya, Jawa Barat. Pendirinya adalah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Tujuan NII adalah
menjadikan Indonesia yang saat itu baru saja merdeka sebagai Negara Islam.
Dalam proklamasi NII ‘hukum islam’ adalah hukum yang berlaku. Dalam
undang-undang NII dinyatakan dengan tegas “Negara berdasarkan Islam”.
Perkembangan Darul Islam menyebar ke berbagai wilayah terutama Jabar menuju ke
arah perbatasan. Termasuk juga menyebar ke Sulawesi dan Aceh. Setelah pendiri
ditangkap oleh TNI dan di eksekusi pada tahun 1962, gerakan ini terpecah. Tapi
tetap bergerak secara diam-diam dan oleh pemerintah dianggap sebagai organisasi
ilegal. Sekarang gerakan NII ini makin merajalela dan mengancam saudara-saudara
kita. Sasaran utama mereka adalah remaja dan mahasiswa. Maka berhati-hatilah,
lindungi anak-anak kita, saudara, teman, tetangga kita dari aliran yang berbahaya
ini.
Meski kerap menggunakan cara-cara baru seperti menggunakan
jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter untuk mendekati calon korbannya.
Namun modus yang digunakan untuk perekrutan/doktrinasi dariu tahun ke tahun
tetap sama, yaitu:
1. Dilakukan oleh seorang anggota NII dibantu
temannya dengan cara diskusi.
2. Setelah 2-3 kali diskusi/pertemuan si korban
akan disiapkan untuk melakukan hijrah.
3. Sebelum berhijrah korban diharuskan memberikan
sedekah. Sedekah ini di doktrin untuk membersihkan dosanya. Nilainya bervariasi
mulai 100 ribu sampai 10 juta rupiah. tergantung tingkat ekonomi korban.
4. Setelah siap berhijrah, korban dijemput
ditempat yang sudah ditentukan, seperti di mall, di halte, toko buku, dsb.
Kemudian berangkat dengan mata tertutup.
5. Saat sampai di tempat transit, korban di bina
dan di doktrin. Kemudian dibawa dan ketempat lain dan di doktrin secara
marathon.
6. Akibat doktrin-doktrin tersebut ketika sampai
di tempat tujuan, sang korban meminta agar diterima menjadi warga NII.
7. Korbanpun diterima menjadi anggota dan di
baiat (di sumpah) dengan 9 poin.
8. Setelah di baiat korban akan berganti nama.
Sampai disini prekrutan selesai.
9. Korban dikembalikan ketempat semula saat
pertama kali dilakukan penjemputan. Namun tidak berhenti sampai disini karena
pembinaan masih terus berlangsung.
Masa
remaja ibarat orang yang sedang kehausan. Seseorang yang haus kemudian ditawari
minuman, tentu dia akan meminumnya seketika. Kalau minuman itu baik, mengandung
unsur kesehatan, seperti kesehatan mental, kesehatan ideologi, kesehatan
doktrin-dokrin agama, tentu tidak masalah, namun jika minuman tersebut
mengandung racun, dan mencekopi pemahaman yang keliru, tentu akan menjadi
persoalan.
Oleh
karena itu, satu-satunya cara adalah bersaing dengan para penyebar virus-virus
yang menyesatkan tersebut. Dalam hal ini pendidikan keluarga dan peran orangtua
cukup penting. Sesibuk apapun orangtua, jangan sampai lupakan keluarga, karena
keluarga berperan penting untuk menangkal terorisme dan radikalisme ditingkatan
remaja. Para orangtua harus melakukan dialog, komunikasi efektif, dan diskusi
tentang bahaya laten terorisme dan radikalisme.
Selain
lingkungan keluarga, yang berperan penting untuk menangkal paham radikalisme
dan terorisme adalah lingkungan masyarakat sekitar, seperti memberdayakan
lembaga RT/RW. Dengan ini, maka potensi remaja bisa tersalurkan, dan generasi
muda tidak terjebak pada paham terorisme dan radikalisme.
James H.Wolfe
(1990) menyebutkan beberapa karakteristik terorisme sebagai berikut:
1.
Terorisme dapat didasarkan pada motivasi yang bersifat politis maupun
nonpolitis.
2.
Sasaran yang menjadi obyek aksi terorisme bisa sasaran sipil (super market,
mall, sekolah, tempat ibadah, rumah sakit dan fasilitas umum lainya) maupun
sasaran non-sipil.
3.
Aksi terorisme dapat ditujukan untuk mengintimidasi atau mempengaruhi kebijakan
pemerintah negara.
4.
Aksi terorisme dilakukan melalui tindakan yang tidak menghormati hukum
internasional atau etika internasional.
5.
Serangan yang dilakukan dengan sengaja untuk membinasakan penduduk sipil
seperti yang terjadi di Kuta adalah pelanggaran hukum internasional.
6.
Persiapan atau perencanaan aksi teror bisa bersifat multinasional. Kejadian di
Bali, kalau memang benar sebagai teror, bisa dilakukan oleh orang Indonesia,
orang asing atau gabungan keduanya.
7. Tujuan jangka pendek aksi terorisme adalah
menarik perhatian media massa dan untuk menarik perhatian publik. Jadi
pemberitaan yang gencar di seluruh penjuru dunia tentang kejadian di Bali dapat
disebut sebagai cara teroris untuk menarik perhatian publik.
8.
Aktivitas terorisme mempunyai nilai mengagetkan (shock value) yang bagi
teroris berguna untuk mendapatkan perhatian. Untuk itulah dampak aktivitas
teroris selalu terkesan kejam, sadis dan tanpa menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
Kalau memang betul aksi terorisme, maka tragedi di Bali justru akan mengangkat
perhatian publik, yang berguna bagi kepentingan teroris.
2.6 Usaha Pemerintah Dalam Membasmi Teroris
Masih adanya
ancaman terorisme di Indonesia juga disebabkan oleh belum adanya payung hukum
yang kuat bagi kegiatan intelijen untuk mendukung upaya pencegahan dan
penanggulangan terorisme. Kendala lain dalam pencegahan dan penanggulangan
terorisme adalah belum adanya pembinaan yang menjamin dapat mengubah pemikiran
radikal menjadi moderat. Sementara itu masih lemahnya sistem pengawasan
terhadap peredaran berbagai bahan pembuat bom, menyebabkan para teroris masih
leluasa melakukan perakitan bom yang jika tidak terdeteksi dapat menimbulkan
kekacauan di berbagai tempat.
Berikut adalah arah
kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dalam rangka mencegah dan menanggulangi
kejahatan terorisme pada tahun 2005 – 2009 adalah sebagai berikut:
1. Penguatan koordinasi dan kerja sama di antara
lembaga Pemerintah;
2. Peningkatan kapasitas lembaga pemerintah
dalam pencegahan dan penanggulangan teroris, terutama satuan kewilayahan;
3. Pemantapan operasional penanggulangan
terorisme dan penguatan upaya deteksi secara dini potensi aksi terorisme;
4. Penguatan peran aktif masyarakat dan pengintensifan
dialog dengan kelompok masyarakat yang radikal,
5. Peningkatan pengamanan terhadap area publik
dan daerah strategis yang menjadi target kegiatan terorisme;
6. Sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat
terhadap aksi terorisme;
7. Pemantapan deradikalisasi melalui upaya-upaya
pembinaan (soft approach) untuk mencegah rekrutmen kelompok teroris serta
merehabilitasi pelaku terror yang telah tertangkap.
Dalam rangka
mencegah dan menanggulangi ancaman terorisme di dalam negeri, Pemerintah telah menempuh
berbagai cara, terutama dengan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai dengan
prosedur hukum yang berlaku. Pemerintah, melalui aparat terkait, telah
melakukan pendekatan melalui tokoh masyarakat, tokoh agama moderat dan yang
cenderung radikal guna mengubah pemikiran radikal menjadi moderat, yakni dengan
memberikan pengertian sesungguhnya tentang istilah jihad yang selama ini
“disalahartikan”.
Permasalahan
terorisme hanya dapat diselesaikan melalui kerja sama dan koordinasi antara
berbagai pemangku kepentingan (stake holder), baik instansi pemerintah
maupun masyarakat. Untuk itu, TNI dan Polri terus melakukan latihan gabungan
mengingat pentingnya kerja sama TNI-Polri untuk terorisme. Untuk membantu penanganan
kasus yang berhubungan dengan terorisme, Kejaksaan Agung membentuk satuan tugas
penanganan tindak pidana terorisme dan tindak pidana lintas negara sehingga
diharapkan penyelesaian kasus terorisme dapat dilakukan dengan lebih baik.
Dalam mencegah
dan menanggulangi terorisme, Pemerintah tetap berpedoman pada prinsip yang
telah diambil sebelumnya, yakni melakukan secara preventif dan represif yang
didukung oleh upaya pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan proaktif
dalam menangani aktivitas, terutama dalam mengungkap jaringan terorisme. Peningkatan
kerja sama intelijen, baik dalam negeri maupun dengan intelijen asing, melalui
tukar-menukar informasi dan bantuan-bantuan lainnya, terus ditingkatkan. Untuk
mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme, Pemerintah akan terus
mendorong instansi berwenang untuk meningkatkan penertiban dan pengawasan
terhadap lalu lintas orang dan barang di bandara, pelabuhan laut, dan wilayah
perbatasan, termasuk lalu lintas aliran dana, baik domestik maupun antarnegara.
Penertiban dan
pengawasan juga akan dilakukan terhadap tata niaga dan penggunaan bahan
peledak, bahan kimia, senjata api dan amunisi di lingkungan TNI, Polisi, dan
instansi pemerintah. Selain itu, TNI, Polisi, dan instansi pemerintah juga
terus melakukan pengkajian mendalam bekerja sama dengan akademisi, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama. Peningkatan
kemampuan berbagai satuan anti teror dan intelijen dalam menggunakan
sumber-sumber primer dan jaringan informasi diperlukan agar dapat membentuk
aparat anti teror yang profesional dan terpadu dari TNI, Polri, dan BIN.
Selanjutnya, kerja sama internasional sangat perlu untuk ditingkatkan karena
terorisme merupakan permasalahan lintas batas yang memiliki jaringan dan jalur
yang tidak hanya ada di Indonesia.
2.7 Kendala yang Dihadapi Pemerintah
Dalam Membasmi Teroris
Peran Pemerintah
dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah menunjukan
keberhasilan yang cukup berarti, tetapi masih banyak yang perlu dihadapi untuk
menciptakan perasaan aman di masyarakat dari aksi-aksi terorisme. Tragedi
ledakan bom belum lama ini menunjukan bahwa aksi terorisme harus terus
diwaspadai, dimana bentuk gerakan dan perkembangan jaringannya terus berubah
sehingga sukar untuk dilacak. Sulitnya penyelesaian permasalahan terorisme ini
terjadi karena masih banyak faktor yang menyebabkan terorisme dapat terus
berkembang. Dari faktor perbedaan ideologis dan pemahaman tentang agama yang
berbeda-beda sampai kesenjangan sosial dan pendidikan yang membuat masyarakat
lebih mudah untuk disusupi oleh jaringan-jaringan teroris.
2.8 Pembentukan
Detasemen Khusus 88
Detasemen Khusus
88 atau Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia
untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini
dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom.
Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.
Detasemen 88
dirancang sebagai unit antiteroris yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan
teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Unit khusus berkekuatan
diperkirakan 400 personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak
(penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu
(Sniper).
Pasukan
khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa
Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Negara AS dan
dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service. Satuan
pasukan khusus baru Polri ini dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan
tempur buatan Amerika Serikat, seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak
jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Bahkan dikabarkan satuan ini
akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya.
Semua persenjataan yang diberikan, termasuk materi latihan, diberitakan sama
persis dengan apa yang dimiliki oleh satuan khusus antiteroris AS.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
·
Kami rasa aksi ini bukan yang terakhir kalinya, kami barusan
tersadar, aksi pengeboman ini selau dilakukan dengan jeda-jeda yang cukup untuk
membuat kita lengah, lupa dengan adanya terorisme di sini, kita tidak tahu
apakah pelakunya selalu sama, tetapi setidaknya, kita bisa menduga, bahwa
mereka selalu jeli dalam mengambil jeda waktu yang tepat.
·
Ruang lingkup
terorisme jaman sekarang sudah lebih luas dan mengarah kepada golongan
masyarakat yang memiliki pondasi pemikiran yang lemah dan mudah digoyahkan
seperti pelajar dan mahasiswa.
·
Pada hakekatnya mereka (teroris) punya
keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan itu benar. Mereka mengatas-namakan
agama sebagai kedok kejahatan mereka. Padahal jika kita cermati, hal
demikianlah yang bisa mengadu domba satu agama dengan agama yang lain, yang
tentunya juga akan merusak citra ISLAM yang indah dan damai. Tentu hal demikian
bukan hanya menjadi musuh bangsa, tetapi menjadi musuh kita semua sebagai kaum
muslim.
3.2 SARAN
·
Terorisme
harus di usut tuntas sampai ke‘akar’nya, sehingga menimalisir terjadinya hal
yang lebih buruk lagi.
·
Jangan
langsung mempercayai orang asing yang tiba-tiba berlagak sudah akrab.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Adji, Indriyanto Seno.2001.Terorisme, “Perpu No.1 tahun 2002 dalam
Perspektif Hukum Pidana” dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia.Jakarta:
O.C. Kaligis & Associates.
·
Kusumah, Mulyana W.2002.Terorisme dalam Perspektif Politik dan Hukum, Jurnal Kriminologi
Indonesia FISIP UI, vol 2 no III.Jakarta:Terbit Terang.
·
Muryati, Sri.2003.Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme, UU No.15 tahun 2003.Jakarta:Konsiderans.
·
Adji, Indriyanto Seno.2001.Bali, “Terorisme dan HAM” dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia.Jakarta:
O.C. Kaligis & Associates.
·
Muladi.2002.Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam Kriminalisasi,
Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III.Jakarta: Terbit Terang.
0 komentar:
Posting Komentar