Cari Blog Ini

Jumat, 30 Juni 2017

Percaya Tidak Percaya, Jargon Revolusi Mental Jokowi Itu Adalah Diri Jokowi Sendiri

Siapa yang tidak kenal atau tidak pernah mendengar istilah “Revolusi Mental”? Semua pasti pernah mendengar jargon yang diusung Jokowi ketika dia melakukan kampanye Pilpres 2014. Namun tidak ada penjelasan yang kongkret tentang revolusi mental ini. Jokowi seperti hanya melempar jargon ini ke tengah-tengah masyarakat tanpa dilengkapi dengan penjelasan.
Menilik, menelisik, mengintip apa sebenarnya yang Pak Jokowi maksud dengan “Revolusi Mental”? Kenapa tidak ada penjelasan yang jelas yang mudah dipahami rakyat? Kapan gerakan ini akan dimulai? Semua pertanyaan seolah tidak terjawab.
Mungkin, melempar jargon saja dulu biar telinga dan pikiran rakyat akrab, familiar dan terbiasa dengan istilah dua kata ini. Lalu membiarkan rakyat mereka-reka sendiri arti, maksud dan tujuan dari judul yang diberikan berdasarkan persepsi masing-masing. Karena in any case, arti dan makna dari dua kata “revolusi mental” seharusnya positif yaitu merubah mental yang jelek menjadi bagus. Disamping itu, saya pikir, rata-rata orang Indonesia kalau ditanya tentang mentalnya bangsa Indonesia, jawaban cepat yang didapat pasti “korupsi”. Dan menghilangkan mental korupsi-lah yang sekarang ini dituntut rakyat untuk segera dihilangkan dari muka bumi Indonesia.
Untuk saya pribadi, awalnya saya memahami bahwa revolusi mental jokowi adalah perubahan besar-besar dengan cara cepat akan mental KKN menjadi mental yang lebih jujur, taat hukum, dan mulai tepat waktu. Dan setelah saya membaca situs resmi pemerintah tentang revolusi mental, disana saya mendapatkan tambahan informasi bahwa Jokowi akan membidik 3 sisi yang akan terkena revolusi mental : sisi ekonomi, sisi hukum dan sisi karakter bangsa. Namun programnya bagaimana, disitus tersebut tidak disebutkan atau saya tidak menemukan. Itu saya baca tahun 2014 awal-awal Jokowi menjabat jadi presiden.
Setelah itu, gebrakan Tax Amnesty disebut-sebut sebagai cikal bakal revolusi mental disisi ekonomi. Fine, saya pikir bisa juga dikatakan demikian. Setelah itu saya menunggu gebrakan revolusi mental disisi hukum. Namun kemudian negara dan bangsa Indonesia disibukkan dengan kasus penistaan agama dan saya tidak pernah lagi menemukan berita lanjutan tentang revolusi mental sisi hukum. Namun demikian, saya bisa memahami karena kasus penistaan agama adalah kasus yang full of political intricks, sangat membahayakan posisi Jokowi. Jadi saya pandang wajar jika rencana memulai gerakan revolusi mental sisi hukum tertunda.
Tak lama kemudian saya menemukan tulisan Fabian Januarius Kuwado, dikoran Kompas yang dilansir tanggal 17 Oktober 2014, tiga hari sebelum Jokowi dilantik menjadi Presiden dengan judul “Jokowi dan arti “Revolusi Mental” yang menceritakan Panda Nababan, seorang Kader senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menjelaskan apa itu Revolusi Mental. Kala itu Serikat Rakyat Miskin Kota atau SRMK yang bertanya apa yang dimaksud dengan Revolusi Mental Jokowi? Panda Nababan mengawali jawabannya dengan mengatakan, “Dulu, Pak Jokowi ini awal seperti anda semua. Miskin juga”. Lalu Nababan melanjutkan dengan kalimat, “Kalau beliau bisa menjadi seperti sekarang, itu karena kedisiplinan, kerja keras dan kerendahan serta kebesaran hatinya”. Ah, ternyata perjalanan karir Jokowi adalah cuplikan dari konsep revolusi mental itu sendiri. Penjelasan revolusi mental yang dijargonkan oleh Jokowi ternyata ada pada dirinya sendiri.
Lalu lamunan saya melayang jauh kebelakang waktu untuk pertama kalinya saya membaca profile seorang Jokowi. Jokowi adalah anak dari tukang kayu yang miskin yang rumahnya saja pernah digusur sebanyak tiga kali. Dan peristiwa penggusuran inilah yang sangat memperngaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak dikemudian hari. Jokowi adalah seorang yang pintar dan pekerja keras. Menjadi pengusaha kayu membuat Jokowi punya kesempatan jalan-jalan ke luar negeri. Apa yang dia lihat di Eropa, itu yang membuat dia ingin terjun ke dunia politik dengan tekad ingin mengubah wajah Surakarta dan menata kota seperti yang dia lihat di Eropa. Keberhasilan mengubah wajah Surakarta membawa Jokowi sampai ke Jakarta. Lalu menjadi Gubernur Jakarta dan sekarang menjadi Presiden Indonesia. Adakah yang berubah dari dia saat dia menjadi pengusaha sampai sekarang jadi orang nomor satu di Indonesia? Teman lamanya yan bilang, “Hampir tidak ada!”. Dari sisi perilaku dan karakter, hampir tidak ada. Jokowi tetap sederhana, tetap bekerja keras, tetap berusaha, DISIPLIN dan konsisten.
Okey, kembali lagi ke penjelasan revolusi mental….
Secara harfiah, revolusi itu sendiri artinya perubahan yang terjadi secara cepat dalam waktu yang singkat. Lawan kata dari revolusi adalah evolusi atau perubahan secara lambat dalam waktu yang sangat lama. Siapa yang tidak kenal dengan teori Evolusi Darwin yang mengatakan bahwa nenek moyang manusia sekarang adalah kera, katakan lah begitu. Sementara revolusi, kita juga mengenal sejarah Revolusi Industri yang dimulai sejak James Watt berhasil menciptakan mesin uap.
Namun seperti kita tahu bahwa cepat atau lambatnya suatu perubahan untuk masing-masing orang itu relative. Tapi kalau kita melihat karakter bangsa Indonesia secara umum, dulu dan sekarang sudah mengalami banyak perubahan. Perubahan karakter bangsa tersebut merupakan akar dari munculnya korupsi, kolusi, nepotisme, etos kerja tidak membaik, bobroknya birokrasi, hingga ketidakdisiplinan. Dan kondisi itu dibiarkan selama bertahun-tahun dan pada akhirnya hadir disetiap sendi bangsa.
Itu adalah sepenggal penjelasan yang diberikan Jokowi ketika beliau berkampanye di Pilpres 2014.
Namun, Jokowi sadar, merubah karakter pemalas yang manja dari bangsa Indonesia, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Atau merubah mereka yang kaya tapi mata duitan tidaklah semudah menjentikan jari tangan. Revolusi Mental tetap menjadi sebuah jargon tanpa penjelasan yang konkret dan nyata, terus didengungkan, dan Jokowi melakukan strategy piramida terbalik.
Implementasi Revolusi Mental Jokowi dari kelompok kecil ke besar
Jokowi mengawalinya dengan menjadikan dirinya sebuah contoh nyata tentang kedisiplinan, keberanian, kerja keras dan usaha, kekonsistenan dan ketegasan yang diharapkan bisa dilakukan juga oleh semua jajaran kabinetnya. Masing-masing pejabat kementerian setingkat menteri memperlihatkan sikap yang sama dan menuntut para eselon satu, dua dan tiga juga memiliki sikap yang sama pula. Mereka yang tidak mampu merubah karakternya seperti apa yang diperlihatkan para menteri dibawah Jokowi, maka akan diganti oleh mereka yang lebih mau dan mampu untuk merubah karakternya. Dan efek domino ini diharapkan terus naik ke atas sampai ke tingkat Lurah bahkan RW/RT. Bisa kita bayangkan bagaimana majunya negara dan bangsa Indonesia jika apa yang Jokowi contohkan diikuti oleh semua pejabat Indonesia?? 
Jadi kalau saya melihat dari bingkai pembangunan Indonesia, Jokowi sepertinya mengatur dua periode kepemimpinan dia dengan pola:    1. Periode pertama untuk pembangunan secara fisik: Pembangunan, perbaikan, penata infrastruktur, ekonomi dan hukum secara merata.                         2. Periode kedua digunakan untuk pengimplementasian Revolusi Mental atau kita sebut sebagai pembangunan secara mental : taat hukum, taat pajak, tepat waktu untuk menjadi manusia Indonesia yang Pancasilais. Worse come to worse jika dia tidak terpilih lagi menjadi Presiden untuk periode kedua, minimal pembangunan infrastruktur yang merata berkeadilan sosial sudah maksimal dia lakukan. 
By the way, kenapa kok piramidanya terbalik? Ah, biar beda saja
I am just joking, Saya pikir Jokowi adalah satu karakter yang tidak suka meninggikan diri atau menempatkan dirinya paling atas. Karena tanpa harus ditinggikan dan ditempatkan diatas PUN, posisi dia memang sudah paling tinggi dan paling atas. Orang nomor satu-nya Indonesia gitu loch !!!

0 komentar:

Posting Komentar