Salah satu alasan saya bergabung dengan Seword[dot]com adalah karena saya tidak suka kabar-kabar SARA berseliweran di linimasa media-sosial saya. Karena itu saya ikut urun rembug, dengan segala keterbatasan wawasan saya, bergabung dan berbagi tentang bagaimana memahami keberagaman.
Tentang tertangkapnya tiga pedagang SARA yang mengelola jaringan Saracen, itu membuat saya takjub. Sebegitu hebatnya sebuah pasar hingga dendam dan kebencian juga laris untuk dijual dan diobral.
Saya takjub. Begitu hebatnya mereka mengguncang otak banyak orang dan membuat mereka seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Mereka membuat banyak orang menyebarkan berita-kabar kebencian dan membuat kebencian itu menular seperti virus mematikan.
Mereka ini adalah kelompok yang tak tahu berterimakasih dengan para leluhurnya. Para leluhur mati demi kemerdekaan Indonesia. Indonesia yang berbeda tapi tetap satu juga.
Mereka ini mengabaikan fakta masa lalu dengan memperdagangkan SARA. Efeknya bukan main-main, yakni pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa yang telah susah payah kita rajut selama puluhan tahun.
Lebih membuat saya takjub adalah nama kelompok yang mereka pergunakan: Saracen.
Dari Geger 1965 ke Perang Salib
Entah bagaimana, produsen mobil asal Inggris Alvis membuat kendaraan tempur bernama Saracen. Nama lengkapnya adalah FV603 Saracen.
Kendaraan tempur jenis panser 6×6 tersebut diproduksi pada 1950an. Indonesia bahkan juga sempat membeli FV603 Saracen ini, sebelum propaganda “Ganjang Malaysia” digelorakan Bung Karno.
Dalam salah satu episode terakhir kejatuhan Bung Karno, FV603 Saracen turut memiliki andil. Panser Saracen ini ikut serta menjadi kendaraan tempur dalam membabat para penculik jendral pahlawan revolusi.
Geger 1965, khususnya di bandara Halim Perdanakusuma, FV603 Saracen terlibat baku tembak dengan para penculik jendral. Dalam buku Menyingkap Kabut Halim (1999:180) yang disusun oleh Aristides Katoppo, Kolonel Sarwo Eddhie Wibowo turut berada di dalam FV603 Saracen, mengendarai dan mengamati perang saudara itu.
Selain FV603 Saracen, Alvis juga membuat panser tempur Saladin (FV600). Penamaan kendaraan tempur oleh Alvis yang memiliki keterkaitan dengan Islam, membuat saya bingung juga. Ini karena, sejarah masa lalu antara Barat dan Islam hampir selalu berhadap-hadapan sebagai lawan.
Salah satu peristiwa yang hingga kini yang terkadang sering kita singgung adalah Perang Salib. Inggris saat itu juga menjadi pemasok, bahkan pemain utama dalam mempimpin dan mengirim pasukan Salib. Raja Richard, adalah salah satu Raja Inggris yang turut berperang melawan tentara Muslim yang saat itu dipimpin oleh Salahuddin al-Ayyubi (Saladin).
Dalam Perang Salib ini pula, istilah Saracen semakin terkenal. Para tentara Salib menyebut kaum Muslim dengan sebutan Saracen. Jadi, bisa dibilang istilah Saracen dalam kamus peradaban Eropasentrisme, mengandung konotasi negatif karena lawan peradaban Eropa.
Danau Pengetahuan Ptolemy
Tak sedikit ilmu pengetahuan yang merujuk pada Ptolemy, intelektual klasik asal Yunani. Bahkan, para jenius-jenius dari Dinasti Abbasiyah yang saat itu dipimpin oleh Khalifah al-Ma’mun, banyak yang merujuk intelektual satu ini.
Buku-buku Ptolemy banyak diterjemahkan, lalu dikaji, kemudian disanggah, dan dikembangkan.
Terkhusus dalam soal geografi, Ptolemy adalah orang yang jadi pijakan bagi intelektual Islam di Baitul Hikmah yang dibangun oleh Khalifah al-Ma’mun.
Sebagai sebuah perpustakaan sekaligus lembaga kajian, Baitul Hikmah telah banyak menelurkan para pemikir yang membuat dunia saat ini semakin mudah. Salah satu pemikir dari Baitul Hikmah adalah al-Kwarizmi, atau Algebra, sang penemu Aljabar.
Orang-orang Eropa merujuk istilah Saracen dari Ptolemy. Dalam artikel yang ditulis oleh Walt Taylor berjudul The Etymology of ‘Saracen’ (1932:31-35), Taylor menyarankan setidaknya tujuh penjelasan. Dari mulai sarq bahasa Arab yang bermakna ‘Timur’, Sahara, saraqin, sarak, sharik Saraka hingga Sarah istri nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Namun, Taylor lebih menitikberatkan sejarah kata Saracen ini pada nama wilayah yang disebut oleh Ptolemy. Nama tempat antara pegunungan Judea hingga Mesir, disebut sebagai tempat penduduk Sarakene. Mereka hidup di semenanjung Sinai hingga perbatasan Mesir. Jadi, Saracen ini merujuk suku.
Padahal, saat Ptolemy membuat gambar bumi, Islam belum ada karena menurut catatan Walt Taylor, gambar bumi yang dibuat Ptolemy dan memuat kata Sarakenoi atau Saracens itu pada abad kedua Kristen. Nama itu juga merujuk pada nama suku Sawarke atau Sawarika, meski pada dasarnya hal ini bisa diragukan.
Jadi, sebenarnya Saracen ini lebih memiliki muatan Arabisme, salah satu suku Arab yang tinggal di semenanjung Sinai, yang tidak bisa disebut sebagai kaum Muslim seluruhnya.
Tapi kini, istilah Saracen ini sering digunakan untuk mengeneralisasi umat Muslim. Dan kalaupun gerombolan penebar hoaks bermuatan SARA yang ditangkap itu menggunakan istilah Saracen dengan merujuk arti Eropasentrisme, itu berarti mereka bertiga telah menistakan Islam.
Ini karena, jika kita merujuk istilah Saracen dengan arti Muslim, berarti mereka bertiga itu menggunakan nama Muslim untuk berbohong, untuk menebar kabar palsu, kabar hoaks, kabar yang memecah-belah bangsa, dan itu berarti GNPF-MUI, FPI, HTI dan entah elemen apalagi yang kemarin menggelorakan “Penista Agama”, wajib untuk “menghancurkan” mereka bertiga. Mereka bertiga itu menistakan agama Islam.
0 komentar:
Posting Komentar