Faktor sengaja atau tidak sengaja
terbaliknya bendera Republik Indonesia (RI) saat Sea Games Malaysia
bnerlangsung tentu saja menimbulkan tanda tanya besar bercampur geram
dari sebagian besar rakyat Indonesia
Terbaliknya bendera Negara Indonesia ini
tentu saja tidak masuk nalar logika, andai pun Malaysia berkilah tidak
tahu warna bendera RI, “Kalau itu jawaban pihak kenegaraan Malaysia, ya
tinggal klik geogle saja warna bendera Indonesia pasti telah terdaftar”.
Saat sebagian besar warga Negara RI tidak
terima akan hal ini, namun salah satu Ormas mengaku memiliki pengikut 7
juta anggota yang sangat cinta akan persatuan dan kesatuan dan merawat
ke-bhineka-an negara ini tidak keluarkan sepatah kata pun terkait
peristiwa itu.
Padahal di peristiwa yang berdekatan
dengan terbaliknya bendera NKRI itu, bertepatan ormas FPI juga merayakan
Milad ke-19 yang diperkirakan hadir ribuan orang bertajuk “Merawat
Kebhinekaan dalam Bingkai NKRI Bersyariah” itu, Imam Besar FPI Muhammad
Rizieq Hussein Shihab turut menyampaikan pidato dari Tanah Suci Makkah.
Menurut Habib Rizieq, milad ke-19 FPI yang
bertepatan dengan peringatan 72 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia
memiliki dua makna penting, yakni kemerdekaan dan keberkahan.
Kemerdekaan berarti Indonesia harus bisa melepaskan diri dari
perbudakan, penindasan, tekanan, kebohongan, beban utang, kemiskinan dan
pengangguran. Sedangkan keberkahan hanya dapat tercapai jika
penduduknya beriman dan bertakwa.
“Namun untuk mencapai tujuan itu
diperlukan kerjasama. Untuk menuju Indonesia berkah, kita tidak bisa
bekerja sendiri,” kata Habib Rizieq.
Tommy Suharto yang juga turut hadri dalam
perayaan itu berharap perayaan milad ke-19 FPI ini bisa menjadi modal
utama untuk merapatkan barisan semua elemen masyarakat di negeri ini
demi menjalin persatuan dan kesatuan.
“Semoga semangat kebersamaan yang
ditunjukkan pada Milad ke-19 FPI ini menjadi modal untuk mewujudkan
Indonesia yang lebih baik, lebih berdaulat, lebih bermartabat dan lebih
sejahtera untuk rakyatnya,” katanya.http://www.galamedianews.com/nasional/158257/tommy-suharto-fpi-itu-modal-bagi-indonesia-yang-lebih-berdaulat.html
Jadi apakah makna persatuan dan kesatuan dan merawat kebhinekaan menurut ormas ini?. ntahlah mari sama-sama bingung.
Apakah Berubahnya Paradigma FPI Agar Tidak Terbentur Perpu Ormas
Tema yang diusung FPI pada milad ke-19
memang berbau nasionalis dan jiwa kebanggsaan, apakah perubahan paradigm
yang dilakukan FPI ini untuk hindari benturan dengan Perpu Ormas yang
dikeluarkan pemerintah?.
Selain perubahan paradigma yang dilakukan
FPI, perlawana demi perlawanan menolak diterbitkannya perpu Ormas ini
juga terus dilakukan para petinggi dan kuasa hukum ormas FPI hingga uji
materil ke Mahkamah Konstitusi.
Seperti Ketua Advokasi Hukum FPI Zainal
Abidin Petir mengatakan perlu ada tolok ukur jelas soal kegentingan yang
memaksa Presiden Joko Widodo meneken peraturan pemerintah pengganti
undang-undang (perpu)
“Jangan ada kesan bahwa Presiden
mengeluarkan perpu karena tidak puas dengan sanksi dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas),” kata
Petir dalam wawancara dengan Antara di Semarang, Minggu, 16 Juli 2017.
Petir menanggapi Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Ormas. Dalam perpu itu, disebutkan bahwa Undang-Undang Ormas mendesak untuk segera dilakukan perubahan karena belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif.
Petir menanggapi Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Ormas. Dalam perpu itu, disebutkan bahwa Undang-Undang Ormas mendesak untuk segera dilakukan perubahan karena belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif.
Petir menuturkan Presiden memang berhak
menetapkan perpu sebagaimana ketentuan dalam konstitusi, Pasal 22 Ayat
(1) UUD 1945. Namun, ada syaratnya, yakni dalam kondisi kegentingan yang
memaksa (vide Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan).
Namun, dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82 Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011, pasal itu dinilai cukup jelas atau tidak ada definisi
“kegentingan yang memaksa” sehingga perlu ada batasan yang jelas agar
tidak mengedepankan subyektivitas.
“Nah, apakah kondisi sekarang sudah sangat
genting? Padahal keberadaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 sudah
cukup untuk menjatuhkan sanksi kepada ormas yang dianggap bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945,” ucapnya.
Petir menyatakan, “Sangat bahaya kalau
dalam pembuatan undang-undang kepentingan pribadi atau golongan masuk
karena undang-undang itu untuk mengatur rakyat supaya tertib dan ada
kepastian hukum. Semua harus merasa terlindungi, itu asas pembuatan
peraturan-peraturan perundang-undangan.”
Setidaknya, menurut Petir, parameter
kegentingan adalah adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah
hukum secara cepat. Berikutnya, undang-undang yang dibutuhkan belum ada
sehingga terjadi kekosongan hukum atau undang-undang sudah ada, tapi
tidak memadai.
Kekosongan hukum, kata dia, tidak dapat
diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa (jalur
legislatif) karena akan memakan waktu yang relatif sangat lama,
sementara keadaan sangat mendesak untuk segera diselesaikan.
Lagi pula, UUD 1945 Pasal 28 E ayat (3)
memberikan jaminan kepada setiap orang berhak berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat. Begitu pula, dia melanjutkan, dalam Pasal 24
ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
setiap orang berhak berkumpul, berapat, dan berserikat untuk
maksud-maksud damai.
“Ini era demokrasi. Jangan sampai
pemerintah justru membungkam ide dan kreativitas rakyat dalam melakukan
pengawasan dan kritik membangun,” ujar Ketua Advokasi Hukum FPI ini.https://nasional.tempo.co/read/news/2017/07/17/078891899/bagian-hukum-fpi-tanggapi-perpu-ormas-yang-diteken-jokowi
0 komentar:
Posting Komentar