Intoleransi diantara warga negara disuatu negara bisa mengancam persatuan dan eksistensi suatu negara. Bayangkan apa jadinya jika penduduk mayoritas suatu negara menindas dan menganiaya penduduk minoritas yang lemah. Apapun yang dilakukan atau dikemukakan oleh penduduk minoritas adalah suatu kesalahan. Apa bisa bangsa dan negara tersebut maju dan masyarakatnya sejahtera?
Intoleransi akan berujung pada tindakan radikal yang tidak lagi menganggap hukum sebagai panglima tertinggi dari suatu negara yang berdaulat. Radikalisme akan tumbuh dengan subur jika bibit – bibit intoleransi dibiarkan terus berkembang.
Memang benar perbedaan yang berujung intoleransi tidak bisa dihindari oleh semua negara di dunia ini, tidak terkecuali negara adidaya seperti Amerika Serikat. Perbedaan kulit antara hitam dan putih merupakan isu yang sangat sensitif di Amerika Serikat.
Jika perbedaan kulit adalah isu sensitif di Amerika Serikat maka agama adalah isu sangat sensitif di Indonesia. Perbedaan agama apabila dimaknai dengan nalar yang sakit maka bukan tidak mungkin tindakan main hakim sendiri atas nama agama akan terjadi.
Ada sebagian oknum orang yang lupa bahwa Indonesia mempunyai Pancasila yang merupakan dasar dari negara kita. Karena Pancasila lah kita bisa bertahan dari segala bentuk ancaman perbedaan yang ada. Karena Pancasila lah kita bisa bersatu menjadi bangsa yang kuat.
Saya tidak mengada – ada atau berhalusinasi dengan tindakan intoleransi di negeri ini. Lihat saja bukti dari kasus pembakaran seorang manusia hidup – hidup di Bekasi. Apa itu belum cukup menunjukan betapa hukum negeri ini tidak berlaku untuk mereka. Mereka bertindak main hakim sendiri sehingga menghilangkan nyawa seseorang yang belum tentu bersalah (sumber).
Kasus intoleransi lainnya adalah dimana ada sekelompok orang yang merasa terganggu dengan pembangunan patung disebuah kelenteng di Tuban, Jawa Timur. Segelintir orang tersebut bahkan menuntut patung tersebut untuk dirobohkan padahal bisa saja patung tersebut menjadi salah satu daya tarik wisata karena ini merupakan patung dewa terbesar se Asia Tenggara. Jika ini menjadi destinasi wisata yang populer maka ini pun akan menjadi pemasukan juga bagi masyarakat disana.
Pertanyaan mungkin akan muncul kenapa bisa sampai fenomena intoleransi dan radikalisme ini muncul sekarang. Sepertinya sedikit – sedikit selalu menyerempet ke arah isu SARA. Dulu sepengetahuan saya semuanya berjalan baik – baik saja antar umat beragama maupun suku yang berbeda. Mencermati situasi yang berkembang sekarang, saya rasa revolusi mental sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang berkembang sekarang.
Pendidikan Keluarga dan Sekolah
Pendidikan seorang manusia berawal dari pendidikan keluarga dimana orang tua akan mengajarkan banyak hal kepada anak mereka. Mulai dari mengajarkan mereka bagaimana berperilaku yang baik terhadap orang lain sampai bagaimana bersosialisasi di masyarakat.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa di zaman sekarang ini, banyak orang tua yang mulai lupa akan tugas dan tanggung jawab mereka dalam mendidik anak. Mereka lebih sibuk mengejar harta dan karir daripada fokus dalam mendidik anak – anak mereka.
Pendidikan formal itu penting tapi jika hanya fokus pada pengetahuan intelektual maka manusia yang tercipta adalah manusia pintar tanpa akhlak yang baik. Pendidikan sekolah tidak boleh hanya terfokus pada pengetahuan intelektual tapi juga harus masuk kedalam pendidikan karakter. Jika pendidikan karakter tertanam dengan baik maka sumber daya manusia yang tercipta akan baik secara intelektual maupun karakter.
Tentunya peran orang tua dan sekolah harus dijalankan dengan baik agar sumber daya manusia yang tercipta pun baik. Masalahnya adalah sepertinya kebijakan dalam bidang pendidikan yang masih harus ditingkatkan bukan malah di buat rumit seperti dalam Pemendikbud nomor 23 2017. Aspek kuantitas bukanlah solusi pendidikan keluarga dan sekolah untuk bangsa ini. Bangsa ini perlu sesuatu yang lebih konkrit daripada penambahan waktu disekolah.
Dangkalnya Pemahaman Agama
Ingat tidak ada satupun agama yang diakui di bumi pertiwi ini yang mengajarkan kebencian terhadap umat beragama lainnya. Tidak ada yang mengajarkan membakar orang hidup – hidup karena kejahatan yang belum terbukti.
Jika pemahaman agama seseorang yang dangkal tentunya orang tersebut akan selalu melihat sesuatu dengan kacamata kuda. Mereka hanya akan merasa mereka yang paling benar tanpa mau mengerti maupun berbagi pikiran dengan orang lain yang berbeda dengan mereka.
Ketika agama dipolitisasi untuk kepentingan berkuasa maka sudah pasti bahwa pemahaman mereka tentang agama sangat dangkal. Bagaimana bisa agama yang begitu sakral di perjual belikan hanya demi kekuasaan duniawi. Harusnya agama lah yang menjadi pedoman bagi para pemangku jabatan di negeri ini dalam bertindak demi kebaikan bangsa dan negara.
Ingat agama lah yang bisa membimbing kita semua ke jalan yang benar. Saya juga menyimpulkan bahwa satu – satunya hal yang bisa menangkal intoleransi dan radikalisme adalah pemahaman agama yang benar dan moderat.
Banyak Kantong Kering Ketika Jokowi Memimpin
Untuk yang satu ini mungkin hanya pendapat saya atau mungkin para pembaca seword juga merasakan hal yang sama. Ketika Jokowi mulai memimpin dan memberantas korupsi maupun mereformasi birokrasi yang carut marut, ketika itu pula Jokowi diserang dengan berbagai macam kasus intolersansi dan radikalisme.
Ketika Jokowi memimpin negeri ini rasanya segala macam bentuk kebijakan pemerintah selalu mendapat tentangan dari berbagai kalangan. Padahal kalau menurut saya hampir semua kebijakan pemerintahan Jokowi berpihak pada rakyat walaupun masih ada yang perlu diperbaiki lagi kedepannya.
Ketika bukan Jokowi yang memimpin, hampir tidak pernah kita dengar isu bahwa harus memilih pemimpin yang seagama ataupun kasus penistaan agama yang seheboh kasus seorang Ahok. Semua seakan tenang, kalau ada pun hanya gejolak kecil.
Ada spekulasi yang menyatakan bahwa ketika bukan Jokowi yang memimpin, para pembuat onar di negeri ini sudah di tutup dulu mulutnya dengan dana yang rutin diberikan. Kalau kita menggunakan nalar kita dengan baik maka spekulasi ini ada benarnya juga.
Ketika para pembuat onar ini tidak diberi “makan” oleh seorang Jokowi maka mereka akan menggunakan segala cara melawan Jokowi dan kalau bisa menjatuhkannya. Sayang seribu sayang, ternyata Jokowi seorang yang keras kepala dan tidak akan menyerah dengan mereka, beliau akan melawan segala bentuk ancaman terhadap negeri ini.
Ternyata masalah di negeri ini sangatlah rumit dan tidaklah mudah memimpin negeri yang carut marut seperti ini. Ketika semua orang hanya mementingkan kepentingannya sendiri maka selama itu pula negeri ini akan berjalan dalam kegelapan, untungnya ada beberapa cahaya dari anak – anak bangsa seperti Jokowi, Ahok, Susi, dan Tito Karnavian yang masih mampu bersinar dan melawan kegelapan yang ada.
Intoleransi akan berujung pada tindakan radikal yang tidak lagi menganggap hukum sebagai panglima tertinggi dari suatu negara yang berdaulat. Radikalisme akan tumbuh dengan subur jika bibit – bibit intoleransi dibiarkan terus berkembang.
Memang benar perbedaan yang berujung intoleransi tidak bisa dihindari oleh semua negara di dunia ini, tidak terkecuali negara adidaya seperti Amerika Serikat. Perbedaan kulit antara hitam dan putih merupakan isu yang sangat sensitif di Amerika Serikat.
Jika perbedaan kulit adalah isu sensitif di Amerika Serikat maka agama adalah isu sangat sensitif di Indonesia. Perbedaan agama apabila dimaknai dengan nalar yang sakit maka bukan tidak mungkin tindakan main hakim sendiri atas nama agama akan terjadi.
Ada sebagian oknum orang yang lupa bahwa Indonesia mempunyai Pancasila yang merupakan dasar dari negara kita. Karena Pancasila lah kita bisa bertahan dari segala bentuk ancaman perbedaan yang ada. Karena Pancasila lah kita bisa bersatu menjadi bangsa yang kuat.
Saya tidak mengada – ada atau berhalusinasi dengan tindakan intoleransi di negeri ini. Lihat saja bukti dari kasus pembakaran seorang manusia hidup – hidup di Bekasi. Apa itu belum cukup menunjukan betapa hukum negeri ini tidak berlaku untuk mereka. Mereka bertindak main hakim sendiri sehingga menghilangkan nyawa seseorang yang belum tentu bersalah (sumber).
Kasus intoleransi lainnya adalah dimana ada sekelompok orang yang merasa terganggu dengan pembangunan patung disebuah kelenteng di Tuban, Jawa Timur. Segelintir orang tersebut bahkan menuntut patung tersebut untuk dirobohkan padahal bisa saja patung tersebut menjadi salah satu daya tarik wisata karena ini merupakan patung dewa terbesar se Asia Tenggara. Jika ini menjadi destinasi wisata yang populer maka ini pun akan menjadi pemasukan juga bagi masyarakat disana.
Pertanyaan mungkin akan muncul kenapa bisa sampai fenomena intoleransi dan radikalisme ini muncul sekarang. Sepertinya sedikit – sedikit selalu menyerempet ke arah isu SARA. Dulu sepengetahuan saya semuanya berjalan baik – baik saja antar umat beragama maupun suku yang berbeda. Mencermati situasi yang berkembang sekarang, saya rasa revolusi mental sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang berkembang sekarang.
Pendidikan Keluarga dan Sekolah
Pendidikan seorang manusia berawal dari pendidikan keluarga dimana orang tua akan mengajarkan banyak hal kepada anak mereka. Mulai dari mengajarkan mereka bagaimana berperilaku yang baik terhadap orang lain sampai bagaimana bersosialisasi di masyarakat.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa di zaman sekarang ini, banyak orang tua yang mulai lupa akan tugas dan tanggung jawab mereka dalam mendidik anak. Mereka lebih sibuk mengejar harta dan karir daripada fokus dalam mendidik anak – anak mereka.
Pendidikan formal itu penting tapi jika hanya fokus pada pengetahuan intelektual maka manusia yang tercipta adalah manusia pintar tanpa akhlak yang baik. Pendidikan sekolah tidak boleh hanya terfokus pada pengetahuan intelektual tapi juga harus masuk kedalam pendidikan karakter. Jika pendidikan karakter tertanam dengan baik maka sumber daya manusia yang tercipta akan baik secara intelektual maupun karakter.
Tentunya peran orang tua dan sekolah harus dijalankan dengan baik agar sumber daya manusia yang tercipta pun baik. Masalahnya adalah sepertinya kebijakan dalam bidang pendidikan yang masih harus ditingkatkan bukan malah di buat rumit seperti dalam Pemendikbud nomor 23 2017. Aspek kuantitas bukanlah solusi pendidikan keluarga dan sekolah untuk bangsa ini. Bangsa ini perlu sesuatu yang lebih konkrit daripada penambahan waktu disekolah.
Dangkalnya Pemahaman Agama
Ingat tidak ada satupun agama yang diakui di bumi pertiwi ini yang mengajarkan kebencian terhadap umat beragama lainnya. Tidak ada yang mengajarkan membakar orang hidup – hidup karena kejahatan yang belum terbukti.
Jika pemahaman agama seseorang yang dangkal tentunya orang tersebut akan selalu melihat sesuatu dengan kacamata kuda. Mereka hanya akan merasa mereka yang paling benar tanpa mau mengerti maupun berbagi pikiran dengan orang lain yang berbeda dengan mereka.
Ketika agama dipolitisasi untuk kepentingan berkuasa maka sudah pasti bahwa pemahaman mereka tentang agama sangat dangkal. Bagaimana bisa agama yang begitu sakral di perjual belikan hanya demi kekuasaan duniawi. Harusnya agama lah yang menjadi pedoman bagi para pemangku jabatan di negeri ini dalam bertindak demi kebaikan bangsa dan negara.
Ingat agama lah yang bisa membimbing kita semua ke jalan yang benar. Saya juga menyimpulkan bahwa satu – satunya hal yang bisa menangkal intoleransi dan radikalisme adalah pemahaman agama yang benar dan moderat.
Banyak Kantong Kering Ketika Jokowi Memimpin
Untuk yang satu ini mungkin hanya pendapat saya atau mungkin para pembaca seword juga merasakan hal yang sama. Ketika Jokowi mulai memimpin dan memberantas korupsi maupun mereformasi birokrasi yang carut marut, ketika itu pula Jokowi diserang dengan berbagai macam kasus intolersansi dan radikalisme.
Ketika Jokowi memimpin negeri ini rasanya segala macam bentuk kebijakan pemerintah selalu mendapat tentangan dari berbagai kalangan. Padahal kalau menurut saya hampir semua kebijakan pemerintahan Jokowi berpihak pada rakyat walaupun masih ada yang perlu diperbaiki lagi kedepannya.
Ketika bukan Jokowi yang memimpin, hampir tidak pernah kita dengar isu bahwa harus memilih pemimpin yang seagama ataupun kasus penistaan agama yang seheboh kasus seorang Ahok. Semua seakan tenang, kalau ada pun hanya gejolak kecil.
Ada spekulasi yang menyatakan bahwa ketika bukan Jokowi yang memimpin, para pembuat onar di negeri ini sudah di tutup dulu mulutnya dengan dana yang rutin diberikan. Kalau kita menggunakan nalar kita dengan baik maka spekulasi ini ada benarnya juga.
Ketika para pembuat onar ini tidak diberi “makan” oleh seorang Jokowi maka mereka akan menggunakan segala cara melawan Jokowi dan kalau bisa menjatuhkannya. Sayang seribu sayang, ternyata Jokowi seorang yang keras kepala dan tidak akan menyerah dengan mereka, beliau akan melawan segala bentuk ancaman terhadap negeri ini.
Ternyata masalah di negeri ini sangatlah rumit dan tidaklah mudah memimpin negeri yang carut marut seperti ini. Ketika semua orang hanya mementingkan kepentingannya sendiri maka selama itu pula negeri ini akan berjalan dalam kegelapan, untungnya ada beberapa cahaya dari anak – anak bangsa seperti Jokowi, Ahok, Susi, dan Tito Karnavian yang masih mampu bersinar dan melawan kegelapan yang ada.
0 komentar:
Posting Komentar