Sungguh keterlaluan apa yang dilakukan
oleh pengajar pondok pesantren Ibnu Mas’ud di Tamansari, Bogor. Orang
berinisial MS ini mengakui bahwa dirinya membakar umbul-umbul merah
putih tersebut karena benci NKRI. Jika hanya inisial, tidak seru, kita
bongkar saja sekalian profil orang ini, agar tujuannya untuk dikenal
terwujud. Ia bernama Muhammad SUpriyadi bin Uladi, kelahiran Cirebon 23
Agustus 1998.
“Adapun motif pelaku bahwa kebencian
terhadap NKRI dan menganggap umbul-umbul merah putih 17-an tersebut
sebagai representasi negara yang dijadikan sasaran pelampiasan,” ujar
Kapolresta Bogor AKBP AM Dicky Pastika Gading kepada detikcom, Jumat
(18/8/2017).
Tepat sehari sebelum hari kemerdekaan
Republik Indonesia, pada sore hari tanggal 16 Agustus 2017, pelaku
membakar umbul-umbul merah putih di depan sebuah rumah kosong, tepat di
sebelah pondok pesantren Ibnu Mas’ud. Warga sempat bersitegang dengan
ponpes. Ratusan warga dari sejumlah kampung menghampiri ponpes tersebut
untuk meminta kejelasan.
Ponpes Ibnu Mas’ud ini dikenal dengan
ponpes yang bermasalah. Seperti yang kita ketahui, ponpes ini sudah
beberapa kali didatangi oleh Densus 88. Ponpes ini sempat digeledah,
setelah terjadinya serangan bom di kawasan Thamrin. Dikabarkan ada
beberapa kabar burung bahwa pelaku bom bunuh diri merupakan simpatisan
di ponpes tersebut. Apakah ada hubungannya? Ada gula ada semut, ada
sebab ada akibat. Lantas, apakah ponpes ini adalah penyebab dari
aksi-aksi tersebut?
Hmm.. Pertanyaan yang sulit..
“Tersangka dijerat Pasal 66 jo pasal 24
huruf a UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara
serta Lagu kebangsaan Dan atau pasal 406 KUHP dan atau 187 KUHP,” ujar
Kapolresta Bogor AKBP AM Dicky Pastika Gading
Mengapa bendera tersebut harus dibakar?
Jika tidak suka dengan NKRI, silakan angkat kaki ke tempat lain, jangan
berani-berani kalian membakar atribut-atribut dan lambang negara.
Sekalipun itu umbul-umbul dan bukan bendera, ini adalah hal yang
terlarang! Jangan pisahkan antara agama dan negara. Negara ini adalah
negara beragama.
Polisi sementara sudah memeriksa hampir 30
saksi, yang sebagian besar merupakan pengurus, pengajar, staf, dan
satpam di pondok pesantren Ibnu Mas’ud tersebut. Perwakilan dari warga
desa Sukajaya akhirnya dipertemukan dengan perwakilan ponpes Ibnu Mas’ud
yang juga didampingi perangkat daerah, polisi dan TNI. Pertemuan
tersebut digelar pasca terjadi pembakaran umbul-umbul merah putih di
depan ponpes. Warga yang marah, nyaris bertindak anarkis.
Ternyata keberadaan ponpes, bukannya
membawa berkah, malah membawa ketegangan. Ini sudah tidak sesuai dengan
ajaran Islam Rahmatan Lil Alamin. Mediasi tersebut akhirnya memberikan
sebuah kata mufakat, bahwa kegiatan ponpes tersebut harus dihentikan
sama sekali. Keberadaan ponpes ini menjadi sebuah bentuk yang justru
meresahkan warga.
“Intinya, warga minta ponpes Ibnu Masud
tidak ada lagi di Sukajaya. Keberadaan ponpes meresahkan masyarakat di
sini. Setiap pengatan 17-an, warga sudah sering mengingatkan agar
pengurus untuk memasang bendera atau ikut serta memperingati hari
kemerdekaan. Namun, mereka menolak. Mereka beralasan tidak ada keharusan
untuk mengikuti dan memasang bendera Merah Putih… Puncaknya saat
terjadi pembakaran bendera kemarin malam. Pokoknya, ponpes itu enggak
diterima di desa ini,” ucap Wahyu, salah seorang warga yang menolak
keberadaan ponpes ini.
Kepala Desa Sukajaya, Wahyudin Sumardi
menyampaikan warga dan pihak Yayasan Ibnu Masud sepakat untuk
menghentikan aktivitas di ponpes. Warga Sukajaya diharapkan tetap
menjaga kondisi wilayah Bogor agar tetap aman dan terkendali.
“Sudah sepakat, pihak Ibnu Mas’ud akan
meninggalkan Sukajaya. Mereka pun meminta waktu satu bulan agar pengurus
menyiapkan segala sesuatunya. Yang pasti waktunya hingga 17 Sepetember
mendatang,” katanya di Bogor, Kamis (17/8).
Alangkah baiknya, jika memang pada
akhirnya keberadaan ponpes meresahkan warga, sebaiknya memang kita harus
memperjuangkan NKRI. Jangan sampai NKRI digadaikan dengan pemikiran
garis keras dari agama-agama yang tidak relevan dijalankan.
Kita tahu ada aliran-aliran yang ekstrim,
justru tidak mencerminkan agama mereka yang sesungguhnya. Ini harus
menjadi sebuah hal yang kita perhatikan bersama. Indonesia darurat
radikalisme dan mafia. Indonesia harus berbenah secepatnya!
Kembalikan keamanan dan ketenteraman
negara ini. NKRI itu harga mati, jadi jangan tawar menawar untuk harga
diri NKRI. Sebagaimana kita hidup di Indonesia, marilah kita ikuti
aturan dan tata cara yang ada. Jika tidak suka, silakan minggat dari
NKRI. Tidak perlu tawar menawar dengan hal ini.
Betul kan yang saya katakan?
0 komentar:
Posting Komentar