Sudah tujuh puluh dua tahun bangsa
Indonesia berdiri. Selama tujuh puluh dua tahun itu pula, telah tujuh
kali bangsa ini mengalami pergantian pemimpin. Dari Bung Karno dengan
seragam militernya yang gagah, hingga Jokowi dengan gaya kalemnya yang
khas.
Setiap pemimpin tentu memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing, tak terkecuali Jokowi. Paling tidak ada
dua indikator kesuksesan seorang presiden, yaitu konstitusi UUD 1945
dan Pancasila sebagai dasar negara. Presiden Jokowi memiliki beberapa
pencapaian positif di berbagai bidang. Dalam tulisan ini saya akan
membahas beberapa pencapaian positif Presiden Jokowi, ditinjau dari
sudut pandang Pancasila.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Seorang Jokowi tidak pernah sekalipun menggunakan isu agama sebagai
komoditas politik. Kita tentu masih ingat betul duet mautnya dengan
seorang Kristen bernama Ahok kala masih menjabat sebagai Gubernur DKI
Jakarta. Jauh sebelum dipasangkan dengan Ahok, Jokowi telah
berkolaborasi dengan F.X. Hadi Rudyatmo yang juga seorang non-muslim,
dalam membangun Kota Solo.
Hal ini membuktikan bahwa bagi seorang
Jokowi perbedaan agama bukanlah hal yang patut untuk dipermasalahkan. Ia
siap bekerjasama dengan siapapun, tanpa memandang perbedaan agama.
Bahkan karena sikapnya yang pro terhadap kaum non-muslim, Jokowi kerap
kali dikafir-kafirkan oleh mereka yang notabene adalah saudara
seimannya.
Sikap menghargai kebhinnekaan beragama
semakin jelas ditunjukkan oleh Jokowi ketika menjabat sebagai presiden.
Jokowi tak pernah absen menghadiri perayaan hari besar keagamaan setiap
agama. Ia tidak merasa haram berkumpul bersama kaum non-muslim dan masuk
ke dalam rumah ibadah mereka.
Contoh lainnya adalah penetapan Ahok dan
Riziq Sihab sebagai tersangka. Bila Ahok divonis bersalah dengan tuduhan
penistaan agama kaum muslim, Riziq Sihab pun tak kebal hukum hanya
karena ia seorang muslim dan memiliki banyak pengikut. Penetapan Ketua
Umum Front Pembela Islam tersebut sebagai tersangka menjadi salah satu
bukti bahwa Jokowi tidak berusaha mengambil keuntungan politis apapun
melalui isu-isu agama. Jokowi adalah sosok seorang pemimpin yang selalu
berusaha mewujudkan perdamaian antar umat beragama.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab. Ketika Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta,
seorang pengamat perkotaan Yayat Supriyatna dalam sebuah wawancara
dengan KOMPAS TV pernah mengatakan bahwa Jokowi adalah sosok pemimpin
yang ngewongke atau memanusiakan.
Upaya Jokowi dalam mewujudkan kemanusiaan
yang adil dan beradab sudah nampak sejak ia menjabat sebagai Walikota
Solo. Dalam artikel berjudul “Ini Kisah Sukses Jokowi di Solo”,
Merdeka.com Senin, 9 Juni 2014 menceritakan dengan jelas kesuksesan
Jokowi menata pedagang kaki lima di Solo.
Saat itu dirinya hendak memindahkan para
PKL di daerah Banjarsari ke tempat yang telah disediakan. Menariknya,
Jokowi menggunakan pendekatan yang amat persuasif kepada sekitar 989
pedagang yang sebelumnya menolak untuk direlokasi. Jokowi mengajak para
koordinator paguyuban PKL makan bersama di Loji Gandrung, rumah dinas
walikota.
Bukan hanya sekali dua kali, Jokowi bahkan
sampai 53 kali menjamu mereka untuk makan siang bersamanya tanpa
sekalipun membahas masalah relokasi. Hasilnya pada jamuan makan ke 54,
ketika Jokowi mengutarakan niatnya untuk merelokasi para PKL ke tempat
yang baru, tak satupun di antara mereka yang menolak. Para PKL sangat legowo saat mereka dipindahkan ke tempat yang baru.
Ini adalah sebuah prestasi besar bagi
seorang kepala daerah, mengingat di daerah lain biasanya relokasi
identik dengan konflik dan kekerasan. Dalam wawancaranya dengan media
lokal, Jokowi mengatakan bahwa para PKL bersedia direlokasi bukan karena
sudah diajak makan, namun karena mereka merasa dimanusiakan.
Setelah menjabat sebagai presiden,
kepedulian Jokowi pada isu kemanusiaan semakin nampak dalam arah
kebijakan yang ia keluarkan maupun reaksi spontannya dalam meresponi
sebuah masalah. Kita tentu ingat tentang sekelompok anak SD di Kabupaten
Bengkayang, Kalimantan Barat yang meminta tas kepada Presiden Jokowi.
Laporan KOMPAS.com Rabu, 12 April 2017,
menceritakan bahwa Jokowi meresponi permintaan anak-anak tersebut dengan
sangat baik. Bukan hanya mengirim tas sesuai permintaan keempat anak
tersebut, Jokowi bahkan mengirimkan paket bantuan untuk pelajar SD di
beberapa sekolah di Kabupaten Bengkayang. Paket tersebut berisi seragam
sekolah, sandal, tempat bekal dan botol minum, juga seperangkat lengkap
alat tulis. Ini bukti yang sangat jelas dan nyata bahwa Jokowi
memikirkan betul kondisi rakyat kecil bahkan sampai ke pelosok-pelosok
desa di Indonesia.
Baca disini http://nasional.kompas.com/read/2017/04/12/10101501/pelajar.sd.bengkayang.minta.tas.ini.yang.dikirim.jokowi
Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Dalam
menyatukan Indonesia, Jokowi memiliki cara yang berbeda dengan para
pendahulunya. Caranya merangkul rakyat dari Sabang sampai Merauke
terbilang unik. Ia hadir pertama-tama dengan konsep Tol Laut. Ide ini
pertama kali muncul pada Debat Calon Presiden kedua antara Probowo dan
Jokowi pada 15 Juni 2014 silam.
Dalam pemaparannya, Jokowi mengatakan
bahwa dengan adanya Tol Laut harga barang di Indonesia barat dan timur
tidak akan terlalu jauh berbeda. Tol Laut, seperti namanya Tax On Location
adalah sebuah jalur bebas hambatan bagi kapal-kapal yang membawa
logistik dari Indonesia barat ke Indonesia timur, maupun sebaliknya. Tol
Laut mencakup pengoperasian kapal besar, optimalisasi pelabuhan, serta
pengaturan rute pelayaran dan jadwal kapal, yang nantinya akan menjadi
solusi bagi masalah konektivitas antar pulau di Indonesia.
Keberadaan Tol Laut memiliki makna yang
begitu mendalam bagi rakyat Indonesia, bukan hanya secara ekonomis namun
juga ideologis. Dengan Tol Laut ini, Jokowi bukan hanya berhasil
menekan harga barang di wilayah Indonesia timur dan memberikan rasa
keadilan, tapi juga menyatukan nusantara dari Sabang sampai Merauke.
Usahanya bukanlah tanpa hasil. Pada Jumat,
1 Juli 2017, ratusan anggota Organisasi Papua Merdeka mendeklarasikan
sikapnya untuk menghentikan aksi bersenjata melawan pemerintah
Indonesia. Dilansir Viva.co.id Minggu, 2 Juli 2017, ratusan anggota OPM
tersebut menyatakan diri bergabung dan setia kepada NKRI. Hal ini tidak
lain karena kinerja nyata dan komitmen pemerintah dalam membangun Papua
telah dirasakan dampaknya oleh sebagian besar rakyat Papua. Dengan
demikian, jelas bahwa Jokowi telah berhasil menyatukan Indonesia.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Jokowi
adalah sosok pemimpin yang ingin memastikan semua orang merasa didengar.
Diplomasi blusukan yang dilakukannya sejak menjabat Walikota
Solo merupakan bukti bahwa Jokowi adalah pemimpin yang ingin mendengar
suara rakyat. Jokowi bukanlah pemimpin yang memutuskan segala sesuatunya
secara sepihak, sekalipun ia berhak melakukannya.
Sejak dilantik 20 Oktober 2014, Jokowi
rajin mengundang tamu dari berbagai kalangan masyarakat ke istana. Salah
satunya adalah ketika Jokowi menjamu tukang ojek dan supir angkot untuk
makan bersama di Istana Merdeka, seperti yang dilansir KOMPAS.com,
Selasa, 1 September 2015. Dalam artikel berjudul “Jokowi Ajak Tukang
Ojek dan Sopir Angkot Makan Bareng di Istana” itu, Jokowi mengatakan
bahwa ide acara tersebut muncul karena adanya masukan dari masyarakat
ketika dirinya blusukan.
Beberapa hari sebelumnya di Jakarta sempat
terjadi bentrokan antara ojek dan taksi konvensional dengan ojek dan
taksi berbasis online, sehingga menimbulkan keresahan para pengguna
angkutan umum. Melalui pertemuan tersebut Jokowi berharap ketegangan
antar kedua belah pihak dapat diredam, tentunya sambil menunggu
pemerintah membenahi regulasi dan tata kelola terkait angkutan umum.
Contoh lain yang lebih ekstrem tentang
pencapaian Jokowi dalam mengimplementasikan sila keempat ini adalah
adanya negosiasi antara BIN dengan kelompok bersenjata pecahan GAM yang
dipimpin oleh Din Minimi. Dilansir DetikNews.com, Selasa, 29 Desember
2015, Kepala BIN, Sutiyoso pergi ke Aceh untuk bernegosiasi dengan Din
Minimi berserta anggotanya. Dalam keterangan persnya, Sutiyoso
mengatakan bahwa dirinya tinggal di rumah Din Minimi dan tidur disana
untuk mendapatkan kata sepakat.
Dari hasil negosiasi tersebut, 120 orang
anggota kelompok bersenjata Din Minimi bersedia menyerahkan diri,
lengkap dengan 15 pucuk senjata api dan 1 karung amunisi. Kasus Din
Minimi ini menunjukkan adanya itikad baik dari pemerintahan Joko Widodo
untuk menyelesaikan setiap masalah separatisme dengan mengedepankan
prinsip musyawarah mufakat.
Baca disini http://news.detik.com/berita/3106777/cerita-kepala-bin-sutiyoso-bujuk-din-minimi-dan-anak-buah-turun-gunung
Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. Sejak menjabat pada Oktober 2014, Jokowi menyatakan
bahwa di masa kepemimpinannya, pembangunan di Indonesia tidak lagi jawa
sentris. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan infrastruktur yang
difokuskan pada wilayah timur Indonesia, khususnya Papua. Jokowi ingin
dengan dibangunnya infrastruktur, masyarakat Papua dapat merasakan
keadilan.
Tol Laut merupakan salah satu program
terbaik di masa pemerintahanya. Program ini betul-betul dapat
menghadirkan rasa keadilan bagi rakyat Indonesia timur. Jokowi sadar
betul bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar
wilayahnya berupa lautan, sehingga untuk menguasai Indonesia, pemerintah
harus mampu menakhlukkan lautan.
Dalam sebuah video yang diunggah melalui akun youtube
Presiden Joko Widodo, Jokowi menjelaskan kepada rakyat Indonesia
tentang apa yang sedang dilakukannya dengan Tol Laut. Ia ingin
menyatukan Indonesia dan memberikan rasa keadilan dengan menghubungkan
pulau-pulau di Indonesia. Selain Tol Laut, Jokowi juga membangun
infrastruktur lain di Indoesia timur, seperti bandara, pasar, SPBU, dan
jalan raya. Detik.News.com Selasa 7 Februari 2017 melaporkan data dari
Kementerian PUPERA bahwa total panjang jalan Trans Papua di Provinsi
Papua telah mencapai panjang 3.259,45 km, sedangkan di Provinsi Papua
Barat mencapai 1.070,62 km.
Usaha Jokowi dalam melakukan pemerataan
dan mewujudkan keadilan membuahkan hasil yang cukup baik. Berdasarkan
laporan Detik.News.com Senin 27 Maret 2017, harga barang di Kabupaten
Puncak, Papua menunjukkan penurunan yang signifikan. Harga bensin yang
sebelumnya Rp 50.000/liter, mulai Agustus 2016 menjadi Rp 6.500/liter.
Hal ini menjadi bukti bahwa pembangunan di era Jokowi telah berdampak
positif pada penurunan harga sembako di wilayah Indonesia timur.
Baca disini https://news.detik.com/berita/d-3457791/kabupaten-puncak-papua-punya-pusat-grosir-harga-sembako-jadi-murah
Dari ulasan di atas, kita dapat melihat
bahwa prestasi Jokowi dapat diukur dengan parameter yang jelas.
Kesuksesan Jokowi dalam memimpin Indonesia bukan hanya dapat dirasakan
secara subjektif oleh kelompok tertentu. Prestasi Jokowi dalam memimpin
Indonesia dapat dipertanggungjawabkan dengan landasan dasar negara.
Tentu saja masih banyak pencapaian beliau yang tidak sempat saya bahas.
Namun paling tidak, beberapa contoh yang saya paparkan dapat membantu
kita dalam melihat pencapaian Jokowi secara objektif ditinjau dari sudut
pandang Pancasila.
0 komentar:
Posting Komentar