Pendiri Museum Rekor Indonesia, Jaya Suparna menyerahkan plakat
penghargaan rekor pendonor mata terbanyak kepada Amir Jemaat Ahmadiyah
Indonesia, Mln. Abdul Basith, Shd
Benarkah seorang Muslim bisa taat kepada
seorang Khalifah dan Negara pada saat yang sama? Jawabannya bisa kita
lihat pada Ahmadiyah. Bagi yang belum pernah mendengar, Ahmadiyah
merupakan bagian dari sekte Islam yang sudah berada di 210 negara,
termasuk Indonesia. Sejak tahun 1920, mereka mulai menyebarkan
pemahamannya di kota Tapaktuan, Aceh melalui seorang ustadz bernama
Maulana Rahmat Ali H.A.O.T. Sampai sekarang, Ahmadiyah sudah tersebar di
berbagai kota-kota besar di seluruh Indonesia.
Pemerintah sudah resmi membubarkan Hizbut
Tahrir Indonesia(HTI) berdasarkan revisi Perppu Ormas yang baru. Sebelum
dibubarkan, HTI pun melancarkan keluhannya terhadap revisi itu melalui
Komnas HAM. HTI mempersoalkan mengapa organisasi seperti Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah) malah diberi tempat di Indonesia. Pada
tanggal 7 Juli 2017 di Kantor Komnas HAM, Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib
menyebutkan bahwa Ahmadiyah berbeda dari Islam yang ada di Indonesia.
Menurut HTI, seharusnya Ahmadiyah juga turut dibubarkan. Lantas, apakah
tanggapan Ahmadiyah? Mereka menjawabnya dengan dua buah rekor MURI!.
Sama seperti HTI, Ahmadiyah juga
menyetujui adanya konsep Khalifah dalam Islam. Namun terdapat perbedaan
yang sangat dalam di antara keduanya. HTI menginginkan konsep Khalifah
yang memiliki wilayah kekuasaan di atas suatu negara. Sedangkan
Ahmadiyah menjunjung tinggi kedaulatan suatu negara karena Khalifah
mereka lebih bersifat spiritual. Khalifah Ahmadiyah membimbing seluruh
anggota Jemaat Ahmadiyah untuk melaksanakan ajaran Islam sesuai Al Quran
dan Petunjuk Nabi Besar Muhammad SAW tanpa harus merebut kekuasaan di
sebuah negara. Berbeda dengan HTI yang anti pancasila, Ahmadiyah sangat
menjunjung tinggi Pancasila dan kedaulatan NKRI.
Buktinya, baru-baru ini Ahmadiyah meraih
dua penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas kiprah mereka
dalam gerakan Donor Mata di Indonesia. Jaya Supriana, sebagai pendiri
MURI, mendatangi kantor pusat Ahmadiyah pada hari Sabtu, 22 Juli 2017,
untuk menyerahkan penghargaan pertama sebagai “Komunitas Pendonor Mata
Terbanyak di Indonesia secara berkesinambungan” secara langsung kepada
Amir Nasional Ahmadiyah Hj. Abdul Basit.
Selain ini, penghargaan kedua juga
diberikan kepada Desa Manislor Kuningan – Jawa Barat, sebagai Rekor
Nasional untuk Desa dengan warganya terbanyak Pendonor Mata, sebanyak
1.516 orang. Perlu diketahui bahwa sebagian besar penduduk dari Desa
Manislor adalah anggota Ahmadiyah. Saat ini, ada sekitar 6.800 orang
anggota komunitas Ahmadiyah telah tercatat sebagai Calon Donor Mata di
Bank Mata. Kedepannya, Ahmadiyah menargetkan sebanyak 10 ribu anggota
bisa terdaftar sebagai Calon Donor Mata.
Indonesia adalah salah satu negara yang
tingkat kesadaran untuk mendonorkan kornea mata sangat rendah/sedikit.
Padahal, kebutuhan akan transplantasi kornea cukup tinggi. Hingga kini
setidaknya terdapat 25 ribu antrian tunggu penerima donor kornea. “Baru
sekitar 5-10 persen penderita kebutaan yang bisa ter-cover untuk
menerima transplantasi kornea. Padahal yang membutuhkan ribuan orang,”
Ahli Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UGM, Prof.Dr Suhardjo[1].
Melihat kesempatan yang luas untuk melayani masyarakat Indonesia, para
anggota Ahmadiyah pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ini juga
sebagai salah satu cara para anggota Ahmadiyah mentaati perintah Allah
Ta’ala pada surat Al-Maaidah ayat 2 “ta’aawanu ‘alal birri wa taqwa
walaa ta’aawanu ‘ala itsmi wal udwan” (tolong menolonglah kamu dalam
berbuat kebajikan dan ketakwaan dan jangan kamu tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran).
Selain donor kornea mata, Ahmadiyah juga
turut aktif melakukan gerakan donor darah. Setiap tahun, Ahmadiyah
melaksanakan Gerakan Donor Darah Indonesia (GDDN) di berbagai kota di
Indonesia. Selain itu, setiap tanggal 1 Januari anggota Ahmadiyah
mengadakan aksi turun ke jalan. Bukan untuk membuat kerusahan atau
berdemo, melainkan mengumpulkan dan membersihkan sampah-sampah sisa-sisa
hasil perayaan tahun baru. Selebihnya, Ahmadiyah juga turut mengadakan
simposium perdamaian nasional setiap tahunnya.
Kelompok aliran agama yang menjadi
minoritas kerap mendapatkan diskriminasi di Indonesia. Meskipun berjasa
bagi Indonesia, sebagian anggota Ahmadiyah yang tinggal di Desa Manislor
masih sulit untuk mendapatkan E-KTP. Namun, hal ini tidak akan
menyurutkan seluruh anggota Ahmadiyah untuk selalu berkontribusi bagi
bangsa dan negara. Hal ini adalah bukti kecintaan Ahmadiyah kepada
Pancasila dan bentuk aplikasi dari kelima sila yang tertera di
Pancasila.
0 komentar:
Posting Komentar