Mantap! Kalau benar permintaan ini ditindak lanjuti. Ya, betul Pak Jokowi, kami mohon, Bapak tidak melantik kepala daerah yang menang karena keuntungan yang mereka dapatkan dari penyebaran ujaran kebencian.
Seandainya saya bertemu Pak Jokowi, saya akan sampaikan suara sayang sama untuk meminta dia tidak melantik dan bahkan membatalkan kemenangan kelapa daerah manapun karena kampanye SARA. Karena Indonesia saat ini, membutuhkan pemimpin-pemimpin tangguh, pintar, inovatif, bijaksana dan berani, seperti Pak Jokowi.
Pemberitaan setiap hari di televisi melihat modus operandi kejahatan sindikat Saracen mulai terungkap. Ia juga menilai pengguna jasa Saracen dalam Pilkada terkuak. Petrus Selestinus, Koordinator TPDI, mengatakan, “Sebagaimana Polri telah mengkonstatasi indikasi sindikat Saracen mengunggah konten bermuatan SARA selama Pilkada. Kelompok Saracen harus mendapatkan perhatian yang serius dan perlu diambil tindakan tegas, termasuk menunda atau tidak melantik Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih siapapun dia dan di daerah pemilihan manapun,” kata Petrus dalam keterangan tertulis, Minggu (27/8/2017).
Menurut Petrus, sindikat Saracen termasuk kejahatan SARA yang serius dan sistemik. Dengan menggunakan modus operandi penyebarannya melalui Saracen sebagai penyebar berita hoax yang menyebarkan berita yang tergolong ujaran kebencian” atau SARA selama Pilkada dimanapun.
Saya jadi ingat Om Eep yang menjadi pengotak dari kampanye ayat dan mayat. Lalu saya tarik kembali ke masa lalu, bagaimana gencarnya propanga tentang penolakan jenazah seorang nenek karena dia pendukung Ahok. Akh, sangat-sangat menjijikkan dan menyedihkan. Dan Jakarta itu luas sekali, tapi berita atau isu tentang apapun yang menyerang Paslon nomor 2 saat itu, menyebar dengan cepat dan serentak. Siapa pihak yang bisa menyebarkan secepat itu kalau bukan sebuah jaringan yang terorganisir dengan baik?? Apalagi setiap sharing postingan dari satu akun biasanya ditambah-tambahkan komentar-komentar yang mampu memperburuk dan membakar amarah orang dalam itungan detik.
Kampanye Pilkada Jakarta is the worse campaign EVER in history! EVER! Sangat-sangat memalukan! Dunia menjadi saksi kekalahan Ahok di Pilkada karena SARA dan juga menjadi saksi kemenangan Anies yang totally unfair! Saya tidak tahu kalau ada daerah lain di Indonesia yang mengalami kampanye Pilkada seburuk atau lebih buruk dari Pilkada Jakarta, dimana calon gubernur dengan intentsive di setiap kesempatan melakukan pembunuhan karakter lawan instead of menjelaskan program yang akan dia lakukan jika menang! Sangat tidak profesional!
Petrus juga berpandangan sama dengan saya. Dia mengatakan, “Maraknya Kejahatan SARA secara masif selama Pilkada, termasuk Pilkada DKI Jakarta, patut diduga Kelompok Saracen berada dibalik penggunaan teknologi informasi penyebar berita hoax ujaran Kebencian/SARA,”
Menurut Petrus, hal itu direncanakan secara sistematis berawal dari usul inisatif revisi UU Pilkada yang hasilnya justru memperlemah penindakan pelaku kejahatan SARA. Lalu, rendahnya ancaman pidana terhadap kejahatan SARA di dalam UU Pilkada No. 10 Tahun 2016.
Petrus menuturkan kejahatan SARA dalam Pilkada menurut UU No.10 Tahun 2016 ancaman pidananya hanya paling rendah 3 bulan dan paling tinggi 18 bulan. Padahal ancaman pidana kejahatan SARA di dalam UU No. 40 Tahun 2008, Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis adalah maksimum 6 (enam) tahun penjara.
“Diskriminasi dalam Penegakan Hukum dalam event Pilkada yang terjadi, karena telah mendapat tempat di dalam rumusan pasal-pasal dalam UU Pilkada No. 10 Tahun 2016. Ini bukan sebuah kebetulan atau sekedar kekhilafan DPR dan Pemerintah, akan tetapi ini sebuah “grand design” kekuatan besar yang ingin menguasai dan berkuasa dalam pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur/Bupati-Wakil Bupati dan Walikota-Wakil Walikota di daerah pemilihan yang strategis (politik, ekonomi dan budaya),” kata Petrus.
Hal itu, kata Petrus, dikendalikan melalui sejumlah partai politik di DPR sehingga membuahkan produk hukum yang diskriminatif, yang bertujuan untuk memperlemah penegakan hukum melalui kejahatan SARA dalam Pilkada.
Terdapat celah yang bersifat membuka ruang untuk masuknya kejahatan SARA dalam Pilkada guna memenangkan pasangan calon di daerah Pilkada tertentu.
“Karena itu kalau saja dalam penyidikan kasus ujaran kebencian yang diduga dilakukan oleh Kelompok Saracen terdapat keterlibatan oknum-oknum Partai Politik, Tim Sukses Pasangan Calon bahkan Pasangan Calon itu sendiri dalam Pikada, maka baik Presiden ataupun Menteri Dalam Negeri diminta untuk tidak melantik Pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur atau Bupati-Wakil Bupati dan Walikota-Wakil Walikota yang bersangkutan,” ujar Petrus.
Sebab, Petrus mengingatkan memenangkan Pilkada melalui kejahatan SARA yang secara tegas dilarang dan diancam dengan pidana penjara oleh UU. Namun selama Pilkada termasuk Pilkada DKI Jakarta tidak seorangpun dipenjara karena kampanye yang kontennya SARA.
Apa yang diungkapkan Petrus 101% betul. Dari dulu saya selalu bilang, jika kampanye SARA ini tidak terstruktur, harusnya ada satu atau beberapa pihak dari kubu mereka yang mengingat untuk menghentikan apa yang serang menyebar di seluruh Jakarta tentang etnis, tentang ayat dan mayat, tentang status Ahok yang tersangka karena kasus penistaan agama. Semua itu tidak ada hubungannya dengan kompetensi Ahok sebagai pemimpin. Apa yang kita lihat saat itu adalah komentar-komentar yang justru mendukung adanya ujaran kebencian, berita hoax dan menyudutkan Ahok sebagai double minority.
Ini berbahaya! Melihat Gubernur yang sebegitu kejinya dalam berkata-kata walaupun gaya bahasa dia sangat santun. Gubernur yang sangat pandai menghindar apapun yang ditagihkan dan dituduhkan. Ditambah didukung oleh pengusung yang hanya memiliki tujuan mengendalikan kekuasaan untuk kemudahaan dan kenyamanan mereka. Saya akan bilang, “Pak Jokowi, ini akan mengganggu gerakan pembangunan berkeadilan sosial bagi seluruh warga dan rakyat Indonesia!”
Demi keamanan dan keselamatan negara, mendobrak dan menabrak apa yang sudah diundang-undangkan atas kemenangan seorang kepala daerah dengan cara kampanye SARA hukumnya SAH, Pak Jokowi. Sah menurut hati nurani, logika dan agama karena ini menyangkut kemaslahatan rakyat banyak.
0 komentar:
Posting Komentar