BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan
sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling
tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di
bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana
mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya
reformasi.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan
kerukunan antar umat beragama di Indonesia, dari luar maupun dalam
negeri kita sendiri. Namun dengan kendala tersebut warga Indonesia
selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka
banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari
berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat
beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan,
pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif
dalam masyarakat.
Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah
tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas
dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian kerukunan umat beragama?
2) Apa pentingnya kerukunan umat beragama?
3) Conflik kerukunan beragama?
4) Cara menjaga kerukunan umat beragama?
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau
tiang-tiang yang menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan
kesejahteraan kepada penghuninya] secara luas bermakna adanya suasana
persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda
secara suku, agama, ras, dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna
suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan;
serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan
damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti
itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan
menghargai sesama, serta cinta-kasih.
Sedangkan kerukunan umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama
yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja
sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan
pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan umat
beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai
contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan
pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum dan telah terdaftar di
pemerintah daerah.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah,
Provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara
beserta instansi pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban
termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat beragama,
mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh kembangkan
keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya
diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di
Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan
tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat,
menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan
aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan.
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;
1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara
2.2 Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia
Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di
Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk
hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat
Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada
masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya
dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja.
Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat
memecahkan semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan
manusia. Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena
memberikan sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui
bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-segi lainnya,
termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah
mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi,
keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting. Kalau kita
masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita sendiri
saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang paling berat
dalam usaha memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun ketika
kontak-kontak antaragama sering kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka
muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang tidak
lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai
muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain yang pada gilirannya
mendorong terjadinya saling pengertian. Di masa lampau, kita berusaha
menutup diri dari tradisi agama lain dan menganggap agama selain agama
kita sebagai lawan yang sesat serta penuh kecurigaan terhadap berbagai
aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih mengedepankan sikap
keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.
2.3 Jenis – Jenis Kerukunan Antar Umat Beragama
- Kerukunan antar pemeluk agama yang sama, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya, kerukunan sesama orang Islam atau kerukunan sesama penganut Kristen. Kerukunan antar pemeluk agama yang sama juga harus dijaga agar tidak terjadi perpecahan, walaupun sebenarnya dalam hal ini sangat minim sekali terjadi konflik.
- Kerukunan antar umat beragama lain, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat yang memeluk agama berbeda-beda. Misalnya, kerukunan antar umat Islam dan Kristen, antara pemeluk agama Kristen dan Budha, atau kerukunan yang dilakukan oleh semua agama. Kerukunan antar umat beragama lain ini cukup sulit untuk dijaga. Seringkali terjadi konflik antar pemeluk agama yang berbeda.
2.4 Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama
- Terciptanya suasana yang damai dalam bermasyarakat
- Toleransi antar umat Beragama meningkat
- Menciptakan rasa aman bagi agama – agama minoritas dalam melaksanakan ibadahnya masing masing
- Meminimalisir konflik yang terjadi yang mengatasnamakan Agama
2.5 Kendala-Kendala Kerukunan Antar Umat Beragama
1) Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi
antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap
toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P.
Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak
langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut
persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa
enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang
lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda
keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain. Masing-masing
agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu
sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang
terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan
sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara
beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan
konflik.
2) Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai
kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama
khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara
faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah
dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin
berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik
buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut
memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah
petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang
sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat
ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri
ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi
darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di
sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan
bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik
juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
3) SikapFanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan
berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan
berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam
radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan
praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya
diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat
menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk
Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif
aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena
masing-masing sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya,
juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam
tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran
dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain
memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang
bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok
eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa
tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk
meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan
bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja
yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling
mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut,
maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.
2.6 Solusi Masalah Kerukunan Antar Umat Beragama
1) Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik
secara tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan
pertarungan. Karena itulah dalam perkembangan ilmu sejarah dalam
beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada politik yang
kemudian disebut sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan
mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga
memunculkan apa yang disebut sebagai “sejarah baru” (new history).
Sejarah model mutakhir ini lazim disebut sebagai “sejarah sosial”
(social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political
history). Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di
Indonesia akan sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan
sisi-sisi lain hubungan para penganut kedua agama ini di luar bidang
politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan
kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara
damai (peaceful co-existence) di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga
agama-agama lain) akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan
dengan peningkatan globalisasi, revolusi teknologi komunikasi dan
transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama
dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan
begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa
hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat beragama
lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan
dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang
dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi negara
yang secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas
tertentu, juga mengalami kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya,
sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu, khususnya agama
yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu
tertentu―ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang
cepat, yang memunculkan krisis― pertikaian dan konflik sangat boleh jadi
meningkat intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan
perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama.
Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari
pertukaran (exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang
yang secara longgar dapat disebut sebagai “non-agama.” Bahkan terjadi
juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan
keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada
tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini
jelas memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai
pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada
gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.
2) Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap
terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira
kita tidak perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya
mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan
dialog.
Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis. Pertama,
pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga
dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai
universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai
perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari misalnya, di universitas umum
seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi
Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa
menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham
keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga
bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan FKBA di
Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam menumbuhkembangkan paham
pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan
perlunya perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka
seringkali mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil
untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai problem
keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran semacam
ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi
juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak
terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya.
Kita seringkali prihatin melihat orang-orang awam yang pemahaman
keagamaannya bahkan bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri. Inilah
kesalahan kita bersama. Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan fisik
peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan
kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami
dan mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam
menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah
disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun
kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun berkali-kali
masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat
kita sudah bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik.
Ini merupakan ujian bagi agama autentik (authentic religion) dan
penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin
agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri
kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi
menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada
generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih
mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada
gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra
daripada sebagai lawan.
2.7 Cara Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama
- Menjunjung tinggi toleransi antar umat Beragama di Indonesia. Baik yang merupakan pemeluk Agama yang sama, maupun dengan yang berbeda Agama. Rasa toleransi bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misalnya seperti, pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain dalam interaksi sehari – harinya, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah waktunya mereka melakukan ibadah. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia, karena jika rasa toleransi antar umat beragama di Indonesia sudah tinggi, maka konflik – konflik yang mengatasnamakan Agama di Indonesia dengan sendirinya akan berkurang ataupun hilang sama sekali.
- Selalu siap membantu sesama dalam keadaan apapun dan tanpa melihat status orang tersebut. Jangan melakukan perlakuan diskriminasi terhadap suatu agama, terutama saat mereka membutuhkan bantuan. Misalnya, di suatu daerah di Indonesia mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Kristen. Bagi Anda yang memeluk agama lain, jangan lantas malas dan enggan untuk membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena perbedaan agama. Justru dengan membantu mereka yang kesusahan, kita akan mempererat tali persaudaraan sebangsa dan setanah air kita, sehingga secara tidak langsung akan memperkokoh persatuan Indonesia.
- Hormatilah selalu orang lain tanpa memandang Agama apa yang mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan sopan kepada siapapun. Biasakan pula untuk menomor satukan sopan santun dalam beraktivitas sehari harinya, terlebih lagi menghormati orang lain tanpa memandang perbedaan yang ada. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.
- Bila terjadi masalah yang membawa nama agama, tetap selesaikan dengan kepala dingin dan damai, tanpa harus saling tunjuk dan menyalahkan. Para pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang baik dan tidak merugikan pihak – pihak manapun, atau mungkin malah menguntungkan semua pihak. Hal ini diperlukan karena di Indonesia ini masyarakatnya sangat beraneka ragam.
2.8 Faktor-Faktor Penyebabkan Timbulnya Masalah Kerukunan Antar Umat Beragama
1. Sikap prasangka stereotype etnik dan dijiwai oleh suasana persaingan yang tajam
2. Penyiaran agama yang ditujukan kepada kelompok yang sudah menganut agama
3. Penyendirian rumah beribadah, pendirian rumah ibadah kelompok
minoritas ditengah kelompok mayoritas juga dapat mengganggu hubungan
antar umat beragama, keyakinan yang bersifat mutlak ini menimbulkan
penolakan yang bersifat mutlak pula terhadap kebenaran agama lain yang
diyakini oleh pemiliknya sebagai kebenaran mutlak.
2.9 Pola Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama
1. Manusia Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi Pancasila. Ini sebagai titik tolak pembangunan.
2. Berbeda suku, adat dan agama saling memperkokoh persatuan.
3. Kerukunan menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan.
4. Kerukunan dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
5. Ketidak rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama, mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara.
6. Pelita III: kehidupan keagamaan dan kepercayaan makin dikembangkan
sehingga terbina hidup rukun di antara sesama umat beragama untuk
memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam membangun masyarakat.
7. Kebebasan beragama merupakan beban dan tanggungjawab untuk memelihara ketentraman masyarakat.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa kerukunan
umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan
toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai
dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam
kehidupan masyarakat dan bernegara. berbagai macam bahasan mengenai
kerukunan antar umat beragama, yaitu : Kendala-kendala yang dihadapi
dalam mencapai kerukunan umat beragama di Indonesia ada beberapa sebab,
antara lain; rendahnya sikap toleransi, kepentingan politik dan sikap
fanatisme. Adapun solusi untuk menghadapinya, adalah dengan melakukan dialog antar pemeluk agama dan menanamkan sikap optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat beragama.
3.2 Saran
Sudah saatnya bukan perbedaan lagi yang kita cari atau yang kita
bicarakan, tapi persamaanlah yang seharusnya kita cari karena dari
persamaanlah hidup ini akan saling menghargai, menghormati dan selaras.
Lewat persamaan kita bisa jalin persaudaraan dan mempererat tali
silahturahi, denga begitu aka tercpta kerukunan dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/…/Makalah-Kerukunan-Antar-Umat-Beragama – Tembolok – Mirip
0 komentar:
Posting Komentar