Kalau pun sistem khilafah kita anut, maka tetaplah ia tidak
terlepas dari teori-teori hasil adopsi dari sistem diluar Islam. Dan ini
telah dibuktikan sejarah, hampir semua periode khilafah tidak terlepas
dari adopsi adopsi dari luar.
Al-Quran tak pernah
menerangkan dan menganjurkan sistem kenegaraan yang disebut khilafah.
Sistem ini tidak ada dalam Al-Quran. Negara yang disebut dalam Al-Quran
ada dua: Negara Thayyibah dan Negara Khabitsah.
Negara Thayyibah
adalah negara yang baik dan negara Khobitsah adalah negara yang buruk.
Dalam surat Al A’raf ayat 58 disebutkan : “Wal baladut thoyyibu
yakhruju nabatahu biidznihi robbihi walladzi khobutsa la yakhruju illa
nakida. Kadzalika nushorriful ayati liqoumin yaskurun”. Artinya: “Dan
negara yang baik adalah yang muncul banyak buah buahan denga izin
tuhannya. Dan negara yang buruk tidak ada yang keluar kecuali
kesengsaraan. Demikianlah kami jelaskan tanda tanda bagi hamba yang
bersyukur.”
Dan sistem untuk bisa mencapai negara yang
Thayyibah, menurut Al-Qur-an, harus dicapai melalui manajemen syukur,
sebagaimana dalam surat Saba’ ayat 15 :”Wasykuru lahu baldatun
thayyibatun warabbun ghafur”. Dan bersyukurlah kepada Allah, negaramu
akan menjadi negara yang baik dan Allah selalu memberikan
ampunanan-Nya.
Negara kita Indonesia dilihat dari segi
konstitusinya sebetulnya sudah sesuai dengan ayat tersebut diatas,
terbukti dengan adanya pembukaan UUD 45 alenia ke 3 disebutkan : “Atas
berkat Rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Berdasarkan alenia ini kita tahu bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersyukur kepada Allah S.W.T.
Demikian
juga kalau dilihat dari sila yang pertama dari Pancasila, Ketuhanan
yang Mahaesa. Kita faham bahwa negara kita adalah negara yang
berdasarkan tauhid, artinya imam kepada Allah dan hari akhir. Jadi
sesuai dengan doa Nabi Ibrahim dalam surat Al-Baqarah ayat 126, yang
artinya : “Ketika berdoa Ibrahim, ya Allah jadikan negeri ini negeri
yang aman sentosa, dan berilah rizqi berupa buah buahan kepada warganya,
yaitu yang beriman kepada Alloh dan hari akhir”.
Demikian
juga sila-sila seterusnya didalam Pembukaan UUD 45, kalau kita teliti
dan kita kaji semuanya tidak ada yang bertentangan dengan Al-Quran dan
Hadits. Semuanya sesuai dengan Islam. “Para pendiri negara kita adalah
ulama-ulama’ Islam yang jempolan, hebat. Mereka bukan orang yang bodoh.
KH Wahid Hasyim, KH Agus Salim, KH Abdul Kahhar Mudzakir dll, bukanlah
ulama’ sembarangan. Sudah mereka pertimbangkan masak masak mana yang
terbaik buat bangsa kita,” kata KH Imam Ghozali Said.
Mengenai
sistim negara khilafah yang di dengung dengungkan oleh kelompok umat
Islam garis keras sebetulnya faham tersebut banyak yang bertentangan
dengan Al-Quran dan Hadits.
Pertama, sistim tersebut tidak pernah
ada adalah sistim syukur. Kedua, mereka berusaha menghapus negara
kebangsaan. Bahwa Al-Quran mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia
terdiri atas bangsa bangsa dan suku suku untuk saling kenal mengenal,
menghargai satu sama lain juga menghargai hak haknya sebagai
bangsa.(lihat dalam surat Hujurat ayat 13)
Yang ketiga, mereka berusaha menghilangkan sistim demokrasi. Kata mereka sistim demokrasi adalah sistim orang kafir.
Padahal
sistim demokrasi muncul dari musyawarah. Dan musyawaroh di perintah
dalam Al-Quran dalam surat Syura 38 disebutkan “Wa am ruhum syura
bainahum” (Dan menghadapi perkaramu hendaklah kamu bermusyawarah
diantara kalian ),
Ingat dalam sejarah, ketika Rasulullah wafat,
beliau tidak mewasiatkan penggantinya. Maka berkumpullah para sahabat
Muhajirin dan Anshar untuk bermusyawarah mencari pengganti Nabi. Dalam
musyawarah tersebut, kaum Muhajirin mengajukan jagonya. Demikian juga
kaum Anshar juga mengajukan jagonya. Dan akhirnya dalam musyawarah
tersebut terpilihlah sahabat Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah
pengganti Rosululloh secara demokratis.
Demikian juga
dengan terpilihnya Sayyidina Umar bin Khatab, Sayyidina Utsman bin
Affan, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, mereka diangkat khalifah melalui
pilihan yang demokratis.
Apakah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali yang menyetujui adanya pilihan demokratis ini juga kafir? Naudzu billah min dzalik.
Jangan-jangan
mereka itu warisan kaum Khawarij yang mengkafirkan sahabat Utsman,
Ali, Abu Musa Al Asy’-ari yang akhirnya membunuh sahabat Ali R.a.
Mereka adalah kaum yang mudah mengkafirkan orang yang tidak sefaham.
Apakah
kita rela kalau nantinya negara republik Indonesia ini hilang,
kemudian diganti dengan imperium tirani yang mereka cita citakan dan
mereka kuasai dengan berkedok Islam? Naudzu billah min dzalik.
Kenapa pemerintahan Indonesia dianggap sah?
Pertama,
pemilihan secara langsung yang dilakukan di indonesia itu sama persis
dengan pengangkatan Sayyidina Ali karramalahu wajhah untuk menduduki
jabatan khilafah. Ini adalah pandangan ibnu katsir dalam kitab bidayah
wan nihayah.
Kedua, presiden terpilih di Indonesia dilantik oleh
MPR yang dapat disepadankan dengan ahlulhalli wal aqdi. Ketiga, sudah
terpenuhinya maqosid syariah (tujuan syariah) pernyataan ini telah
digambarkan oleh Imam Ghozali dalam kitab Iqtishod fil i’tiqod,
menyatakan “dengan demikian tidak bisa dipungkiri, kewajiban mengangkat
seorang pemimpin karena mempunyai manfaat dan menjauhkan mudhorot di
dunia ini”.
Secara kasat mata jika konversi sistem itu
dilakukan maka akan menimbulkan mudharat yang lebih besar. Seperti
timbulnya chaos dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan keamanan.
Lantaran, timbulnya kevakuman pemerintah atau sebagian golongan yang
tidak mendapatkan dukungan dari rakyat secara luas, dan ini
dimungkinkan akan terjadi perang saudara, bahkan bisa menimbulkan
pertumpahan darah.
Terlebih lagi mendirikan khilafah itu terbantahkan oleh dalil-dalil berikut ini.
Pertama,
idak memilki akar dalil syar’i yang qot’i. Karena itu sangat pantaslah
dan menjadi tugas bersama untuk membangun suatu bangsa apapun bentuk
sistemnya.
Kedua, persoalan pemerintah (imamah) dalam
pandangan ahlussunnah wal jamaah bukan bagian dari masalah aqidah,
melainkan termasuk persoalan siyasah dan muamalah. Karena itu bolehlah
untuk berbeda pandangan dalam memilih sistem. Asal maqosid syariah
sudah terpenuhi
Ketiga, secara geografis negara kita
mempunyai banyak pulau, mengubah menjadi sistem khilafah itu akan
menimbulkan kecemburuan agama lain untuk ikut juga merdeka (dalam
artian menentukan sistem dalam mengatur hidup kelompok agama mereka),
dan dampak ini akan terasa pada daerah yang Islamnya sangat minoritas.
Keempat,
masyarakat masih belum siap untuk melaksanakan hukum Islam secara
kafah, terutama permasalahan pidana. Secara otomatis masyarakat yang
sama sekali belum siap akan secara berangsur angsur akan meninggalkan
agama Islam.
Kelima, jika memang telah disepakati ide formalisasi
syariah, maka timbul pertanyaan teori syariah manakah yang akan
diterapkan?..
“Jujur saja, walaupun sistem khilafah yang
kita anut, maka tetaplah ia tidak terlepas dari teori teori hasil
adopsi dari sistem diluar Islam. Dan ini telah dibuktikan sejarah,
hampir semua periode khilafah tidak terlepas dari adopsi adopsi dari
luar.”
0 komentar:
Posting Komentar