![Anti Pancasila](https://arrahmahnews.files.wordpress.com/2016/01/anti-pancasila.jpg?w=697&h=400&crop=1)
JAKARTA, ARRAHMAHNEWS.COM –
Maraknya gerakan Terorisme, Takfirisme, Wahabisme dan Khilafah di
Indonesia yang ingin menghilangkan Nasionalisme bangsa, serta identitas
Negara, beberapa waktu lalu salah satu keinginan politik dari Hizbut
Tahrir untuk memiliki kekuasaan sendiri dalam bentuk negara yang mereka
sebut khilafah nubuwwah yang gencar diserukan oleh syabab-syabab
(anggota) mereka, termasuk juga didunia online.
![Anti Khilafah](https://arrahmahnews.files.wordpress.com/2016/01/anti-khilafah.jpg?w=940)
Seharusnya HTI, ISIS, dan Wahabi ini harus segera disikapi serius oleh pemerintah, Gus Solah pun angkat bicara masalah HTI ini, beliau menyesalkan gerakan dakwah Islam itu menuntut pendirian negara Islam. Menurut dia, hal tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila. “Saya ingin melihat, sejauh mana mereka buat khilafah Islamiyah. Enggak mungkin juga (terbentuk). Nanti yang jadi khalifahnya, siapa? Pancasila sudah baik,” ujar dia. Gus Sholah; HTI Itu Siapa?
Mungkin ini bisa jadi rujukan pemikiran tentang sejumlah cacat pikir sistem Khilafah yang ditawarkan HT. Pertama,
HT memutlakkan konsep Khilafah sebagai satu-satunya model pemerintahan
dalam Islam. Dalam konsep ini, HT tidak percaya bahwa Indonesia boleh
berdiri independen sebagai sebuah negara bangsa. HT percaya bahwa kaum
muslim Indonesia harus tunduk pada pemerintahan Khilafah dunia Islam di
bawah seorang Khalifah yang mungkin saja berada di negara lain (misalnya
di Arab Saudi atau di Iraq atau di tempat lain). Pemimpin pemerintahan
di Indonesia harus tunduk pada Khalifah itu.
![Jangan Tinggal di Indonesia Kalau Anti Pancasila](https://arrahmahnews.files.wordpress.com/2016/01/jangan-tinggal-di-indonesia-kalau-anti-pancasila.jpg?w=940)
Kedua,
sebagai konsekuensi dari pandangan pertama, HT tidak percaya pada
konsep Negara Kesatuan RI yang berdaulat. Indonesia adalah bagian dari
Khilafah Islam. Indonesia adalah semacam ‘negara bagian’ dari Khilafah.
Bila Indonesia menolak keputusan Khalifah, pemimpin di Indonesia bisa
diganti. Lebih buruk lagi, bila Indonesia tetap menolak setelah ada
ancaman sanksi oleh Khalifah, Indonesia bisa diperangi.
Ketiga, HT tidak percaya
pada Pancasila, pada UUD 45 dan segenap rujukan konstitusi negara
Indonesia. HT tidak percaya pada demokrasi, tidak percaya pada pemilu.
Bila saat ini HT menerimanya, itu hanya untuk sementara. Dalam bayangan
HT, suatu saat nanti Indonesia harus diubah menjadi menjadi bagian dari
Khilafah Islam.
Keempat, HT
menomorduakan warga non-Islam. Dengan kata lain, HT diskriminatif. Dalam
konsep Khilafah Islam yang dibayangkan HT, kaum, non-Islam adalah warga
kelas dua. Melalui jargon izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan
orang-orang Islam), HT menganakemaskan kelompok Muslim seraya
menganaktirikan kelompok yang lain. Ini tidak berarti warga non-Islam
tidak mendapat pelayanan pendidikan, sosial, ekonomi, dan sebagainya.
Tapi kaum non-muslim tidak memiliki hak politik yang sama, misalnya
dalam hal memilih pemimpin.
Kelima, dalam Khilafah
yang dibayangkan HT, kalaulah ada partai politik, maka partai politik
itu haruslah berupa partai politik Islam. Kalaulah ada pemilu, pemilu
tersebut hanya boleh diikuti umat Islam.
Keenam, pemilu pada
dasarnya hanyalah pilihan terakhir. Yang ideal dalam pola pemilihan
pemimpin adalah pemilihan melalui keputusan organisasi semacam majelis
alim-ulama yang mempersatukan para ulama dan cerdik pandai. Dalam hal
ini setiap negara yang menjadi bagian dari Khilafah (misalnya saja
Indonesia, Malaysia, Brunei. Iraq dan seterusnya) akan mengajukan nama
para calonnya yang akan ditetapkan semacam Majelis Sentral Alim Ulama di
pusat Khilafah.
Ketujuh, HT tidak
percaya pada parlemen yang mengendalikan Khalifah dan pemerintah. Dalam
konsep HT, begitu seorang pemimpin terpilih dan dibaiat (disumpah),
seluruh rakyat dalam Khilafah harus tunduk dan percaya padanya. Si
pemimpin kemudian harus menjalankan kepemimpinan dengan senantiasa
merujuk pada Syariah. Ia lah yang menunjuk para pembantunya, termasuk
menunjuk pemimpin di setiap daerah yang menjadi bagian dari Khilafah.
Kedelapan, dalam konsep
ini seorang Khalifah tidak memiliki batas waktu kepemimpinan. Dia baru
diganti kalau wafat, tidak lagi melandaskan kepemimpinannya pada Syariah
atau memimpin dengan cara yang zalim. Bila ia melanggar Syariah, ia
boleh ditumbangkan dengan kekerasan.
Kesembilan, selama ia
masih memimpin berdasarkan Syariah, keputusan Khalifah tidak boleh tidak
dituruti. Rakyat dan para alim ulama, kaum cerdik pandai, bisa saja
memberi masukan, namun keputusan terakhir da di tangan Khalifah. Mereka
yang berani tidak taat akan dianggap sebagai melakukan pembangkangan.
Dan mereka yang membangkang bisa dihukum mati.
Kesepuluh, HT
anti-keragaman hukum. HT menganggap tidak perlu ada UU yang dibuat oleh
para wakil rakyat. HT percaya Syariah saja sudah cukup. Namun bila
memang ada kebutuhan untuk mengeluarkan peraturan, Khalifah dan
pembantu-pembantunya dapat saja membuat peraturan yang mengikat seluruh
warga. Itulah setidaknya sepuluh persoalan serius dalam tawaran konsep
Khilafah menurut HT yang jelas-jelas bertentangan dengan gagasan NKRI
dan demokrasi. Masih ada yang tertarik? Inilah 10 Sesat Pikir Hizbut
Tahrir.
Mari kita pahami sekali lagi, bahwa gerakan yang mengatasnakan dakwah Islam dan kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah atau yang mengajak untuk kembali kepada ke-khilafahan merupakan sebuah usaha pengelabuan terhadap kaum muslimin yang awam untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah. Sehingga gerakan ekstrem yang mengatasnamakan agama ini (Wahabi Takfiri dan Wahabi Khawarij) serta gerakan politik dengan mengerahkan massa seperti HTI ataupun PKS dan bentukannya yang berusaha menguasai lembaga tinggi negara dan keagamaan seperti MUI, hadir sebagai gerakan politik yang ingin mempengaruhi kebijakan negara dan pemerintahan Indonesia serta menghacurkan tradisi dan budaya keagamaan ala NU.
Baru-baru ini Ketua Pengurus Wilayah
Nahdlatul Ulama Jawa Barat, Eman Suryaman, memberikan tekanan kepada
pemerintah di wilayah Jawa Barat agar dalam menanggulangi radikalisme
agama dan tindakan terorisme memperhatikan akar-akar tumbuhnya gerakan
radikal. Menurutnya, pihak kepolisian, militer dan terutama gubernur
Jawa Barat harus pro-aktif menerjemahkan kebijakan pemerintah pusat
dalam masalah ini.
“Saat pertemuan di Polda Jabar sehari
sebelum ledakan bom Sarinah-Tamrin, saya bilang bahwa dalam rangka
memberantas terorisme, kita harus fokus juga pada akar-akar tumbuhnya
radikalisme. Pemerintah misalnya, tidak hanya teriak kenceng mengutuk
dan menembak terorisme, melainkan harus pula tegas dengan ormas-ormas
yang anti-Pancasila dan mengobarkan semangat pendirian khilafah,”
katanya usai membuka acara Musyawarah Nasional Keluarga Mahasiswa
Nahdlatul Ulama di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia Bandung,
Jumat (22/1).
Menurut Eman, selama ini pemerintah dalam urusan terorisme cenderung mengambil tindakan reaktif dan melupakan tindakan preventif. Padahal, menurutnya, gerakan-gerakan pengacau seperti terorisme itu ada genealogi dan juga ada pertautan dengan situasi kultural di mana ormas-ormas Islam yang anti-Pancasila yang ingin menegakkan khilafah atau daulah islamiah itu turut memicu tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan Islam dan melanggar garis kehidupan Pancasila.
“Kelompok-kelompok Islam garis keras ini
merasa tidak memiliki rasa sayang kepada masyarakat, tidak memiliki rasa
hormat terhadap negara dan mereka mengacak-acak situasi damai untuk
kepentingan ideologi-politik mereka. Menganggap Pancasila sebagai tagut,
menganggap Pancasila dan NKRI sebagai pemerintahan yang kafir atau
gampang memurtadkan orang itu adalah bagian dari benih-benih kekerasan,
dan tidak selaras dengan garis rahmatan lil alamin,” paparnya.
Dengan alasan kepedulian terhadap
keselamatan bangsa dan tegaknya hukum PWNU Jabar menurut Eman mengambil
sikap tegas dalam hal ini dan mendorong gubernur, kepolisian dan aparat
yang terkait seperti Badan Intelijen Negara juga mengambil sikap tegas
terhadap ormas-ormas itu.
“Kalau ormas-ormas yang anti Pancasila
dan gerakan-gerakan penebar kebencian itu terus berlangsung, benih-benih
ekstremisme juga akan terus berjalan. Harus diantisipasi dengan cara
preventif langsung. Bubarkan ormas-ormas yang anti Pancasila itu,”
tegasnya. (ARN/Berbagai Media)
0 komentar:
Posting Komentar