Penulis: Al-Ustadz Abu Abdillah Luqman Ba’abduhFirqoh-Firqoh, 27 Agustus 2005, 09:50:23
Ketika kaum muslimin, terkhusus para aktivisnya, telah menjauhi dan meninggalkan metode dan cara yang ditempuh oleh para nabi dan generasi Salaful Ummah di dalam mengatasi problematika umat dalam upaya mewujudkan Daulah Islamiyyah, tak pelak lagi mereka akan mengikuti ra`yu dan hawa nafsu. Karena tidak ada lagi setelah Al-Haq yang datang dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya n serta Salaful Ummah, kecuali kesesatan. Sebagaimana firman Allah:فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ“Maka apakah setelah Al Haq itu kecuali kesesatan?” (Yunus: 32)Dengan cara yang mereka tempuh ini, justru mengantarkan umat ini kepada kehancuran dan perpecahan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَأَنَّ
هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُوْنَ“
Dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutlah dia, dan
janganlah kalian mengikuti As-Subul (jalan-jalan yang lain), karena
jalan-jalan itu menyebabkan kalian tercerai berai dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah Ta’alaepadamu agar kalian bertaqwa.”
(Al-An’am: 153)Diantara cara-cara sesat yang mereka tempuh antara
lain:1. Penyelesaian problem umat melalui jalur politik dengan ikut
terjun langsung atau tidak langsung dalam panggung politik dengan
berbagai macam alasan untuk membenarkan tindakan mereka. Diantara mereka
ada yang beralasan bahwa tidak mungkin Daulah Islamiyyah akan terwujud
kecuali dengan cara merebut kekuasaan melalui jalur politik, yaitu
dengan memperbanyak perolehan suara dukungan dan kursi jabatan dalam
pemerintahan. Sehingga dengan banyaknya dukungan dan kursi di
pemerintahan, syariat Islam bisa diterapkan. Walaupun dalam
pelaksanaannya, mereka rela untuk mengadopsi dan menerapkan sistem
politik Barat (kufur) yang bertolak belakang seratus delapan puluh
derajat dengan Islam. Mereka sanggup untuk berdusta dengan menyebarkan
isu-isu negatif terhadap lawan politiknya. Bila perlu, merekapun sanggup
untuk mencampakkan prinsip-prisip Islam yang paling utama dalam rangka
untuk memuluskan ambisi mereka, baik melalui acara ‘kontrak politik’
atau yang semisalnya.(1) Bahkan tidak jarang merekapun sanggup untuk
berdusta atas nama Ulama Ahlus Sunnah dengan mencuplik fatwa-fatwa para
ulama tersebut dan mengaplikasikannya tidak pada tempatnya. Cara ini
lebih banyak dipraktekkan oleh kelompok Al-Ikhwanul Muslimun. Sebagian
kelompok lagi beralasan bahwa melalui politik ini akan bisa
direalisasikan amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa, yaitu dengan
menekan dan memaksa mereka menerapkan hukum syariat Islam dan
meninggalkan segala hukum selain hukum Islam. Walaupun sepintas lalu
mereka tampak ‘menghindarkan diri’ untuk terjun langsung ke panggung
politik demokrasi seperti halnya kelompok pertama, namun ternyata mereka
menerapkan cara-cara Khawarij di dalam melaksanakan aktivitas
politiknya. Yaitu melalui berbagai macam orasi politik yang penuh dengan
provokasi, atau dengan berbagai aksi demonstrasi dengan menggiring anak
muda-mudi sebagaimana digiringnya gerombolan kambing oleh
penggembalanya. Kemudian mereka menamakan tindakan-tindakan tersebut
sebagai tindakan kritik dan kontrol serta koreksi terhadap penguasa,
atau terkadang mereka mengistilahkannya dengan amar ma’ruf nahi munkar.
Yang ternyata tindakan mereka tersebut justru mendatangkan kehinaan bagi
kaum muslimin serta ketidakstabilan bagi kehidupan umat Islam, baik
sebagai pribadi muslim ataupun sebagai warga negara di banyak negeri.
Dengan ini, semakin pupuslah harapan terwujudnya Daulah Islamiyyah. Cara
ini lebih banyak dimainkan oleh kelompok Hizbut Tahrir. Maka Ahlus
Sunnah menyatakan kepada mereka, baik kelompok Al-Ikhwanul Muslimun
ataupun Hizbut Tahrir serta semua pihak yang menempuh cara mereka,
tunjukkan kepada umat ini satu saja Daulah Islamiyyah yang berhasil
kalian wujudkan dengan cara yang kalian tempuh sepanjang sejarah
kelompok kalian. Di Mesir kalian telah gagal total, bahkan harus ditebus
dengan dieksekusinya tokoh-tokoh kalian di tiang gantungan atau
ditembak mati, dan semakin suramnya nasib dakwah. Di Al-Jazair pun
ternyata juga pupus bahkan berakhir dengan pertumpahan darah dan
perpecahan. Atau mungkin kalian akan menyebut Sudan, sebagai Daulah
Islamiyyah yang berhasil kalian dirikan, dimana kalian berhasil dalam
Pemilu di negeri tersebut. Namun apa yang terjadi setelah itu…? Wakil
Presidennya adalah seorang Nashrani, lebih dari 10 orang menteri di
kabinet adalah Nashrani. Atau mungkin kalian menganggap itu sebagai
kesuksesan di panggung politik di negeri Sudan, ketika kalian berhasil
‘mengorbitkan’ salah satu pembesar kalian di negeri tersebut dan
memegang salah satu tampuk kepemimpinan tertinggi di negeri itu, yaitu
Hasan At-Turabi. Apakah orang seperti dia yang kalian banggakan, orang
yang berakidah dan berpemikiran sesat?! Simak salah satu ucapan dia:
“Aku ingin berkata bahwa dalam lingkup daulah yang satu dan perjanjian
yang satu, boleh bagi seorang muslim – sebagaimana boleh pula bagi
seorang Nashrani– untuk mengganti agamanya.”(2) Kami pun mengatakan
kepada kelompok Hizbut Tahrir dengan pernyataan yang sama. Bagaimana
Allah akan memberikan keberhasilan kepada kalian sementara kalian
menempuh cara-cara Khawarij yang telah dikecam keras oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam sekian banyak haditsnya? Dimana
prinsip dan dakwah kalian –wahai Hizbut Tahrir—dibanding manhaj yang
diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam
menyampaikan nasehat kepada penguasa, sebagaimana hadits beliau, dari
shahabat ‘Iyadh bin Ghunm: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda:مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانِ فَلاَ يُبْدِهِ
عَلاَنِيَةً، وَلَكِنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ فَيَخْلُو بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ
مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلاَّ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ“Barangsiapa yang
hendak menasehati seorang penguasa, maka jangan dilakukan secara
terang-terangan (di tempat umum atau terbuka dan yang semisalnya, pent).
Namun hendaknya dia sampaikan kepadanya secara pribadi, jika ia
(penguasa itu) menerima nasehat tersebut maka itulah yang diharapkan,
namun jika tidak mau menerimanya maka berarti ia telah menunaikan
kewajibannya.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, Al-Baihaqi. Hadits ini
dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani di dalam Zhilalul Jannah hadits no.
1096) 2. Jenis cara batil yang kedua adalah melalui tindakan atau
gerakan kudeta/revolusi terhadap penguasa yang sah, dengan alasan mereka
telah kafir karena tidak menerapkan hukum/syariat Islam dalam praktek
kenegaraannya. Kelompok pergerakan ini cenderung menamakan tindakan
teror dan kudeta yang mereka lakukan dengan nama jihad, yang pada
hakekatnya justru tindakan tersebut membuat kabur dan tercemarnya nama
harum jihad itu sendiri. Mereka melakukan pengeboman di tempat-tempat
umum sehingga tak pelak lagi warga sipil menjadi korban. Bahkan tak
jarang di tengah-tengah mereka didapati sebagian umat Islam yang tidak
bersalah dan tidak mengerti apa-apa. Cara-cara seperti ini lebih banyak
diperankan oleh kelompok-kelompok radikal semacam Jamaah Islamiyyah,
demikian juga Usamah bin Laden –salah satu tokoh Khawarij masa kini—
dengan Al-Qaeda-nya beserta para pengikutnya dari kalangan pemuda yang
tidak memiliki bekal ilmu syar’i dan cenderung melandasi sikapnya di
atas emosi. Cara-cara yang mereka lakukan ini merupakan salah satu
bentuk pengaruh pemikiran-pemikiran sesat dari tokoh-tokoh mereka,
seperti: a. Abul A’la Al-Maududi, dimana dia menyatakan: “…Mungkin telah
jelas bagi anda semua dari tulisan-tulisan dan risalah-risalah kita
bahwa tujuan kita yang paling tinggi yang kita perjuangkan adalah:
MENGADAKAN GERAKAN PENGGULINGAN KEPEMIMPINAN. Dan yang saya maksudkan
dengan itu adalah untuk membersihkan dunia ini dari kekotoran para
pemimpin yang fasiq dan jahat. Dan dengan itu kita bisa menegakkan
imamah yang baik dan terbimbing. Itulah usaha dan perjuangan yang bisa
menyampaikan ke sana. Itu adalah cara yang lebih berhasil untuk mencapai
keridhaan Allah dan mengharapkan wajah-Nya yang mulia di dunia dan
akhirat.” (Al-Ushusul Akhlaqiyyah lil Harakah Al-Islamiyyah, hal. 16)
Al-Maududi juga berkata: “Kalau seseorang ingin membersihkan bumi ini
dan menukar kejahatan dengan kebaikan… tidak cukup bagi mereka hanya
dengan berdakwah mengajak manusia kepada kebaikan dan mengagungkan
ketakwaan kepada Allah serta menyuruh mereka untuk berakhlak mulia. Tapi
mereka harus mengumpulkan beberapa unsur (kekuatan) manusia yang shalih
sebanyak mungkin, kemudian dibentuk (sebagai suatu kekuatan) untuk
merebut kepemimpinan dunia dari orang-orang yang kini sedang memegangnya
dan mengadakan revolusi.” (Al-Ususul Akhlaqiyah lil Harakah
Al-Islamiyyah, hal. 17-18) b. Sayyid Quthb. Pernyataan Sayyid Quthb
dalam beberapa karyanya yang mengarahkan dan menggiring umat ini untuk
menyikap lingkungan dan masyarakat serta pemerintahan muslim sebagai
lingkungan, masyarakat, dan pemerintahan yang kafir dan jahiliyah.
Pemikiran ini berujung kepada tindakan kudeta dan penggulingan kekuasaan
sebagai bentuk metode penyelesaian problema umat demi terwujudnya
Khilafah Islamiyyah. Metode berpikir seperti tersebut di atas disuarakan
pula oleh tokoh-tokoh mereka yang lainnya seperti Sa’id Hawwa, Abdullah
‘Azzam, Salman Al-‘Audah, DR. Safar Al-Hawali, dan lain-lain.(3)
Buku-buku dan karya-karya mereka telah tersebar luas di negeri ini, yang
cukup punya andil besar dalam menggiring para pemuda khususnya untuk
berpemikiran radikal serta memilih cara-cara kekerasan untuk mengatasi
problematika umat ini dan menggapai angan yang mereka canangkan. Maka
wajib bagi semua pihak dari kalangan muslimin untuk berhati-hati dan
tidak mengkonsumsi buku fitnah karya tokoh-tokoh Khawarij. Demikian juga
buku-buku kelompok Syi’ah Rafidhah yang juga syarat dengan berbagai
provokasi kepada umat ini untuk melakukan berbagai aksi dan tindakan
teror terhadap penguasa. Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan
taufiq-Nya kepada pemerintah kita agar mereka bisa mencegah peredaran
buku-buku sesat dan menyesatkan tersebut di tengah-tengah umat, demi
terwujudnya stabilitas keamanan umat Islam di negeri ini. Khilafah
Islamiyyah bukan Tujuan Utama Dakwah para NabiDari penjelasan-penjelasan
di atas jelas bagi kita, bahwa banyak dari kalangan aktivis
pergerakan-pergerakan Islam yang menyatakan bahwa permasalahan Daulah
Islamiyyah merupakan permasalahan yang penting, bahkan terpenting dalam
masalah agama dan kehidupan.Dari situ muncul beberapa pertanyaan besar
yang harus diketahui jawabannya oleh setiap muslim, yaitu: Apakah
penegakan Daulah Islamiyyah adalah fardhu ‘ain (kewajiban atas setiap
pribadi muslim) yang harus dipusatkan atau dikosentrasikan pikiran,
waktu, dan tenaga umat ini untuk mewujudkannya?Kemudian: Benarkah bahwa
tujuan utama dakwah para nabi adalah penegakan Daulah Islamiyyah?Maka
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, mari kita simak
penjelasan para ulama besar Islam berikut ini. Al-Imam Abul Hasan
Al-Mawardi berkata di dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyah: “…Jika
telah pasti tentang wajibnya (penegakan) Al-Imamah
(kepemerintahan/kepemimpinan) maka tingkat kewajibannya adalah fardhu
kifayah, seperti kewajiban jihad dan menuntut ilmu.” Sebelumnya beliau
juga berkata: “Al-Imamah ditegakkan sebagai sarana untuk melanjutkan
khilafatun nubuwwah dalam rangka menjaga agama dan pengaturan urusan
dunia yang penegakannya adalah wajib secara ijma’, bagi pihak yang
berwenang dalam urusan tersebut.” (Al-Ahkam As-Sulthaniyah, hal.
5-6)Imamul Haramain menyatakan bahwa permasalahan Al-Imamah merupakan
jenis permasalahan furu’. (Al-Ahkam As-Sulthaniyah, hal. 5-6)Asy-Syaikh
Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata: “Maka anda melihat pernyataan mereka
(para ulama) tentang permasalahan Al-Imamah bahwasanya ia tergolong
permasalahan furu’, tidak lebih sebatas wasilah (sarana) yang berfungsi
sebagai pelindung terhadap agama dan politik (di) dunia, yang dalil
tentang kewajibannya masih diperselisihkan apakah dalil ‘aqli ataukah
dalil syar’i…. Bagaimanapun, jenis permasalahan yang seperti ini
kondisinya, yang masih diperselisihkan tentang posisi dalil yang
mewajibkannya, bagaimana mungkin bisa dikatakan bahwa masalah Al-Imamah
ini merupakan puncak tujuan agama yang paling hakiki?”Demikian jawaban
dari pertanyaan pertama. Adapun jawaban untuk pertanyaan kedua, mari
kita simak penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
:“Sesungguhnya pihak-pihak yang berpendapat bahwa permasalahan Al-Imamah
merupakan satu tuntutan yang paling penting dalam hukum Islam dan
merupakan permasalahan umat yang paling utama (mulia) adalah suatu
kedustaan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin, baik dari
kalangan Ahlus Sunnah maupun dari kalangan Syi’ah (itu sendiri). Bahkan
pendapat tersebut terkategorikan sebagai suatu kekufuran, sebab masalah
iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah perma-salahan yang jauh lebih
penting daripada perma-salahan Al-Imamah. Hal ini merupakan permasalahan
yang diketahui secara pasti dalam dienul Islam.” (Minhajus Sunnah
An-Nabawiyah, 1/16)Kemudian beliau melanjutkan:“…Kalau (seandainya)
demikian (yakni kalau seandainya Al-Imamah merupakan tujuan utama dakwah
para nabi, pent), maka (mestinya) wajib atas Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam untuk menjelaskan (hal ini) kepada umatnya sepeninggal
beliau, sebagaimana beliau telah menjelaskan kepada umat ini tentang
permasalahan shalat, shaum (puasa), zakat, haji, dan telah menentukan
perkara iman dan tauhid kepada Allah Ta’ala serta iman pada hari akhir.
Dan suatu hal yang diketahui bahwa penjelasan tentang Al-Imamah di dalam
Al Qur`an dan As Sunnah tidak seperti penjelasan tentang
perkara-perkara ushul (prinsip) tersebut… Dan juga tentunya Diantara
perkara yang diketahui bahwa suatu tuntutan terpenting dalam agama ini,
maka penjelasannya di dalam Al Qur`an akan jauh lebih besar dibandingkan
masalah-masalah lain. Demikian juga penjelasan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam terntang permasalahan (Al-Imamah) tersebut akan lebih
diutamakan dibandingkan permasalahan-permasalahan lainnya. Sementara Al
Qur`an dipenuhi dengan penyebutan (dalil-dalil) tentang tauhid kepada
Allah Ta’ala, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta tanda-tanda
kebesaran-Nya, tentang (iman) kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab
suci-Nya, para rasul-Nya, dan hari akhir. Dan tentang kisah-kisah (umat
terdahulu), tentang perintah dan larangan, hukum-hukum had dan warisan.
Sangat berbeda sekali dengan permasalahan Al-Imamah. Bagaimana mungkin
Al Qur`an akan dipenuhi dengan selain permasalahan-permasalahan yang
penting dan mulia?” (Minhajus Sunnah An-Nabawiyah, 1/16)Setelah kita
membaca penjelasan ilmiah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas, lalu
coba kita bandingkan dengan ucapan Al-Maududi, yang menyatakan bahwa: 1.
Permasalahan Al-Imamah adalah inti permasalahan dalam kehidupan
kemanusiaan dan merupakan pokok dasar dan paling mendasar.2. Puncak
tujuan agama yang paling hakiki adalah penegakan struktur Al-Imamah
(kepemerintahan) yang shalihah dan rasyidah.3. (Permasalahan Al-Imamah)
adalah tujuan utama tugas para nabi.Menanggapi hal itu, Asy-Syaikh Rabi’
bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata: “Sesungguhnya permasalahan
yang terpenting adalah permasalahan yang dibawa oleh seluruh para nabi
–alaihimush shalatu was salaam- yaitu permasalahan tauhid dan iman,
sebagaimana telah Allah simpulkan dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ
“Dan
sesungguhnya telah Kami utus pada tiap-tiap umat seorang rasul (dengan
tugas menyeru) beribadahlah kalian kepada Allah (saja) dan jauhilah oleh
kalian thagut.” (An-Nahl: 36)وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ
رَسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا
فَاعْبُدُوْنِ“Tidaklah Kami utus sebelummu seorang rasul-pun kecuali
pasti kami wahyukan kepadanya: Sesungguhnya tidak ada yang berhak untuk
diibadahi kecuali Aku, maka beribadahlah kalian semuanya (hanya)
kepada-Ku.” (Al-Anbiya`: 25)وَلَقَدْ أُوْحَي إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِيْنَ
مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ
مِنَ الْخَاسِرِيْنَ“Sungguh telah kami wahyukan kepadamu dan kepada
(para nabi) yang sebelummu (bahwa) jika engkau berbuat syirik niscaya
akan batal seluruh amalanmu dan niscaya engkau akan termasuk orang-orang
yang merugi.” (Az-Zumar: 65)Inilah permasalahan yang terpenting yang
karenanya terjadi permusuhan antara para nabi dengan umat mereka, dan
karenanya ditenggelamkan pihak-pihak yang telah ditenggelamkan… Dan
sesungguhnya puncak tujuan agama yang paling hakiki dan tujuan
penciptaan jin dan manusia, serta tujuan diutusnya para Rasul, dan
diturunkannya kitab-kitab suci adalah peribadatan kepada Allah (tauhid),
serta pemurnian agama hanya untuk-Nya… Sebagaimana firman Allah:وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُيْنِ“Dan tidaklah Aku
ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(Adz-Dzariyat: 56)الر، كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ
لَدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْرٍ. أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ اللهَ إِنَّنِي لَكُمْ
مِنْهُ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ“Aliif Laam Raa. (Inilah) suatu kitab yang
ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang
diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. Agar
kalian tidak beribadah kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad)
adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu
daripada-Nya.” (Hud: 1-2) Demikian tulisan ini kami sajikan sebagai
bentuk nasehat bagi seluruh kaum muslimin. Semoga Allah memberikan
taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua. Wallahu a’lam
bish-shawab.Footnote :1. Untuk lebih jelasnya tentang berbagai sepak
terjang mereka yang menyimpang dalam politik, pembaca bisa membaca kitab
Madarikun Nazhar fi As-Siyasah karya Asy-Syaikh Abdul Malik Ramadhani;
dan kitab Tanwiiruzh Zhulumat bi Kasyfi Mafasidi wa Syubuhati
Al-Intikhabaat oleh Asy-Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdullah Al-Imam.
2. Ucapan ini dinyatakan di Universitas Khurthum, seperti dinukil oleh
Ahmad bin Malik dalam Ash-Sharimul Maslul fi Raddi ‘ala At-Turabi
Syaatimir Rasul, hal 12. 3. Tiga tokoh terakhir ini yang banyak
berpengaruh dan sangat dikagumi oleh seorang teroris muda berasal dari
Indonesia, bernama Imam Samudra.(Dikutip dari majalah Asy Syariah, Vol.
II/No. 17/1426 H/2005, judul asli "Cara-Cara Batil Menegakkan Daulah
Islamiyah, karya Al-Ustadz Abu Abdillah Luqman Ba’abduh,
url http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=289)
Umat Islam telah terperosok ke dalam sistem kehidupan berasaskan paham sekularisme.
BalasHapushttp://planner-muslim.blogspot.co.id/2009/10/