www.ipnuippnubatang.or.id - Hizbut
Tahrir Indonesia(HTI) secara resmi dibubarkan oleh Menkopolhukam
Wiranto pada 8 Mei 2017. Dengan tiga pertimbangan mendasar adalah
Pertama,sebagai ormas yang berbadan hokum HTI tidak melaksanakan peran
positif. Kedua, kegiatan yang dilaksanakan terindikasi kuat bertentangan
dengan asas dan ideology Negara. Ketiga, aktivitas yang dilakukan
menimbulkan benturan di masyarakat.
Ormas
yang selalu menyuarakan agar Indonesia diganti dengan system khilafah
ini memang telah meresahkan berbagai kalangan baik kalangan umat Islam
maupun penganut agama lain, karena Indonesia dengan Pancasila yang
dirumuskan oleh para founding fatherbangsa ini baik dari unsur
pemerintah,pahlawan yang berjuang mengusir penjajah,ulama,aparat
keamanan saat itu telah final dan sudah sesuai dengan masyarakat
Indonesia yang heterogen secara etnis,ras,suku,dan agama.
Andai
saja tidak ada sikap nasionalisme dari para pendiri bangsa, tentu
keindahan dalam keberagamaan tidak bias dirasakan oleh masyarakat
Indonesia pada hari ini. Sungguh tidak sepantasnya bagi kelompok
pendatang yang tidak ikut berperan serta memerdekakan dan membangun
Indonesia tiba-tiba datang membawa “dagangan” yang sebetulnya sudah
ditolak dan tidak laku di Negara lain.
Sikap
tegas pemerintah membubarkan HTI patut diapresiasi, terlebih pernyataan
itu muncul di tengah maraknya skenario politik dengan konspirasi
berdasarkan agama.
Permasalahannya
adalah jika Ormas diibaratkan sebagai “sarang” saat disemprot dan
dirusak, tentu ada dampak domino yang muncul setelah itu. Diantaranya
adalah kegamangan para pengikutnya.
Dalam
organisasi yang berskala internasional, tentu ada berbagai macam
lapisan kelompok. Telah menjadi analisa oleh banyak orang bahwa Hizbut
Tahrir tidak lebih dari strategi politik dengan bungkus Ideologi
transnasional yang menggunakan agama sebagai topengnya.
Lalu,
bagaimana dengan kelompok militant yang ada di grassroad? Apakah mereka
akan setia dengan pemimpinnya, ataukah mungkin dengan dibubarkannya HTI
menjadikan mereka sadar bahwa paham yang diajarkan itu adalah sesat
piker atau gagal paham tentang khilafah dan ideology Negara yang sesuai
bagi Indonesia.
Melihat
fakta yang terjadi bahwa HTI begitu massif mengembangkan doktrinasi di
kampus umum yang notabene banyak mahasiswa dengan bekal dan pemahaman
agama yang kurang.
Tetapi,
juga patut diwaspadai jika upaya masuk ke ormas lain setelah
dibubarkannya HTI hanya sebagai kamuflase untuk merusak dari dalam.
Pemerintah
dan seluruh elemen masyarakat harus mulai memikirkan dampak
berkelanjutan pasca dibubarkannya HTI, tentang mengakomodir pengikut
yang telah didoktrin bahwa Indonesia adalah Negara thoghut. Mulai dari
klasifikasi tingkat militansi dalam doktrin yang masuk ke fikiran hingga
sublimasi aktivitas dan organisasi yang diikuti oleh pengikut HTI pasca
dibubarkannya organisasi tersebut.
(Sulistyo Hadi Winahyo)
Penganut cinta segitiga
Kretek,kopi,dan kerjaan
0 komentar:
Posting Komentar