Saat ini, radikalisme begitu pesat berkembang di media soal. Radikalisme
sengaja disebarkan agar generasi muda kita menjadi generasi yang
radikal, yang bisa menjadi pelaku terorisme. Karena radikalisme adalah
akar dari terorisme itu sendiri. Ujaran kebencian, tidak suka kepada
orang lain, itu hanyalah bagian kecil dari radikalisme yang disebarkan
di internet. Jika hal ini terus dibiarkan, maka kebencian itu semakin
menguat dan bisa menjadi tindakan jihad. Sementara jihad yang dipahami
kelompok radikal adalah jihad yang cenderung dilakukan dengan cara-cara
yang salah. Kontestasi pilkada DKI Jakarta, sudah dimanfaatkan oleh
kelompok radikal untuk memasukkan bibit-bibit radikalisme.
Spanduk-spanduk provokatif bermunculan. Tidak mau memilih pemimpin non
muslim dan lain sebagainya. Hal-hal ini adalah bagian dari bibit
radikalisme. Bayangkan, anak SD atau SMP, sudah tidak mau berteman
dengan temannya yang beragama lain. Mereka juga tidak mau dipimpin ketua
kelas yang agamanya beda, lantaran di pilkada DKI calon gubernurnya
banyak diprotes karena berbeda agama. Bibit radikalisme ini harus
dicegah. Kita harus memberikan contoh yang baik kepada generasi
selanjutnya, agar tetap mengedepankan toleransi beragama. Hal ini
penting, karena ajaran radikalisme bisa merenggangkan persahabatan.
Radikalisme juga bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Pendidikan anti radikalisme harus mulai ditanamkan pada anak-anak sejak
dini. Anak-anak harus dibebaskan dari paham kebencian dan kekerasan.
Berikanlah anak perhatian yang cukup. Rangsanglah anak untuk terus aktif
berbicara dan menceritakan segala aktifitasnya. Kenapa hal ini penting?
Tidak sedikit anak memilih diam dan tidak menceritakan aktifitasnya di
sekolah. Kenapa anak bisa tumbuh seperti ini? Umumnya, karena minimnya
perhatian dan kasih sayang orang tua mereka cenderung nyaman dengan
diam. Dan dalam diam itulah mereka bisa dengan mudah terpapar
radikalisme melalui teman ataupun media sosial. Ingat, keluarga
merupakan pendidikan dini anak. Tumbuh kembangnya anak, tergantung
bagaimana orang tua dan keluarga mendidiknya sejak dini. Jika anak
dididik secara radikal, maka dia pun akan berkembang menjadi radikal.
Lihat, anak terpidana bom Bali Imam Samudra. Karena sejak kecil
diajarkan radikalisme, maka dia pun mengikuti jejak ayahnya. Meski masih
umur belia, dia pergi ke Suriah dan bergabung dengan kelompok ISIS.
Kini, Umar Jundulhaq telah tewas di usia 19 tahun, dalam sebuah
pertempuran di Suriah. Tahun kemarin kita juga sempat dihebohkan video
anak-anak Indonesia, yang dididik militer oleh militan ISIS. Mereka
diarahkan untuk membakar paspor Indonesia, belajar bertempur, bahkan
sudah dikenalkan senjata sejak dini. Anak-anak ini seharusnya bisa
bermain dan belajar seperti anak pada umumnya. Anak-anak tidak akan
dekat dengan radikalisme, jika keluarga memproteksinya. Anak harus
mendapatkan bekal anti radikalisme. Tanamkan bahwa manusia itu makhluk
sosial, yang saling membutuhkan satu sama lain. Harus saling
berinteraksi dan saling menghargai. Tanamkan juga pendidikan budi
pekerti. Agar anak nantinya tetap menghormati yang tua, dan tidak
melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Ajarkan pula anak
pendidikan agama yang benar. Jangan sampai ketika dewasa dia justru
tumbuh menjadi pribadi yang jauh dari ajaran agama. Dan yang tak kalah
pentingnya adalah, tanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini. Hal ini
penting agar anak tetap menjadi anak Indonesia, yang mau berinovasi dan
berkreasi untuk bangsanya. Jika kita bisa menerapkan hal tersebut,
secara tidak langsung kita telah menanamkan pendidikan anti radikalisme
sejak dini.
Kamis, 25 Mei 2017
Home »
» Perlunya Pendidikan Anti Radikalisme Sejak Dini
0 komentar:
Posting Komentar