Dinamika gerakan Islam Indonesia dalam beberapa tahun belakangan
menunjukkan tingkat vitalitas yang cukup menggembirakan. Peranan
ormas-ormas Islam bagi perbaikan umat dan kemajuan perkembangan Islam
dinilai banyak kalangan semakin meningkat.
Namun demikian, di balik perkembangan positif tersebut, tetap saja
gerakan Islam dihadapkan pada berbagai tantangan yang tak kecil, seperti
tudingan membawa paham radikalisme Islam, otak di balik serentetan aksi
kekerasan dan terorisme (khususnya oknumnya), hingga penilaian sebagian
kalangan yang menunjuk sebagian ormas Islam kerap berbuat anarkhis.
Tentu saja semua ini harus dijawab dengan tindak-tindak dan kerja
positif. Mewujudkan hal itu, apa yang harus dilakukan oleh umat Islam?
Benarkah Islam radikal sedang tumbuh bersemi di Indonesia? Bagaimana
idealnya Islam di masa depan agar dapat terus mewarnai perkembangan dan
dinamika kontemporer? Menjawab semua itu, tim At-Tanwir mewawancarai
Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat dan tokoh NU, KH Ma’ruf Amin. Petikannya:
Anda setuju dengan keberadaan gerakan Islam radikal di Indonesia?
Saya menentang keberadaan itu. Karena bagaimanapun tidak akan menguntungkan dan hanya membuat citra Islam tercemar. Tak hanya ormas Islam, ormas radikal apapun namanya, tidak akan positif keberadannya. Saya yakin, mayoritas bangsa ini mencintai perdamaian, dan tidak senang dengan hal-hal yang berbau kekerasan maupun radikal.
Saya menentang keberadaan itu. Karena bagaimanapun tidak akan menguntungkan dan hanya membuat citra Islam tercemar. Tak hanya ormas Islam, ormas radikal apapun namanya, tidak akan positif keberadannya. Saya yakin, mayoritas bangsa ini mencintai perdamaian, dan tidak senang dengan hal-hal yang berbau kekerasan maupun radikal.
Sebenarnya, apa yang disebut dengan Islam radikal?
Saya perlu meluruskan istilah itu. Hemat saya, Islam itu satu, tak
ada yang namanya Islam radikal, Islam liberal, Islam moderat. Islam ya
Islam, seperti yang digariskan Al-Quran, Islam yang hanifan samhah
(Islam itu lembut, ramah, toleran). Berbagai istilah (radikal, liberal,
dan lainnya) hanya diciptakan orang lain.
Berarti ada maksud tertentu di balik penyebutan atau penamaan itu?
Tentu saja. Saya kira misi terbesar pencitraan dan penamaan itu
adalah agar umat Islam tidak utuh, terpecah-pecah dan dengan begitu
kekuatannya menjadi lemah. Karena lemah, maka akan mudah diadu domba,
dipermainkan, dan dijadikan kambing hitam berbagai tindakan. Untuk
itulah, kita sudah sepakat dengan berbagai ormas Islam beberapa waktu
lalu, membuat kesepakatan untuk menyatukan persepsi dan sikap.
Bagaimana Anda melihat tudingan sebagian pihak yang menilai ormas Islam suka melakukan tindakan anarkhis?
Kita harus pahami, mengapa anarkhisme bisa terjadi. Itu sebabnya
hukum tidak jalan, aparat tidak tegas. Karena itu, masyarakat yang
kehabisan kesabaran mengambil tindakan sendiri. Maksud mereka baik,
menegakkan hukum karena aparat dan pemerintah pasif tak tegas, hanya
caranya yang salah. Saya kira ini hanya ekses, bukan mereka yang memicu
terjadinya kekerasan. Karena itu, jalan pembubaran ormas, termasuk ormas
Islam yang dianggap keras, bukanlah jalan penyelesaian. Justru hanya
akan menambah problem.
Tapi kan kejadian teror atau bom bunuh diri atas nama jihad kerap dilakukan kaum Muslim (tepatnya oknum). Apa komentar Anda?
Ini harus diluruskan. Saya katakan, apapaun tindakannya untuk
mewujudkan kebaikan tetapi dilakukan dengan cara kekerasan atau
pemboman, jelas sangat ditolak, dan Islam sendiri mengecam kekerasan.
MUI sendiri pernah mengeluarkan fatwa haram tentang bom bunuh diri dan
terorisme. Jadi kalau ada yang melakukan teror atau bom bunuh diri, itu
hanyalah oknum semata. Jihad bukanlah dengan cara kekerasan, karena
jihad sejatinya mempunyai makna dan implikasi mulia, yakni upaya
mewujudkan perbaikan dan pemberdayaan potensi umat. Jihad berbeda dengan
teror, dan selamanya tak akan pernah ketemu. Pemahaman yang salah
terhadap doktrin Islam yang hanif, terlampau ketat memahaminya,
menyebabkan orang nekat berbuat konyol, bom bunuh diri atau teror atas
nama agama.
Lantas apa yang harus dilakukan?
Saya kira harus secara terus menerus dilakukan sosialisasi ajaran
Islam yang benar oleh semua kalangan, utamanya oleh para dai, tokoh
agama, dan ulama. Masa depan Islam akan ditentukan oleh seberapa besar
dan benar pemahaman umat Islam itu sendiri terhadap ajaran Islam yang
hanif, yakni Islam yang lurus, toleran dan terbuka. Dengan begitu, misi
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin akan tercapai.
0 komentar:
Posting Komentar