JAKARTA - Ketua Bidang Kebudayaan dan Hubungan Antar Umat Beragama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Imam Aziz mengatakan, NU telah membentuk "pasukan" untuk menangkal berita bohong atau hoax.
Upaya ini dilakukan untuk mendidik masyarakat agar selektif membaca berita.
"Hoax itu dalam definisi keagamaan itu namanya fitnah. Jelas tidak boleh," kata Imam.
Kondisi saat ini, menurut dia, masyarakat mudah terprovokasi untuk bertindak dan berpikir dengan berdasarkan kebencian.
Penyebabnya adalah iklim politik.
"Dalam Islam tidak boleh ada kebencian dan permusuhan kepada siapapun," ujar dia.
Oleh karena itu, menangkal berita palsu, lanjut Imam, merupakan kewajiban sebagai warga negara Indonesia.
"Pembentukan negara RI sudah dilakukan secara benar oleh para pendiri bangsa dan menurut NU itu sah secara syar'i. Itu bisa dipertanggungjawabkan pada Tuhan. Dengan keyakinan itu kami menjaga Indonesia," ujar Imam.
Sejumlah masyarakat NU atau yang dikenal dengan istilah netizen NU, mulai menginisiasi gerakan melawan berita palsu.
Melalui akun Twitter dan Facebook pribadinya, netizen NU mengampanyekan isu-isu persatuan dan kebangsaan.
Mereka juga menyertakan beragam tagar, seperti #TurnBackHoax, #BlokirSitusRadikal, atau #NUJagaNKRI.
Seminggu berjalan, tagar itu kerap menjadi trending topic di Twitter.
Salah seorang intelektual muda NU, Zuhairi Misrawi mengatakan, inisiatif netizen tersebut muncul karena adanya kekhawatiran suburnya radikalisme dan aksi intoleransi akibat penyebaran ujaran kebencian melalui media sosial.
Menurut dia, media sosial harus menjadi instrumen untuk menangkal radikalisme dengan menyebarkan pemikiran yang memperkuat persatuan dan toleransi di masyarakat.
"Teman-teman netizen NU tidak ingin Indonesia hancur seperti Irak, Suriah Turki, Mesir dan Yaman akibat dari munculnya hoax dan fitnah di masyarakat," ujar Zuhairi.
Upaya ini dilakukan untuk mendidik masyarakat agar selektif membaca berita.
"Hoax itu dalam definisi keagamaan itu namanya fitnah. Jelas tidak boleh," kata Imam.
Kondisi saat ini, menurut dia, masyarakat mudah terprovokasi untuk bertindak dan berpikir dengan berdasarkan kebencian.
Penyebabnya adalah iklim politik.
"Dalam Islam tidak boleh ada kebencian dan permusuhan kepada siapapun," ujar dia.
Oleh karena itu, menangkal berita palsu, lanjut Imam, merupakan kewajiban sebagai warga negara Indonesia.
"Pembentukan negara RI sudah dilakukan secara benar oleh para pendiri bangsa dan menurut NU itu sah secara syar'i. Itu bisa dipertanggungjawabkan pada Tuhan. Dengan keyakinan itu kami menjaga Indonesia," ujar Imam.
Sejumlah masyarakat NU atau yang dikenal dengan istilah netizen NU, mulai menginisiasi gerakan melawan berita palsu.
Melalui akun Twitter dan Facebook pribadinya, netizen NU mengampanyekan isu-isu persatuan dan kebangsaan.
Mereka juga menyertakan beragam tagar, seperti #TurnBackHoax, #BlokirSitusRadikal, atau #NUJagaNKRI.
Seminggu berjalan, tagar itu kerap menjadi trending topic di Twitter.
Salah seorang intelektual muda NU, Zuhairi Misrawi mengatakan, inisiatif netizen tersebut muncul karena adanya kekhawatiran suburnya radikalisme dan aksi intoleransi akibat penyebaran ujaran kebencian melalui media sosial.
Menurut dia, media sosial harus menjadi instrumen untuk menangkal radikalisme dengan menyebarkan pemikiran yang memperkuat persatuan dan toleransi di masyarakat.
"Teman-teman netizen NU tidak ingin Indonesia hancur seperti Irak, Suriah Turki, Mesir dan Yaman akibat dari munculnya hoax dan fitnah di masyarakat," ujar Zuhairi.
0 komentar:
Posting Komentar