Latar Belakang
Dewasa ini fenomena radikalisme telah menjadi perbincangan disemua kalangan. Banyak analisis yang dilakukan terhadap fenomena ini, ada yang mengkajinya dari sudut psikologi, sosiologi, ideologi. Ada yang menyimpulkan bahwa radikalisme dikalangan generasi muda adalah produk dari kejenuhan yang terjadi di ranah politik, sosial dan hukum serta bosan terhadap carut-marut politik dan hukum di ruang publik. Ada pula yang mengatakan bahwa radikalisme terjadi karena adanya kekosongan nilai moral dan ideologi.
Radikalisme muncul merupakan dampak dari
ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai problematika yang tak kunjung selesai. Hal ini terlihat dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan berbagai kalangan tentang makna Pancasila dan UUD 1945. Pengamalan Pancasila saat ini hanya sebatas ritual yang dilakukan setiap hari senin, namun tidak sampai pada proses manifestasi. Selain itu juga karena pengaruh ideologi yang cenderung kebarat-baratan, seperti ideologi Narsisisme dan Hedonisme.
Ada yang berpendapat bahwa radikalisme tidak akan pernah habis. Misalnya, di dunia pendidikan pernah terjadi penyimpangan yang dilakukan guru terhadap murid. Tanggal 23 juli 2002minggu pertama tahun ajaran baru 2002/2003, seorang guru olahraga salah satu SLTPN menghukum murid Kelas III-B dengan push-up sebanyak 100 kali dan rool depan sepanjang lapangan. Akibat hukuman tersebut, 15 murid pingsan 3 diantaranya dirawat dirumah sakit sedangkan siswa lainnya mengalami lecet dan terkilir[1]. Tanggal 1 Oktober 2005 ketika bangsa Indonesia memperingati hari Kesaktian Pancasila dan dunia memperingati hari lahirnya Mahatma Gandhi sebagai bapak anti kekerasan, pada hari yang sama dunia dikejutkan lagi dengan meledaknya bom bunuh diri di Kuta dan Jimbaran, Bali. Peristiwa ini menjadi keprihatinan semua orang, karena terjadinya pengkhianatan terhadap nilai kemanusiaan dan kekerasan di bumi Nusantara yang terkenal masyarakatnya taat beragama dan cinta perdamaian. Peledakan bom tersebut mengakibatkan citra Negara Kesatuan Republik Indonesia bergeser dan citra bangsa Indonesia di mata dunia semakin terpuruk.
Melihat kasu di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap radikal dapat bermuara pada tindak kejahatan. Kejahatan di dunia dapat dibedakan atas kejahatan fisik dan non fisik. Kejahatan fisik misalnya terorisme, tawuran dan peperang. Sementara kejahatan non fisik berupa penyebaran paham kebencian, fitnah, dan provokasi. Kejahatan pikiran ini sangat berbahaya karena mempengaruhi lingkungan dan dapat menular secara luas ke benak orang lain sehingga mempengaruhi sikap dan tindakan sosial. Dari tindak sosial inilah yang berujung pada sikap anarkisme berupa perselisihan, bentrok antar sesama masyarakat, agama, dan bahkan antar pelajar mulai dari tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi serta terorisme
Fenomena ini tentu bukanlah fenomena yang patut dipertahankan, akan tetapi ini harus segera dicari akar masalah yang menjadikan radikalisme menjangkiti semua kalangan. Pendidikan seharusnya dapat menjadikan alternatif dalam menemukan akar masalah radikalisme ini. Tindakan nyata yang seharusnya dilakukan adalah menanamkan kembali nilai-nilai pancasila pada generasi muda khususnya melalui lembaga-lembaga pendidikan formal maupun non formal.
Mengutip pernyataan Drs. Abdurrahman Assegaf, dalam bukunya bahwa kekerasan harus segera dicegah dan dihentikan. Tindakan pencegahan secara mendasar . Pendidikan tanpa kekerasan hanya bisa dicapai bila konsep pendidikan nilai dikembangkan secara efektif. Itulah sebabnya, konsep pendidikan harus memuat penerapan tujuan, materi, metode, model pembelajaran, kebijakan, dan suasana belajar yang berwawasan damai dan perdamaian[2]. Selain itu, penanaman pendidikan karakter sejak dini serta nilai-nilai agama juga penting sebagai modal dasar.
1. Rumusan Masalah (Kuantitatif)
1.1 Apakah terdapat hubungan antara pendidikan dengan fenomena radikalisme?
1.2 Adakah hubungan antara fenomena politik dengan tindakan radikalisme?
1.3 Apakah agama mengajarkan tentang kekerasan?
1.4 Apakah pendidikan karakter bisa menjadi solusi terhadap fenomena radikalisme?
2. Rumusan Masalah (Kualitatif)
2.1. Faktor-faktor apasajakah yang menyebabkan munculnya radikalisme?
2.2.Mengapa fenomena radikalisme terjadi dalam dunia pendidikan?
2.3. Bagaimana peran pendidikan dalam mencegah radikalisme?
3. Rumusan Masalah (Studi Pustaka)
3.1. Menurut buku yang berjudul pendidikan tanpa kekerasan karya Drs. Abdurrahman Assegaf (2004). Pendidikan tanpa kekerasan hanya bisa dicapai bila konsep pendidikan nilai dikembangkan secara efektif, benarkah demikian?
3.2. Kenapa terorisme dan radikalaisme dalam agama dimaknai sebagai jihad?
3.3. Mengapa radikalisme mudah berkembang dikelompok-kelompok sosial masyarakat?
good poker online terbaik
BalasHapus