I. PENDAHULUAN
Carut-marut reformasi demokrasi yang terus terjadi hinnga kini, dan telah membuat berbagai kalangan kian frustasi menandai fase lebih lanjut proses transisi yang telah bergulir sejak terjungkalnya kekuasaan otoriter Orde Baru tahun 1998. Pergulatan menuju demokrasi pada kenyataanya harus menghadapi banyak problem kursial, mulai dari konflik antar elite yang seolah tidak pernah berhenti merebutkan kekuasaan, munculnya sparatisme, menjalarnya konflik suku dan agama diberbagai wilayah, tumbuhnya radikalisme keagamaan, hinnga stagnasi ekonomi yang menghantarkan rakyat indonesia kearah proletarisasi.
Kebebasan politik senbagai salah satu agenda penting reformasi, mendorong munculnya kelompok-kelompok keagamaan radikal dengan berbagai macam agendanya.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Radikal?
2. Apa Faktor Penyebab Gerakan Islam Radikal Di Indonesia?
3. Apa Saja Kelompok-Kelompok Islam Radikal Di Indonesia?
4. Bagaimana Problematika Gerakan Islam Radikal Di Indonesia?
III. PEMBAHASAN
1. Pengertian Radikal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikal adalah perubahan yang amat keras menuntut perubahan undang-undang, sedangkan radikalisme merupakan paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrim dalam aliran politik.
Radikalisme adalah pemikiran atau sikap keagamaan yang ditandai oleh empat hal.
Pertama, sikap tidak toleran, tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain.
Kedua, sikap revolusioner, yaitu cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan. Umumnya radikalisme muncul dari pemahaman agama yang tertutup dan tekstual.
Kaum radikal selau merasa kelompok yang paling memahami ajaran Tuhan. Karena itu, mereka suka mengkafirkan orang lain atau menganggap orang lain sesat.
Dilihat dari sejarahnya, radikalisme terdiri dari dua wujud:
1) Radikalisme dalam pikiran (yang sering juga disebut sebagai fundamentalisme).
2) Radikalisme dalam tindakan (terorisme).
2. Faktor Penyebab Gerakan Islam Radikal Di Indonesia
Apa yang biasanya disebut sebagai kebangkitan Islam di Indonesia adalah hadirnya gejala-gejala keagamaan yang muncul secara dominan sejak tahun 1980an di tandai oleh menguatnya kecenderungan orang-orang Islam untuk kembali kepada agama mereka dengan mempraktikkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kecenderungan ini bisa dikatakan baru karena hal itu tidak muncul di tahun 1960an sehingga kebangkitan Islam baru muncul di awal tahun 1980an.
Bangkitnya Islam di Indonesia diantaranya telah terdorong oleh faktor-faktor tertentu yang berasal dari dalam islam sendiri atau dari luar islam.beberapa gerakan menyatakan secara tegas aspek-aspek politik yang ingin mereka kejar. Sebagian lainnya berusaha untuk menegaskan kembali praktik-praktik keagamaan mereka dari pada mengejar politik.
Bisa disimpulkan bahwa gerakan Islam dalam masyarakat Indonesia kontemporer sekarang ini ditandai oleh beberapa upaya.
a. Menemukan bentuk pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam yang perlu untuk dirumuskan dan disodorkan sebagai alternatif terhadap sistem yang berlaku sekarang.
b. Menerapkan ajaran Islam secara praktis tidak hanya sebagai konsep-konsep yang abstrak.
c. Menyingkatkan keberagaman masyarakat
d. Kelemahan islam dalam politik dan berlengsernya masa orde baru telah menyebabkan umat islam frustasi sehingga menjadi mayoritas yang diam. Karena islam dalam politik tahun 1980an telah sampai kepada jalan buntu, beberapa intelektual Islam telah mengajukan jalan lain dengan membawa Islam ke jalan lain selain politik.
e. Melakukan purifikasi keagamaan. Ada dugaan bahwa Islam telah terdistorsi karena Islam telah dipahami secara parsial.
Lima faktor diatas telah memunculkan situasi sosial politik dan kultural yang mengelilingi masyarakat Islam di Indonesia telah mendorong lahirnya gerakan-gerakan keagamaan ini. Jadi, gerakan-gerakan ini adalah sebagai respon terhadap situasi di sekeliling mereka.
Respon-respon ini dalam kenyataannya telah diekspresikan dalam bentuk yang beragam, tergantung pada interpretasi yang berpijak dari pemahaman mereka terhadap ideal-ideal ajaran yang ada yang dilakukan oleh para eksponen gerakan itu. Karena itu beberapa gerakan keagamaan ini bisa dibedakan ke dalam beberapa kategori.
a. Bisa dikategorikan radikal dan berusaha untuk merubah atau mengkonfontir status quo yang bukan saja dianggap tidak sesuai dengan Islam bahkan dianggap menyimpang dari Islam. Gerakan ini secara politik cukup menantang pemerintah yang ada karena mereka juga menyediakan ide-ide tentang negara Islam yang berarti akan mengganti pemerintahan sekuler yang ada dengan pemerintahan Islam.
b. Gerakan-gerakan yang menekankan pemahaman Islam melalui pengajaran. Kelompok ini berkarakter reformis karena mereka tidak hanya menampilkan dirinya sebagai penganut Islam yang lebih sadar tetapi juga berusaha mengembangkan pemahaman baru tentang Islam. Gerakan ini mengambil bentuk reformasi dan purifikasi sebagai titik tolak mereka. Gerakan ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang terbaik mengenai Islam dan berupaya membentuk pribadi muslim yang baik. Kelompok ini seperti halnya kelompok radikal Islam biasa disebut sebagai kelompok sempalan, karena mereka menyimpang dari tatanan status quo yang ada. Mereka juga mendirikan lembaga-lembaga pendidikan untuk mentransfer ide-ide mereka secara lebih mudah.
c. Yang bisa dimasukkan ke dalam gerakan Islam kontemporer adalah gerakan keagamaan yang dilakukan mahasiswa di beberapa kampus di Indonesia. Kelompok ini seperti halnya kelompok kedua, tapi kelompok ini juga mempunyai kepentingan politik, dalam arti bahwa mereka tidak menganggap Islam sebagai suatu isu politik atau mereka terlibat dalam kegiatan politik dengan maksud-maksud religius.
3. Kelompok-Kelompok Isalm Radikal Di Indonesia
a. Jamaah Salafi (Bandung)
Di Bandung, Abu Haedar adalah tokoh utama salafi, tetapi bukan pemimpin salafi karena dalam pandangan pengikut salafi mereka tidak mempunyai organisasi dan pengurus, bahkan dalam jamaah mereka sama sekali tidak ada hierarki. Semua pengikut mempunyai kedudukan yang sama. Karenanya mereka merupakan gerakan dakwah untuk menerapkan manhaj (cara atau metode berfikir) yang diyakini.
Cara - cara mereka mempraktekkan Islam sangat dipengaruhi oleh Wahabi, yang karenanya mereka berhadapan dengan masalah praktek Islam yang agak bertolak belakang. Setiap proses pengenalan Islam selalu terjadi apa yang disebut parokhialisasi dan generalisasi. Parokhialisasi adalah penyesuaian Islam ke dalam kultur lokal, sementara generalisasi adalah menarik kultur lokal ke dalam kerangka Islam yang umum atau mungkin yang dasar yang bisa berlaku dimana-mana.
Gerakan salafi dipengaruhi oleh gerakan Wahabi di Saudi Arabia. Muhammad Bin Abdul Wahab adalah pendiri Wahabi yang berusaha mengubah wajah Islam sebelumnya agar sesuai dengan yang dipraktekkan oleh Nabi. Dalam pandangannya, Islam saat itu telah dipenuhi oleh bid'ah dan khurafat. Karena itu, dalam pandangannya hal-hal ini tidak mempunyai rujukan (dari Nabi) secara jelas, dan setiap yang tidak punya rujukan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat dan setiap yang sesat neraka tempatnya.
Kalangan Salafi bisa dikatakan sebagai kelompok fundamentalis radikal setidaknya dalam pemikiran. Hal ini berkaitan dengan keinginan mereka untuk menerapkan dasar-dasar Islam dalam kehidupan masyarakat. Disamping itu, mereka juga berkeinginan untuk mengganti Islam yang sementara ini dipraktekkan oleh masyarakat dengan Islam yang mereka anut dan dianggap paling benar. Seperti dikemukakan diatas, mayoritas umat Islam Indonesia dalam pandangan salafi telah terlumuri oleh praktek Islam yang melenceng. Bid'ah karenanya terpraktekkan dimana-mana. Kelompok masyarakat yang mempraktekkan bid'ah ini tidak terbatas pada kalangan NU (tradisionalis). Karena memelihara tradisi yang ada, tetapi juga kalangan lain yang biasa disebut modernis, seperti Muhammadiyah. Disini kelihatan bahwa salafi berusaha melakukan purifikasi, karena Islam yang ada dianggap terkotori oleh pengaruh atau praktek dan pemikiran yang tidak berasal dari sahabat Nabi. Karena itulah, mereka dalam hal ini selalu menolak pemikiran-pemikiran baru yang datang dari ulama atau intelektual Islam lain selain kelompok mereka. Jadi radikalnya itu terbatas pada kegigihannya untuk mengubah situasi atau praktek Islami yang ada yang dilakukan oleh mayoritas Muslim Indonesia dan mengembalikannya kedalam situasi atau praktek para sahabat Nabi. Radikalnya mereka tidak menyentuh dimensi pembaharuan atau reformasi baik dalam pemikiran atau lainnya.
Meskipun demikian, radikalisme salafi hanya terbatas pada sikap atau pemikiran dan tidak tertuangkan dalam tindakan. Dalam tindakan, mereka sepertinya membiarkan masalah-masalah yang sejauh ini mereka anggap bertentangan dengan Islam. Mereka terutama memberikan perhatian besar terhadap apa yang mereka sebut pelurusan akidah. Mereka, misalnya, berbeda pendapat dengan apa yang dilakukan oleh kelompok Islam lain yang menghancurkan beberapa tempat yang dianggap maksiat. Dalih yang digunakan adalah bahwa penanganan masalah seperti itu harus dilakukan oleh mereka yang punya power. Makanya hal itu sebenarnya urusan pemerintah. Apa yang perlu dilakukan oleh orang Islam adalah bersikap, setidaknya negatif terhadap maksiat tadi.
Mereka mengakui bahwa penerapan Islam itu memang meliputi banyak aspek dalam kehidupan manusia. Tetapi keterbatasan diri telah membatasi langkah menusia mengenai mana yang bisa dilakukan dan mana yang tidak. Perintah Qur'an untuk melarang atau mengubah kelakuan atau praktek maksiat tidak bisa dilakukan secara individual. Perubahan dibidang ini, kata mereka, harus menggunakan power yang memang jauh dari tangan mereka. Seorang Islam akan terbebas dari perintah itu ketika dia tidak mempunyai kekuatan dan juga menyikapi masalah kemungkaran itu sebagai masalah yang jelek yang dilarang oleh agama.
Sikap diatas nampaknya menjadi karakter penganut Salafi yang kelihatannya tidak melibatkan diri dalam tindakan-tindakan yang provokatif yang dapat menimbulkan masalah dalam masyarakat. Ini artinya bahwa lepas dari radikalisme pemikiran yang dianut mereka, kalangan Salafi dalam banyak hal hanya membatasi diri pada lapangan dakwah saja. Radikalisme yang mereka anut terbatas pada radikalisme dalam pemikiran, dan itupun juga lebih difokuskan pada mengubah praktek keislaman yang selama ini dianut oleh masyarakat Indonesia. Karena itulah, mereka agak mengecam apa yang dilakukan oleh kelompok Islam lain yang melakukan perusakan terhadap tempat maksiat. Menurut mereka, kekerasan sendiri bukan saja tidak sesuai dengan Islam tetapi juga tidak akan menyelesaikan masalah yang ada, untuk tidak mengatakan memperkeruhnya.
b. Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS)
Di Surakarta, gerakan radikal Islam pernah muncul di zaman Orde Baru. Seperti gerakan radikal lainya, gerakan tersebut telah mendapatkan tekanan dari pemerintah yang ada. Aspirasi para tokohnya terbungkan dan mereka terpaksa harus meninggalkan tanah air dan menghindar dari kerajaan Orde Baru. Diantara tokoh utama gerakan tersebut adalah Abu Bakar Basyir yang harus menyingkir ke negara tetangga.
Selain pengaruh dari para tokoh dalam memberikan inspirasi, apa yang nampaknya paling mendorong hadirnya gerakan radikal di Surakarta adalah munculnya beberapa kejadian yang dianggap merugikan posisi Islam. Dengan kata lain ada "triggering factor" yang membuat gerakan radikal di Surakarta muncul. Konflik Ambon tahun 1999 merupakan faktor pendorong munculnya gerakan ini karena dalam konflik tersebut pemerintah dianggap memberikan terjadinya pembantaian umat Islam oleh kalangan Kristiani di Ambon.
Munculnya gerakan radikal Islam ini juga dipicu oleh apatisnya aparat pemerintah dalam menegakkan aturan yang berlaku. Termasuk dalam hal ini adalah tidak berfungsinya partai politik dalam membawa aspirasi mereka. Kondisi sosial masyarakat Surakarta yang penuh dengan kemaksiatan seperti hadirnya tempat-tempat prostitusi dan beredarnya minuman keras secara bebas, tidak mendapat perhatian dari politisi sehingga umat Islam disini merasa tersinggung.
Kejadian internasional juga telah meningkatkan intensitas gerakan-gerakan radikal dalam melakukan aksinya. Kejadian World Trade Centre pada 11 September 2001 yang menguatkan dugaan buruk Amerika mengenai adanya gerakan Islam radikal di Asia Tenggara dan di duga memiliki hubungan dengan Osama Bin Laden, telah memunculkan reaksi keras di kalangan tokoh Islam Surakarta karena mereka sama sekali tidak terlibat dalam tragedi tersebut dan tidak melakukan kontak dengan gerakan radikal Osama.
Dengan prinsipnya untuk amar ma'ruf nahi munkar, FPIS telah tampil sebagai kelompk yang lebih "berani" dibandingkan dengan organisasi lain yang ada di Surakarta, tampilan FPIS dengan kegiatannya untuk melawan kemaksiatan telah memberi kesan bahwa organisasi ini radikal. Pandangan awam seperti ini terdukung oleh penampilan keseharian FPIS yang biasa menggunakan baju putih dengan sorban dan jidat berwarna hitam serta jenggot bergelajut di wajah mereka, suatu stereotip yang biasanya melekat pada kaum fundamentalis garis keras..
Meskipun soal nahi munkar mendapat perhatian yang besar, apa yang ingin di capai FPIS sebenarnya pelaksanaan syariat Islam. Kalangan pemimpin maupun pendukung FPIS, misalnya, merespon dan bahkan mengecam Abdurahman Wahid, sebagai presiden RI yang dinilai "anti" formalisasi syariat Islam seperti dia perlihatkan melalui ketidaksetujannya terhadap Piagam Jakarta. Dukungan FPIS terhadap Piagam Jakarta karena dalam piagam tersebut tercantum kata-kata yang mengakui penerapan syariat Islam bagi pemeluk agama Islam.
FPIS berpendapat bahwa agama Islam adalah agama yang sempurna. Agama yang diturunkan Allah tidak hanya untuk mengatur masalah akhirat tetapi juga dunia. Islam merupakan agama universal yang menembus batas-batas negara. Ia tidak hanya mengatur persoalan ibadat semata, tetapi juga mengatur permasalahan negara. Itulah sebabnya FPIS mempunyai obsesi untuk melakukan perubahan yang radikal terhadap sistem kenegaraan. Dalam pandangan mereka, dengan perubahan ini akan terjadi perubahan ini akan terjadi dalam hal hukum dan sistem yang berlaku, temasuk didalamnya perubahan moralitas masyarakat, dan moralitas penyelenggara negara. Perubahan moralitas ini menjadi keharusan karena tanpa itu krisis bangsa akan terus berlangsung.
c. Front Pembela Islam (FPI)
Kelahiran FPI secara resmi dideklarasikan pada tanggal 17 agustus 1998 di Pondok Pesantren Al Umm, Cempaka Putih, Ciputat. Organisasi ini sejak pertama kali dideklarasikan hingga saat ini dipimpin oleh seorang habieb yang masih cukup muda, yaitu Habieb Muhammad Rizieq Shihab.
Dasar berdirinya FPI sendiri menurut Habieb Rizieq lebih dilatari oleh keprihatinan terhadap semakin maraknya tindak kemaksiatan dan pornografi. Sementara aparat keamanan yang semestinya memberantas berbagai macam kemaksiatan tersebut seperti tidak berdaya dan bahkan membiarkan begitu saja. Kenyataan ini tentu saja bertolak belakang dengan nilai-nilai yang dipegang FPI, yang tujuan pendiriannya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Anggaran Dasarnya, adalah untuk "menegakkan amar ma'ruf nahi munkar di segala aspek kehidupan".
Latar belakang seperti itu menunjukkan bahwa pada mulanya FPI bukanlah sebuah perkumpulan yang bersifat politik. Namun demikian dalam perkembangan lebih lanjut, isu-isu yang diangkat oleh FPI semakin meluas tidak lagi sekedar melakukan penyisiran dan perusakan lokasi-lokasi maksiat, tetapi FPI juga sangat untensif dalam mengkritisi berbagai persoalan politik yang muncul.
d. Laskar Jihad Ahlussunah wal Jamaah
Laskar jihad merupakan bagian dari gerakan salafi. Akar kesejarahan dari gerakan salafi ini dapat dirunut asal-muasalnya dalam gerakan wahabi atau wahabiah yang muncul pertama kali pada akhir abad ke-19 di Saudi Arabia. Dinamakan sebagai Wahabiah sebab gerakan ini bersumber dari seorang ulama "pembaru" Muhammad bin abdul Wahab. Pada awal perkembanganya, ide-ide dan perilaku yang dianut oleh kelompok-kelompok islam yang lain, termasuk kalangan umat Islam tradisional di Indonesia. Hal ini tidak lain disebabkan pandangan Wahabi yang terlalu ketat mengenai konsep katauhidan.
Ide dan gerakan yang dilakukan semuanya dalam kerangkan pemurnian tauhid dari segala macam syirik dan bid'ah, dengan cara menghancurkan tempat-tempat dan bangunan kuburan yang dianggap keramat oleh sebagian umat Islam.
Ajaran ini masuk ke Indonesia melalui para sarjana alumni Timur Tengah yaitu Arab Saudi yang ber Imamkan Ja'far Umar Thalib dan Kuwait dengan pemimpinya Abu Nida, Abu Hakim, Yusuf Baisa, dan Yazid Jawash. Dua negara ini merupakan basis utama gerakan salafi seluruh dunia.
e. Majelis Mujahidin Indonesia
Lahir pada masa transisi politik, dan kemudian banyak menyita perhatian. MMI ini di deklarasikan melalui sebuah kongres yang cukup meriah pada tanggal 5-6 agustus 2002 di Yogyakarta. Yang melatar belakangi diadakanya kongres ini adalah diilhami sebuah semangat untuk mendzahirkan syariah ilahi dan dilatari oleh kesadaran akan pentingnya menyelaraskan langkah perjuangan utnuk menuntaskan persoalan krisis dan krusial keumatan maupun kemanusiaan, yaitu tegaknya syariah Islam.
Konsolidasi yang dilakukan para aktivis kelompok radikal yang mempelopori terselenggaranya Kongres Mujahidin itu sendiri sebenarnya dalam prosesnya telah berlangsung cukup lama. Para aktivis MMI, terutama beberapa kelompok mudanya, telah merintis beberapa langkah konsolidasi untuk menyatukan beberapa elemen Islam, terutama mereka yang berasal dari kubu Darul Islam semenjak tahun 1993. Seiring saat keluarnya beberapa tahanan politik Darul Islam. Kelompok pemuda bekas tahanan inilah yang menggagas betemunya para tokoh Islam radikal di Jogjakarta tersebut.
f. Hizbut Tahrir Indonesia
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik Islam yang didirikan oleh Taqiyuddin An-Nabhany di Al-Quds, Palestina pada tahun 1952. Kegiatan utama partai ini adalah politik dan berideologi Islam. Hizbut Tahrir bercita-cita membangun tatanan masyarakat dan sistem politik berdasarkan akidah Islam. Islam harus menjadi tata aturan kemasyarakatan dan menjadi dasar konstitusi dan undang-undang. Hizbut Tahrir juga berniat membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di seluruh dunia melalui ini Hizbut Tahrir berkeyakinan bahwa hukum Islam dapat di berlakukan.
Gerakan yang dilakukan partai ini meliputi pendidikan dan pembinaan umat dengan wawasan Islam, melancarkan pertarungan pemikiran, dan aktivitas politik. Dalam rangka menjalankan agenda politiknya Hizbut Tahrir menempatkan diri sebagai kekuatan oposisi yang menentang para penguasa yang tidak menerapkan sistem politik Islam, syariah dan hukum-hukum Islam menurut konsepsi mereka, menghianati amanat rakyat dan melakukan penindasan. Pemikiran inilah yang mendasari pilihan strategi perjuangan mereka dengan tidak melibatkan diri dalam proses-proses politik resmi.
4. Problematika Gerakan Islam Radikal Di Indonesia
Adanya gerakan Islam radikal ini menyebabkan beberapa akibat di Indonesia. Seperti dampak sosial serta dampak yang mengancam keutuhan NKRI. Perubahan sosial sering dikaitkan dengan adanya tindakan ataupun gerakan yang mensugesti seseorang untuk melakukan suatu perubahan. Acap kali dalam keseharian kita terjadi sebuah konflik yang mengakibatkan suatu pergeseran dimana dapat merubah keadaan sosial. Keadaan sosial yang baik dapat menjadi buruk, tak dapat dipungkiri pula keadaan sosial yang baik dapat berubah menjadi buruk. Adapun dampak Sosial yang mana terjadi akibat perpecahan antara beberapa kelompok pihak yang terkait. Selain itu juga terjadi perbedaan pendapat dan asumsi yang mengakibatkan terjadinya bentrok antara beberapa pihak kelompok terkait.
Seperti tebing dalam laut apabila tidak dilindungi pasti akan terkikis dan hilang. Deskripsi tersebut menggambarkan betapa rapuhnya keutuhan NKRI. Perlindungan yang kuat harus digalakkan seperti simbol Bhineka Tunggal Ika, perbedaan bukan menjadi sebuah perpecahan akan tetapi semangat untuk menggapai kehidupan yang baik. Akan tetapi fakta yang terjadi sebaliknya, suatu perbedaan yang seharusnya syarat akan toleransi malah disalah persepsikan. Yang mana menimbulkan suatu konflik. Hal ini secara tidak langsung mengkikis keutuhan NKRI secara perlahan. Padahal kesatuan NKRI sangatlah penting untuk kemajuan bangsa dan negara.
IV. Kesimpulan
Pertama, radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung, biasanya respons tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan atau bahkan perlawanan. Masalah-masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dipandang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kondisi yang ditolak, radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan tersebut dengan bentuk tatanan lain. Ciri ini menunjukan bahwa di dalam radikalisme terkandung suatu program atau pandangan dunia tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat untuk menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti dari tatanan yang ada.
Kedua, faktor-faktor penyebab munculnya gerakan radikal Islam di Indonesia pada umumnnya adalah bentuk pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam yang perlu untuk dirumuskan dan disodorkan sebagai alternatif terhadap sistem yang berlaku sekarang, penerapkan ajaran Islam secara praktis tidak hanya sebagai konsep-konsep yang abstrak, menyingkatkan keberagaman masyarakat, kelemahan Islam dalam politik dan berlengsernya masa Orde Baru yang menyebabkan umat Islam frustasi sehingga menjadi mayoritas yang diam, Islam dalam politik tahun 1980an telah sampai kepada jalan buntu, beberapa intelektual Islam telah mengajukan jalan lain dengan membawa Islam ke jalan lain selain politik, Islam telah terdistorsi karena Islam telah dipahami secara parsial.
Ketiga, kelompok-kelompok radikal Islam di Indonesia diantarannya Jamaah Salafi (Bandung), Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS), Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad Ahlussunah wal Jamaah, Majelis mujahidin indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia
Keempat, Adanya gerakan Islam radikal ini menyebabkan beberapa akibat di Indonesia. Seperti dampak sosial serta dampak yang mengancam keutuhan NKRI. Perubahan sosial sering dikaitkan dengan adanya tindakan ataupun gerakan yang mensugesti seseorang untuk melakukan suatu perubahan.
DAFAR PUSTAKA
Sabirin, Rahimi, Islam dan Radikalisme, (Jakarta: Athoyiba, 2004)
Afadlal,dkk., Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta : LIPI Press, 2005)
Mubarak, M. Zaki, Genealogi Islam Radikal di Indonesia, (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 2007)
Rahmat, M.Imdadun, Arus Baru Islam Radikal, (Jakarta : Erlangga), 2005,
Mila, "Radikalisme Agama" http://milakomunikasidanpenyiaranislam.blogspot.com/ 2011/12/radikalisme-agama.html (akses 18 Desember 2012, 08.00 WIB)
Carut-marut reformasi demokrasi yang terus terjadi hinnga kini, dan telah membuat berbagai kalangan kian frustasi menandai fase lebih lanjut proses transisi yang telah bergulir sejak terjungkalnya kekuasaan otoriter Orde Baru tahun 1998. Pergulatan menuju demokrasi pada kenyataanya harus menghadapi banyak problem kursial, mulai dari konflik antar elite yang seolah tidak pernah berhenti merebutkan kekuasaan, munculnya sparatisme, menjalarnya konflik suku dan agama diberbagai wilayah, tumbuhnya radikalisme keagamaan, hinnga stagnasi ekonomi yang menghantarkan rakyat indonesia kearah proletarisasi.
Kebebasan politik senbagai salah satu agenda penting reformasi, mendorong munculnya kelompok-kelompok keagamaan radikal dengan berbagai macam agendanya.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Radikal?
2. Apa Faktor Penyebab Gerakan Islam Radikal Di Indonesia?
3. Apa Saja Kelompok-Kelompok Islam Radikal Di Indonesia?
4. Bagaimana Problematika Gerakan Islam Radikal Di Indonesia?
III. PEMBAHASAN
1. Pengertian Radikal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikal adalah perubahan yang amat keras menuntut perubahan undang-undang, sedangkan radikalisme merupakan paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrim dalam aliran politik.
Radikalisme adalah pemikiran atau sikap keagamaan yang ditandai oleh empat hal.
Pertama, sikap tidak toleran, tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain.
Kedua, sikap revolusioner, yaitu cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan. Umumnya radikalisme muncul dari pemahaman agama yang tertutup dan tekstual.
Kaum radikal selau merasa kelompok yang paling memahami ajaran Tuhan. Karena itu, mereka suka mengkafirkan orang lain atau menganggap orang lain sesat.
Dilihat dari sejarahnya, radikalisme terdiri dari dua wujud:
1) Radikalisme dalam pikiran (yang sering juga disebut sebagai fundamentalisme).
2) Radikalisme dalam tindakan (terorisme).
2. Faktor Penyebab Gerakan Islam Radikal Di Indonesia
Apa yang biasanya disebut sebagai kebangkitan Islam di Indonesia adalah hadirnya gejala-gejala keagamaan yang muncul secara dominan sejak tahun 1980an di tandai oleh menguatnya kecenderungan orang-orang Islam untuk kembali kepada agama mereka dengan mempraktikkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kecenderungan ini bisa dikatakan baru karena hal itu tidak muncul di tahun 1960an sehingga kebangkitan Islam baru muncul di awal tahun 1980an.
Bangkitnya Islam di Indonesia diantaranya telah terdorong oleh faktor-faktor tertentu yang berasal dari dalam islam sendiri atau dari luar islam.beberapa gerakan menyatakan secara tegas aspek-aspek politik yang ingin mereka kejar. Sebagian lainnya berusaha untuk menegaskan kembali praktik-praktik keagamaan mereka dari pada mengejar politik.
Bisa disimpulkan bahwa gerakan Islam dalam masyarakat Indonesia kontemporer sekarang ini ditandai oleh beberapa upaya.
a. Menemukan bentuk pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam yang perlu untuk dirumuskan dan disodorkan sebagai alternatif terhadap sistem yang berlaku sekarang.
b. Menerapkan ajaran Islam secara praktis tidak hanya sebagai konsep-konsep yang abstrak.
c. Menyingkatkan keberagaman masyarakat
d. Kelemahan islam dalam politik dan berlengsernya masa orde baru telah menyebabkan umat islam frustasi sehingga menjadi mayoritas yang diam. Karena islam dalam politik tahun 1980an telah sampai kepada jalan buntu, beberapa intelektual Islam telah mengajukan jalan lain dengan membawa Islam ke jalan lain selain politik.
e. Melakukan purifikasi keagamaan. Ada dugaan bahwa Islam telah terdistorsi karena Islam telah dipahami secara parsial.
Lima faktor diatas telah memunculkan situasi sosial politik dan kultural yang mengelilingi masyarakat Islam di Indonesia telah mendorong lahirnya gerakan-gerakan keagamaan ini. Jadi, gerakan-gerakan ini adalah sebagai respon terhadap situasi di sekeliling mereka.
Respon-respon ini dalam kenyataannya telah diekspresikan dalam bentuk yang beragam, tergantung pada interpretasi yang berpijak dari pemahaman mereka terhadap ideal-ideal ajaran yang ada yang dilakukan oleh para eksponen gerakan itu. Karena itu beberapa gerakan keagamaan ini bisa dibedakan ke dalam beberapa kategori.
a. Bisa dikategorikan radikal dan berusaha untuk merubah atau mengkonfontir status quo yang bukan saja dianggap tidak sesuai dengan Islam bahkan dianggap menyimpang dari Islam. Gerakan ini secara politik cukup menantang pemerintah yang ada karena mereka juga menyediakan ide-ide tentang negara Islam yang berarti akan mengganti pemerintahan sekuler yang ada dengan pemerintahan Islam.
b. Gerakan-gerakan yang menekankan pemahaman Islam melalui pengajaran. Kelompok ini berkarakter reformis karena mereka tidak hanya menampilkan dirinya sebagai penganut Islam yang lebih sadar tetapi juga berusaha mengembangkan pemahaman baru tentang Islam. Gerakan ini mengambil bentuk reformasi dan purifikasi sebagai titik tolak mereka. Gerakan ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang terbaik mengenai Islam dan berupaya membentuk pribadi muslim yang baik. Kelompok ini seperti halnya kelompok radikal Islam biasa disebut sebagai kelompok sempalan, karena mereka menyimpang dari tatanan status quo yang ada. Mereka juga mendirikan lembaga-lembaga pendidikan untuk mentransfer ide-ide mereka secara lebih mudah.
c. Yang bisa dimasukkan ke dalam gerakan Islam kontemporer adalah gerakan keagamaan yang dilakukan mahasiswa di beberapa kampus di Indonesia. Kelompok ini seperti halnya kelompok kedua, tapi kelompok ini juga mempunyai kepentingan politik, dalam arti bahwa mereka tidak menganggap Islam sebagai suatu isu politik atau mereka terlibat dalam kegiatan politik dengan maksud-maksud religius.
3. Kelompok-Kelompok Isalm Radikal Di Indonesia
a. Jamaah Salafi (Bandung)
Di Bandung, Abu Haedar adalah tokoh utama salafi, tetapi bukan pemimpin salafi karena dalam pandangan pengikut salafi mereka tidak mempunyai organisasi dan pengurus, bahkan dalam jamaah mereka sama sekali tidak ada hierarki. Semua pengikut mempunyai kedudukan yang sama. Karenanya mereka merupakan gerakan dakwah untuk menerapkan manhaj (cara atau metode berfikir) yang diyakini.
Cara - cara mereka mempraktekkan Islam sangat dipengaruhi oleh Wahabi, yang karenanya mereka berhadapan dengan masalah praktek Islam yang agak bertolak belakang. Setiap proses pengenalan Islam selalu terjadi apa yang disebut parokhialisasi dan generalisasi. Parokhialisasi adalah penyesuaian Islam ke dalam kultur lokal, sementara generalisasi adalah menarik kultur lokal ke dalam kerangka Islam yang umum atau mungkin yang dasar yang bisa berlaku dimana-mana.
Gerakan salafi dipengaruhi oleh gerakan Wahabi di Saudi Arabia. Muhammad Bin Abdul Wahab adalah pendiri Wahabi yang berusaha mengubah wajah Islam sebelumnya agar sesuai dengan yang dipraktekkan oleh Nabi. Dalam pandangannya, Islam saat itu telah dipenuhi oleh bid'ah dan khurafat. Karena itu, dalam pandangannya hal-hal ini tidak mempunyai rujukan (dari Nabi) secara jelas, dan setiap yang tidak punya rujukan adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat dan setiap yang sesat neraka tempatnya.
Kalangan Salafi bisa dikatakan sebagai kelompok fundamentalis radikal setidaknya dalam pemikiran. Hal ini berkaitan dengan keinginan mereka untuk menerapkan dasar-dasar Islam dalam kehidupan masyarakat. Disamping itu, mereka juga berkeinginan untuk mengganti Islam yang sementara ini dipraktekkan oleh masyarakat dengan Islam yang mereka anut dan dianggap paling benar. Seperti dikemukakan diatas, mayoritas umat Islam Indonesia dalam pandangan salafi telah terlumuri oleh praktek Islam yang melenceng. Bid'ah karenanya terpraktekkan dimana-mana. Kelompok masyarakat yang mempraktekkan bid'ah ini tidak terbatas pada kalangan NU (tradisionalis). Karena memelihara tradisi yang ada, tetapi juga kalangan lain yang biasa disebut modernis, seperti Muhammadiyah. Disini kelihatan bahwa salafi berusaha melakukan purifikasi, karena Islam yang ada dianggap terkotori oleh pengaruh atau praktek dan pemikiran yang tidak berasal dari sahabat Nabi. Karena itulah, mereka dalam hal ini selalu menolak pemikiran-pemikiran baru yang datang dari ulama atau intelektual Islam lain selain kelompok mereka. Jadi radikalnya itu terbatas pada kegigihannya untuk mengubah situasi atau praktek Islami yang ada yang dilakukan oleh mayoritas Muslim Indonesia dan mengembalikannya kedalam situasi atau praktek para sahabat Nabi. Radikalnya mereka tidak menyentuh dimensi pembaharuan atau reformasi baik dalam pemikiran atau lainnya.
Meskipun demikian, radikalisme salafi hanya terbatas pada sikap atau pemikiran dan tidak tertuangkan dalam tindakan. Dalam tindakan, mereka sepertinya membiarkan masalah-masalah yang sejauh ini mereka anggap bertentangan dengan Islam. Mereka terutama memberikan perhatian besar terhadap apa yang mereka sebut pelurusan akidah. Mereka, misalnya, berbeda pendapat dengan apa yang dilakukan oleh kelompok Islam lain yang menghancurkan beberapa tempat yang dianggap maksiat. Dalih yang digunakan adalah bahwa penanganan masalah seperti itu harus dilakukan oleh mereka yang punya power. Makanya hal itu sebenarnya urusan pemerintah. Apa yang perlu dilakukan oleh orang Islam adalah bersikap, setidaknya negatif terhadap maksiat tadi.
Mereka mengakui bahwa penerapan Islam itu memang meliputi banyak aspek dalam kehidupan manusia. Tetapi keterbatasan diri telah membatasi langkah menusia mengenai mana yang bisa dilakukan dan mana yang tidak. Perintah Qur'an untuk melarang atau mengubah kelakuan atau praktek maksiat tidak bisa dilakukan secara individual. Perubahan dibidang ini, kata mereka, harus menggunakan power yang memang jauh dari tangan mereka. Seorang Islam akan terbebas dari perintah itu ketika dia tidak mempunyai kekuatan dan juga menyikapi masalah kemungkaran itu sebagai masalah yang jelek yang dilarang oleh agama.
Sikap diatas nampaknya menjadi karakter penganut Salafi yang kelihatannya tidak melibatkan diri dalam tindakan-tindakan yang provokatif yang dapat menimbulkan masalah dalam masyarakat. Ini artinya bahwa lepas dari radikalisme pemikiran yang dianut mereka, kalangan Salafi dalam banyak hal hanya membatasi diri pada lapangan dakwah saja. Radikalisme yang mereka anut terbatas pada radikalisme dalam pemikiran, dan itupun juga lebih difokuskan pada mengubah praktek keislaman yang selama ini dianut oleh masyarakat Indonesia. Karena itulah, mereka agak mengecam apa yang dilakukan oleh kelompok Islam lain yang melakukan perusakan terhadap tempat maksiat. Menurut mereka, kekerasan sendiri bukan saja tidak sesuai dengan Islam tetapi juga tidak akan menyelesaikan masalah yang ada, untuk tidak mengatakan memperkeruhnya.
b. Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS)
Di Surakarta, gerakan radikal Islam pernah muncul di zaman Orde Baru. Seperti gerakan radikal lainya, gerakan tersebut telah mendapatkan tekanan dari pemerintah yang ada. Aspirasi para tokohnya terbungkan dan mereka terpaksa harus meninggalkan tanah air dan menghindar dari kerajaan Orde Baru. Diantara tokoh utama gerakan tersebut adalah Abu Bakar Basyir yang harus menyingkir ke negara tetangga.
Selain pengaruh dari para tokoh dalam memberikan inspirasi, apa yang nampaknya paling mendorong hadirnya gerakan radikal di Surakarta adalah munculnya beberapa kejadian yang dianggap merugikan posisi Islam. Dengan kata lain ada "triggering factor" yang membuat gerakan radikal di Surakarta muncul. Konflik Ambon tahun 1999 merupakan faktor pendorong munculnya gerakan ini karena dalam konflik tersebut pemerintah dianggap memberikan terjadinya pembantaian umat Islam oleh kalangan Kristiani di Ambon.
Munculnya gerakan radikal Islam ini juga dipicu oleh apatisnya aparat pemerintah dalam menegakkan aturan yang berlaku. Termasuk dalam hal ini adalah tidak berfungsinya partai politik dalam membawa aspirasi mereka. Kondisi sosial masyarakat Surakarta yang penuh dengan kemaksiatan seperti hadirnya tempat-tempat prostitusi dan beredarnya minuman keras secara bebas, tidak mendapat perhatian dari politisi sehingga umat Islam disini merasa tersinggung.
Kejadian internasional juga telah meningkatkan intensitas gerakan-gerakan radikal dalam melakukan aksinya. Kejadian World Trade Centre pada 11 September 2001 yang menguatkan dugaan buruk Amerika mengenai adanya gerakan Islam radikal di Asia Tenggara dan di duga memiliki hubungan dengan Osama Bin Laden, telah memunculkan reaksi keras di kalangan tokoh Islam Surakarta karena mereka sama sekali tidak terlibat dalam tragedi tersebut dan tidak melakukan kontak dengan gerakan radikal Osama.
Dengan prinsipnya untuk amar ma'ruf nahi munkar, FPIS telah tampil sebagai kelompk yang lebih "berani" dibandingkan dengan organisasi lain yang ada di Surakarta, tampilan FPIS dengan kegiatannya untuk melawan kemaksiatan telah memberi kesan bahwa organisasi ini radikal. Pandangan awam seperti ini terdukung oleh penampilan keseharian FPIS yang biasa menggunakan baju putih dengan sorban dan jidat berwarna hitam serta jenggot bergelajut di wajah mereka, suatu stereotip yang biasanya melekat pada kaum fundamentalis garis keras..
Meskipun soal nahi munkar mendapat perhatian yang besar, apa yang ingin di capai FPIS sebenarnya pelaksanaan syariat Islam. Kalangan pemimpin maupun pendukung FPIS, misalnya, merespon dan bahkan mengecam Abdurahman Wahid, sebagai presiden RI yang dinilai "anti" formalisasi syariat Islam seperti dia perlihatkan melalui ketidaksetujannya terhadap Piagam Jakarta. Dukungan FPIS terhadap Piagam Jakarta karena dalam piagam tersebut tercantum kata-kata yang mengakui penerapan syariat Islam bagi pemeluk agama Islam.
FPIS berpendapat bahwa agama Islam adalah agama yang sempurna. Agama yang diturunkan Allah tidak hanya untuk mengatur masalah akhirat tetapi juga dunia. Islam merupakan agama universal yang menembus batas-batas negara. Ia tidak hanya mengatur persoalan ibadat semata, tetapi juga mengatur permasalahan negara. Itulah sebabnya FPIS mempunyai obsesi untuk melakukan perubahan yang radikal terhadap sistem kenegaraan. Dalam pandangan mereka, dengan perubahan ini akan terjadi perubahan ini akan terjadi dalam hal hukum dan sistem yang berlaku, temasuk didalamnya perubahan moralitas masyarakat, dan moralitas penyelenggara negara. Perubahan moralitas ini menjadi keharusan karena tanpa itu krisis bangsa akan terus berlangsung.
c. Front Pembela Islam (FPI)
Kelahiran FPI secara resmi dideklarasikan pada tanggal 17 agustus 1998 di Pondok Pesantren Al Umm, Cempaka Putih, Ciputat. Organisasi ini sejak pertama kali dideklarasikan hingga saat ini dipimpin oleh seorang habieb yang masih cukup muda, yaitu Habieb Muhammad Rizieq Shihab.
Dasar berdirinya FPI sendiri menurut Habieb Rizieq lebih dilatari oleh keprihatinan terhadap semakin maraknya tindak kemaksiatan dan pornografi. Sementara aparat keamanan yang semestinya memberantas berbagai macam kemaksiatan tersebut seperti tidak berdaya dan bahkan membiarkan begitu saja. Kenyataan ini tentu saja bertolak belakang dengan nilai-nilai yang dipegang FPI, yang tujuan pendiriannya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Anggaran Dasarnya, adalah untuk "menegakkan amar ma'ruf nahi munkar di segala aspek kehidupan".
Latar belakang seperti itu menunjukkan bahwa pada mulanya FPI bukanlah sebuah perkumpulan yang bersifat politik. Namun demikian dalam perkembangan lebih lanjut, isu-isu yang diangkat oleh FPI semakin meluas tidak lagi sekedar melakukan penyisiran dan perusakan lokasi-lokasi maksiat, tetapi FPI juga sangat untensif dalam mengkritisi berbagai persoalan politik yang muncul.
d. Laskar Jihad Ahlussunah wal Jamaah
Laskar jihad merupakan bagian dari gerakan salafi. Akar kesejarahan dari gerakan salafi ini dapat dirunut asal-muasalnya dalam gerakan wahabi atau wahabiah yang muncul pertama kali pada akhir abad ke-19 di Saudi Arabia. Dinamakan sebagai Wahabiah sebab gerakan ini bersumber dari seorang ulama "pembaru" Muhammad bin abdul Wahab. Pada awal perkembanganya, ide-ide dan perilaku yang dianut oleh kelompok-kelompok islam yang lain, termasuk kalangan umat Islam tradisional di Indonesia. Hal ini tidak lain disebabkan pandangan Wahabi yang terlalu ketat mengenai konsep katauhidan.
Ide dan gerakan yang dilakukan semuanya dalam kerangkan pemurnian tauhid dari segala macam syirik dan bid'ah, dengan cara menghancurkan tempat-tempat dan bangunan kuburan yang dianggap keramat oleh sebagian umat Islam.
Ajaran ini masuk ke Indonesia melalui para sarjana alumni Timur Tengah yaitu Arab Saudi yang ber Imamkan Ja'far Umar Thalib dan Kuwait dengan pemimpinya Abu Nida, Abu Hakim, Yusuf Baisa, dan Yazid Jawash. Dua negara ini merupakan basis utama gerakan salafi seluruh dunia.
e. Majelis Mujahidin Indonesia
Lahir pada masa transisi politik, dan kemudian banyak menyita perhatian. MMI ini di deklarasikan melalui sebuah kongres yang cukup meriah pada tanggal 5-6 agustus 2002 di Yogyakarta. Yang melatar belakangi diadakanya kongres ini adalah diilhami sebuah semangat untuk mendzahirkan syariah ilahi dan dilatari oleh kesadaran akan pentingnya menyelaraskan langkah perjuangan utnuk menuntaskan persoalan krisis dan krusial keumatan maupun kemanusiaan, yaitu tegaknya syariah Islam.
Konsolidasi yang dilakukan para aktivis kelompok radikal yang mempelopori terselenggaranya Kongres Mujahidin itu sendiri sebenarnya dalam prosesnya telah berlangsung cukup lama. Para aktivis MMI, terutama beberapa kelompok mudanya, telah merintis beberapa langkah konsolidasi untuk menyatukan beberapa elemen Islam, terutama mereka yang berasal dari kubu Darul Islam semenjak tahun 1993. Seiring saat keluarnya beberapa tahanan politik Darul Islam. Kelompok pemuda bekas tahanan inilah yang menggagas betemunya para tokoh Islam radikal di Jogjakarta tersebut.
f. Hizbut Tahrir Indonesia
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik Islam yang didirikan oleh Taqiyuddin An-Nabhany di Al-Quds, Palestina pada tahun 1952. Kegiatan utama partai ini adalah politik dan berideologi Islam. Hizbut Tahrir bercita-cita membangun tatanan masyarakat dan sistem politik berdasarkan akidah Islam. Islam harus menjadi tata aturan kemasyarakatan dan menjadi dasar konstitusi dan undang-undang. Hizbut Tahrir juga berniat membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di seluruh dunia melalui ini Hizbut Tahrir berkeyakinan bahwa hukum Islam dapat di berlakukan.
Gerakan yang dilakukan partai ini meliputi pendidikan dan pembinaan umat dengan wawasan Islam, melancarkan pertarungan pemikiran, dan aktivitas politik. Dalam rangka menjalankan agenda politiknya Hizbut Tahrir menempatkan diri sebagai kekuatan oposisi yang menentang para penguasa yang tidak menerapkan sistem politik Islam, syariah dan hukum-hukum Islam menurut konsepsi mereka, menghianati amanat rakyat dan melakukan penindasan. Pemikiran inilah yang mendasari pilihan strategi perjuangan mereka dengan tidak melibatkan diri dalam proses-proses politik resmi.
4. Problematika Gerakan Islam Radikal Di Indonesia
Adanya gerakan Islam radikal ini menyebabkan beberapa akibat di Indonesia. Seperti dampak sosial serta dampak yang mengancam keutuhan NKRI. Perubahan sosial sering dikaitkan dengan adanya tindakan ataupun gerakan yang mensugesti seseorang untuk melakukan suatu perubahan. Acap kali dalam keseharian kita terjadi sebuah konflik yang mengakibatkan suatu pergeseran dimana dapat merubah keadaan sosial. Keadaan sosial yang baik dapat menjadi buruk, tak dapat dipungkiri pula keadaan sosial yang baik dapat berubah menjadi buruk. Adapun dampak Sosial yang mana terjadi akibat perpecahan antara beberapa kelompok pihak yang terkait. Selain itu juga terjadi perbedaan pendapat dan asumsi yang mengakibatkan terjadinya bentrok antara beberapa pihak kelompok terkait.
Seperti tebing dalam laut apabila tidak dilindungi pasti akan terkikis dan hilang. Deskripsi tersebut menggambarkan betapa rapuhnya keutuhan NKRI. Perlindungan yang kuat harus digalakkan seperti simbol Bhineka Tunggal Ika, perbedaan bukan menjadi sebuah perpecahan akan tetapi semangat untuk menggapai kehidupan yang baik. Akan tetapi fakta yang terjadi sebaliknya, suatu perbedaan yang seharusnya syarat akan toleransi malah disalah persepsikan. Yang mana menimbulkan suatu konflik. Hal ini secara tidak langsung mengkikis keutuhan NKRI secara perlahan. Padahal kesatuan NKRI sangatlah penting untuk kemajuan bangsa dan negara.
IV. Kesimpulan
Pertama, radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung, biasanya respons tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan atau bahkan perlawanan. Masalah-masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dipandang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kondisi yang ditolak, radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan tersebut dengan bentuk tatanan lain. Ciri ini menunjukan bahwa di dalam radikalisme terkandung suatu program atau pandangan dunia tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat untuk menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti dari tatanan yang ada.
Kedua, faktor-faktor penyebab munculnya gerakan radikal Islam di Indonesia pada umumnnya adalah bentuk pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam yang perlu untuk dirumuskan dan disodorkan sebagai alternatif terhadap sistem yang berlaku sekarang, penerapkan ajaran Islam secara praktis tidak hanya sebagai konsep-konsep yang abstrak, menyingkatkan keberagaman masyarakat, kelemahan Islam dalam politik dan berlengsernya masa Orde Baru yang menyebabkan umat Islam frustasi sehingga menjadi mayoritas yang diam, Islam dalam politik tahun 1980an telah sampai kepada jalan buntu, beberapa intelektual Islam telah mengajukan jalan lain dengan membawa Islam ke jalan lain selain politik, Islam telah terdistorsi karena Islam telah dipahami secara parsial.
Ketiga, kelompok-kelompok radikal Islam di Indonesia diantarannya Jamaah Salafi (Bandung), Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS), Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad Ahlussunah wal Jamaah, Majelis mujahidin indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia
Keempat, Adanya gerakan Islam radikal ini menyebabkan beberapa akibat di Indonesia. Seperti dampak sosial serta dampak yang mengancam keutuhan NKRI. Perubahan sosial sering dikaitkan dengan adanya tindakan ataupun gerakan yang mensugesti seseorang untuk melakukan suatu perubahan.
DAFAR PUSTAKA
Sabirin, Rahimi, Islam dan Radikalisme, (Jakarta: Athoyiba, 2004)
Afadlal,dkk., Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta : LIPI Press, 2005)
Mubarak, M. Zaki, Genealogi Islam Radikal di Indonesia, (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 2007)
Rahmat, M.Imdadun, Arus Baru Islam Radikal, (Jakarta : Erlangga), 2005,
Mila, "Radikalisme Agama" http://milakomunikasidanpenyiaranislam.blogspot.com/ 2011/12/radikalisme-agama.html (akses 18 Desember 2012, 08.00 WIB)
0 komentar:
Posting Komentar