A. Pengertian
Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” (Inggris: tolerance;
Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau
pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara etimologi, toleransi adalah
kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada[1].
Sedangkan menurut istilah (terminology), toleransi yaitu bersifat atau bersikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)pendirian(pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendiriannya[2].
Jadi,
toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak
mengganggu dan tidak melecehkan agama atau system keyakinan dan ibadah penganut
agama-agama lain.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi
terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak
mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap
manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang
pun yang boleh mencabutnya.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama
adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan
dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah
penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan
toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan
membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang
benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan
sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.
B.
Konsep Toleransi dalam
Islam
Berdasarkan
pengertian toleransi, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui
adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit,
bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama. Ini semua merupakan fitrah
dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan. Landasan dasar pemikiran
ini adalah firman Allah dalam
QS.
Al-Hujurat ayat 13:
Toleransi dalam beragama bukan
berarti kita hari ini boleh bebas menganut agama tertentu dan esok hari kita
menganut agama yang lain atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas
semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi
beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama
lain selain agama kita dengan segala bentuk system, dan tata cara
peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama
masing-masing.
Konsep toleransi yang ditawarkan
Islam sangatlah rasional dan praktis serta tidak berbelit-belit. Namun, dalam
hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islam tidak mengenal
kata kompromi. Ini berarti keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan
keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga
dengan tata cara ibadahnya. Bahkan Islam melarang penganutnya mencela
tuhan-tuhan dalam agama manapun. Maka kata tasamuh atau toleransi dalam
Islam bukanlah “barang baru”, tetapi sudah diaplikasikan dalam kehidupan sejak
agama Islam itu lahir.
Karena itu, agama Islam menurut
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah saw. pernah ditanya tentang
agama yang paling dicintai oleh Allah, maka beliau menjawab: al-Hanafiyyah
as-Samhah (agama yang lurus yang penuh toleransi), itulah agama Islam.[3]
Toleransi sendiri terbagi atas tiga
yaitu :
a.
Negatif
Isi ajaran dan
penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja
karena menguntungkan dalam keadaan terpaksa.Contoh PKI atau orang-orang yang
beraliran komunis di Indonesia pada zamanIndonesia baru merdeka.
b.
Positif
Isi ajaran
ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai.Contoh Anda beragama Islam
wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh keyakinan pada ajaran
agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda hargai.
c.
Ekumenis
Isi ajaran serta
penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur
kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri. Contoh Anda dengan
teman Anda sama-sama beragama Islam atau Kristen tetapi berbeda aliran atau
paham. Dalam kehidupan beragama sikap toleransi ini sangatlah dibutuhkan,
karena dengan sikap toleransi ini kehidupan antar umat beragama dapat tetap
berlangsung dengan tetap saling menghargai dan memelihara hak dan kewajiban
masing-masing.
C. Hubungan
toleransi
1. Hubungan
Antara Toleransi dengan Ukhuwah (persaudaraan) Sesama Muslim
Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 10:
Dalam
ayat di atas, Allah menyatakan bahwa orang-orang mu’min bersaudara, dan memerintahkan
untuk melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi
kesalahpahaman diantara 2 orang atau kelompok kaum muslim, Al-Qur’an memberikan
contoh-contoh penyebab keretakan hubungan sekaligus melarang setiap muslim
melakukannya.
Q.S AL-Hujurat:11
Ayat
tersebut juga memerintahkan orang mu’min untuk menghindari prasangka buruk,
tidak mencari-cari
kesalahan orang lain, serta menggunjing, yang diibaratkan al-Qur’an seperti
memakan daging saudara sendiri yang telah meninggal dunia.
Untuk mengembangkan sikap toleransi
secara umum, dapat kita mulai terlebih dahulu dengan bagaimana kemampuan kita
mengelola dan mensikapi perbedaan (pendapat) yang (mungkin) terjadi pada
keluarga kita atau pada keluarga/saudara kita sesama muslim. Sikap toleransi
dimulai dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari
adanya perbedaan. Dan menyadari pula bahwa kita semua adalah bersaudara. Maka
akan timbul rasa kasih sayang, saling pengertian dan pada akhirnya akan
bermuara pada sikap toleran. Dalam konteks pendapat dan pengamalan agama,
al-Qur’an secara tegas memerintahkan orang-orang mu’min untuk kembali kepada
Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnah). Tetapi seandainya etrjadi perbedaan
pemahaman al-Qur’an dan sunnah itu, baik mengakibatkan perbedaan pengamalan
ataupun tidak
2. Hubungan
antara Toleransi dengan Mu’amalah antar Umat Beragama (Non-Muslim)
Dalam
kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat
dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut
agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip
keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk
beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Hal demikian
dalam tingkat praktek-praktek social dapat dimulai dari sikap bertetangga,
karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut
keagamaan dalam praktek social, kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, serta
bukan hanya sekedar pada tataran logika dan wacana.
Sikap toleransi antar umat beragama
bias dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan
kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling
menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong.
Mengenai system keyakinan dan agama
yang berbeda-beda, al-Qur’an menjelaskan pada ayat terakhir surat al-kafirun
Bahwa
perinsip menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan. Tidak mungkin
manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama; atau mengamalkan ajaran
dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, al-Qur’an menegaskan bahwa
umat islam tetap berpegang teguh pada system ke-Esaan Allah secara mutlak;
sedabgkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya sendiri. Dalam
ayat lain Allah juga menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama
mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling hujat menghujat.
Pada taraf ini konsepsi tidak
menyinggung agama kita dan agama selain kita, juga sebaliknya. Dalam masa
kehidupan dunia, dan untuk urusan dunia, semua haruslah kerjasama untuk
mencapai keadilan, persamaan dan kesejahteraan manusia. Sedangkan untuk urusan
akhirat, urusan petunjuk dan hidayah adalah hak mutlak Tuhan SWT. Maka dengan
sendirinya kita tidak sah memaksa kehendak kita kepada orang lain untuk
menganut agama kita.
Al-Qur’an juga menganjurkan agar
mencari titik temu dan titik singgung antar pemeluk agama. Al-Qur’an
menganjurkan agar dalam interaksi social, bila tidak ditemukan persamaan,
hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling
menyalahkan:
Bahkan
al-Qur’an mengajarkan kepada Nabi Muhammad saw. dan ummatnya untuk menyampaikan
kepada penganut agama lain setelah kalimat sawa’ (titik temu) tidak dicapai
(QS. Saba:24-26):
Jalinan
persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali tidak dilarang oleh
Islam, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua belah pihak saling
menghormati hak-haknya masing-masing (QS. Al-Mumtahanah: 8):
D.
Pandangan
islam tentang toleransi
Islam adalah
agama yang toleran, agama yang penuh kasih sayang yang selalu menghormati antar
umat beragama. Bukankah dalam Al-Quran dikatakan bahwa “Bagiku agamaku
dan bagimu agamamu”(QS.Al-kafirun:6) bukankah itu adalah salah satu
pengakuan Islam terhadap keberagaman agama, bahkan Rasulullah sendiri
mencontohkan ketika Rasul berzakat dia juga memberikan Zakatnya kepada orang
yahudi, ketika ditanya orang yahudi mengapa Rasulullah memberi zakat kepadanya
padahal dia bukan seorang muslim, Jawab beliau “Engkau adalah tetanggaku, dan
aku wajib memuliakan Saling Menghormati Sesama
Sebagai makhluk sosial manusia
mutlak membutuhkan sesamanya dan lingkungan sekitar untuk melestarikan
eksistensinya di dunia. Tidak ada satu pun manusia yang mampu bertahan hidup
dengan tanpa memperoleh bantuan dari lingkungan dan sesamanya.
Dalam konteks ini, manusia harus
selalu menjaga hubungan antar sesama dengan sebaik-baiknya, tak terkecuali
terhadap orang lain yang tidak seagama, atau yang lazim disebut dengan istilah
toleransi beragama.
Toleransi beragama berarti saling
menghormati dan berlapang dada terhadap pemeluk agama lain, tidak memaksa
mereka mengikuti agamanya dan tidak mencampuri urusan agama masing-masing.
Ummat Islam diperbolehkan bekerja sama dengan pemeluk agama lain dalam aspek
ekonomi, sosial dan urusan duniawi lainnya.
Dalam
sejarah pun, Nabi Muhammad Saw telah memberi teladan mengenai bagaimana hidup
bersama dalam keberagaman.
(1) Tidak Ada
Paksaan Dalam Beragama
Dalam soal beragama, Islam tidak
mengenal konsep pemaksaan beragama. Setiap diri individu diberi kelonggaran
sepenuhnya untuk memeluk agama tertentu dengan kesadarannya sendiri, tanpa
intimidasi.
Di dalam al-quran pun dijelaskan:
(QS.
Yunus;99-100).
(QS. Al Kahfi; 29)
Persoalan keyakinan atau beragama
adalah terpulang kepada hak pilih orang per orang, masing-masing individu,
sebab Allah Subhanahu wata’ala sendiri telah memberikan kebebasan kepada
manusia untuk memilih jalan hidupnya.
Manusia oleh Allah Subhanahu wata’ala diberi peluang untuk menimbang secara
bijak dan kritis antara memilih Islam atau kufur dengan segala resikonya. Meski
demikian, Islam tidak kurang-kurangnya memberi peringatan dan menyampaikan
ajakan agar manusia itu mau beriman.
(2) Dalam Aqidah Tidak Ada Toleransi
Jika dalam aspek sosial
kemasyarakatan semangat toleransi menjadi sebuah anjuran, ummat Islam boleh
saling tolong menolong, bekerja sama dan saling menghormati dengan orang-orang
non Islam, tetapi dalam soal aqidah sama sekali tidak dibenarkan adanya
toleransi antara ummat Islam dengan orang-orang non Islam.
Rasulullah Shollallahu alaihi
wasallam tatkala diajak ber-toleransi dalam masalah aqidah, bahwa pihak kaum
Muslimin mengikuti ibadah orang-orang kafir dan sebaliknya, orang-orang kafir
juga mengikuti ibadah kaum Muslimin, secara tegas Rasulullah diperintahkan oleh
Allah Subhanahu wata’ala untuk menolak tawaran yang ingin menghancurkan prinsip
dasar Aqidah Islamiyah itu. Allah Ta’ala berfirman: Katakanlah: “Hai
orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku.”(QS.al-kaffirun:1-6)
Dalam setiap melaksanakan sholat,
sebenarnya ummat Islam telah diajarkan untuk selalu berpegang teguh terhadap
aqidah Islamiyah dan jangan sampai keyakinan ummat Islam itu sedikit pun
dirasuki oleh virus syirik, yaitu dengan membaca: “Sesungguhnya Aku menghadapkan
diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada
agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya milik Allah,
Tuhan semesta alam. Tidak ada yang menyekutui-Nya.
Q.S.Ali imran (85)
Siapa yang menginginkan kebahagiaan
dan kemuliaan di dunia dan akhirat, tidak ada jalan kecuali beriman kepada
Allah Subhanahu wata’ala dan beribadah kepada-Nya. Kemuliaan itu tidak bisa
dicapai dengan menyembah selain Allah Ta’ala. Kemuliaan hanya milik Allah
semata. “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan
itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang
saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka
azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.”
E. Contoh
Toleransi Agama
1)
Pada awal memulai kehidupannya
dimadinah langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw adalah
menyatukan masyarakat di madinah dan sekitarnya, yang terdiri dari beberapa
suku dan agama langkah strategis ini melahirkan “Piagam Madinah” yang meletakan
dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara bagi masyarakat majemuk. Dalam
Piagam Madinah tersebut diatur hubungan antara sesama anggota komunitas islam
dengan komunitas lainnya, antara lain:
a.
Saling
membatu dalam pengamanan wilayah Madinah
b.
Membela
warga yang teraniaya
c.
Menghormati
kebebasan beragama dan beribadah
d.
Menjaga
hubungan bertetangga yang baik
e.
Mengadakan
musyawarah apabila terjadi sesuatu diantara mereka
2.
Khalifah
Umar bin Khattab r.a. waktu menerima berita bahwa pasukan islam telah menguasai
al-Quds (yuressalam), segera dikirimkan perintah kepada komandan pasukannya,
dimana isi perintah tersebut:
a.
Berikan
jaminan keamanan kepada penduduk,baik jiwanya,harta miliknya,maupun rumah-rumah
ibadahnya.
b.
Jangan
mengganggu dan merusak gereja-gerejanya ,atau salib-salibnya
c.
Jangan
mengganggu atau menggambil barang-barang fasilitas peribadatan yang mereka
miliki.
Rambu-rambu kerukunan dalam kehidupan beragama dalam
masyarakat majemuk,antara lain dikemukakan dalam Al-quran surat al-hujarat ayat
11-12 untuk kerukunan antara sesame umat seiman,yang intiny:
a.
Jangan sampai
satu kelompok menghina kelompok lain.
b.
Jangan
saling mencela
c.
Jangan
menyebut kelompok tertentu dengan kesan melecehkan.
d.
Jangan suka
berpra sangka buruk terhadap pihak lain.
e.
Jangan suka
mencari-cari kesalalahan orang
f.
Jangan
menyebar isuyang merugikan orang lain
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’nul
Karim
Syeikh Salim
bin ‘Ied al-Hilali, Toleransi Islam Menurut Pandangan Al-Qur'an dan As-Sunnah,
terj. Abu Abdillah Mohammad Afifuddin As-Sidawi (Misra: Penerbit Maktabah
Salafy Press, t.t.).
http://ibnuharun.multiply.com/journal/item/24
www.pesantrenonline.com
0 komentar:
Posting Komentar