Kita sedih, sikap intoleran dengan jalan kekerasan kini terulang
kembali. Sedikitnya 10 vihara dan klenteng serta 1 yayasan sosial
dirusak oknum tidak bertanggung jawab di Tanjung Balai, Sumatera Utara
(30/7). Sebagai umat beragama, semestinya kita semua menjaga dan
menciptakan kerukunan antarumat beragama demi terciptanya kehidupan yang
damai, tenteram dan toleran.
Menjaga Kerukunan
Pemahaman tentang hakikat kerukunan merupakan hal penting untuk
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Islam dan agama-agama lain
tidak pernah memerintahkan umatnya untuk melakukan kekerasan. Itu
artinya, memahami kerukunan merupakan esensi dari Islam, juga sebuah
pemahaman terhadap agama-agama lain.
Pembakaran rumah ibadah sangat jelas tidak mencerminkan pemahaman
substansi ajaran agama. Alih-alih memahami, justru mereka kerap
mengatasnamakan ayat suci agama untuk membuat teror dan perusakan dengan
kekerasan.
Konflik atas nama agama sering kali menjebak umat beragama dalam
kehidupan bermasyarakat. Padahal hakikat beragama adalah menjaga
nilai-nilai universal seperti kedamaian dan persaudaraan. Islam tidak
pernah membawa kobaran api kekacauan dan kerusakan. Islam juga tidak
pernah menganjurkan umatnya untuk melakukan kekerasan dan perusakan,
apalagi terhadap penganut agama lain.
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang terhormat dan
bermartabat, karena itu melakukan tindakan kekerasan terhadap sesama
manusia merupakan tindakan biadab.
Jalan kekerasan merupakan tindakan yang melenceng dari ajaran-ajaran
luhur Islam, seperti perdamaian, kasih sayang dan ramah lembut.
Pemaksaan atas nama agama kerap kali terjadi. Suatu kelompok yang
beragama lain dimusuhi dan diasingkan dari pergaulan sosial.
Bahkan juga tak jarang mereka yang beranggapan kelompok penganut
agama yang berbeda sebagai pengganggu dan penghalang yang harus
disingkirkan. Sebuah sikap yang tidak dibenarkan oleh ajaran agama mana
pun. Hal ini juga sangat jauh dari spirit Islam yang tak pernah mengenal
paksaan dalam beragama (la ikraha fi ad-din).
Sebenarnya, akar dari tindak kekerasan ini adalah ajaran-ajaran agama
yang kerap kali disampaikan dengan cara paksaan. Hal ini terlihat saat
dakwah dengan cara teriak-teriak di jalanan. Mereka para pemuka agama
yang berdakwah dengan jalan kekerasan membuat stigma negatif di kalangan
agama lain terhadap Islam.
Karena tindakan mereka Islam disimpulkan sebagai agama yang tidak
mengedepankan prinsip perdamaian, kasih sayang dan ajaran luhur. Umat
Islam diidentikkan dengan kekerasan, pemaksaan dan tindakan negatif.
Padahal, Islam menganjurkan kepada umatnya untuk berdakwah dengan cara-cara santun (al-mau’idzah al-hasanah), bijaksana (al-hikmah), dan argumentasi yang rasional (mujadilah bi al-lati hiya ahsan). Sebenarnya cara dakwah seperti ini telah dipraktikkan oleh Wali Songo (sembilan tokoh wali).
Mereka menggunakan cara penyadaran daripada pemaksaan, apalagi
kekerasan. Bahkan para Wali Songo juga mengakulturasi budaya dengan
ajaran Islam, sehingga Islam bisa diterima terbuka oleh masyarakat luas.
Keniscayaan Keragaman
Sangat penting dipahami bahwa keragaman merupakan rahmat. Kemajemukan
merupakan pelangi untuk mencapai kebenaran yang hakiki. Perbedaan
keyakinan seharusnya menjadi landasan setiap umat beragama untuk
berlomba-lomba berperilaku toleran terhadap umat agama lain.
Sebab, saling menghormati merupakan syarat mutlak terbentuknya
kehidupan yang damai yang dilandasi dengan semangat persaudaraan (al-ukhuwah), tolong menolong (at-ta’awun) dan toleransi (at-tasamuh).
Allah SWT di dalam al-Quran sangat tegas menyatakan, Kalaulah Allah
berkehendak pastilah Ia menjadikan kalian menjadi satu umat saja
(Al-Nahl: 93). Di dalam tafsir Jalalain, kata “satu umat” adalah satu
agama (ahla dinin wahid). Itu artinya, jika Allah berkehendak
niscaya umat manusia hanya dijadikan satu agama saja. Tidak perlu
teriak-teriak dan melakukan kekerasan untuk berdakwah agar menganut
agama tertentu.
Namun demikian, Allah SWT tidak menghendaki adanya satu agama di
dunia ini. Sebaliknya, Allah berkehendak untuk menjadikan makhluknya
menjadi berbagai golongan dengan penuh pluralitas. Makna yang bisa kita
ambil dari keberagaman ini adalah agar manusia bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk, mana yang salah dan mana yang benar.
Dalam pemahaman seperti ini, terciptanya kehidupan yang rukun dan
damai serta menghindari konflik adalah tugas dan tanggung jawab kita
bersama. Tidak hanya pemerintah, petugas keamanan, dan tokoh agama saja,
namun masyarakat umum harus bahu-membahu memerangi perilaku intoleran.
Ajaran Islam damai harus hadir dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Rasa saling percaya dan membuang curiga akan menciptakan
ruang kehidupan yang tenteram bersama seluruh komponen bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar