Cari Blog Ini

Sabtu, 23 September 2017

Ter-PKI-kannya Jokowi: Logika Jungkir Balik Barisan Keblinger dan Gagal Move On

Baiklah saya akan menuliskannya untuk Anda!
Piye mblo? Kekinian kan judulnya? Hahaha. Emang saya sengaja, biar FH semakin kejang dengan imbuhan ter yang belakangan ini ia permasalahkan dengan tujuan tidak jelas. Sama tidak jelasnya dengan isu fiktif dan halusinasi buatan tentang kebangkitan PKI yang kini kembali marak beredar. (Catatan: demi mengurangi aura horor, selanjutnya saya akan menggunakan istilah “parkomi” dalam menyebut partai terlarang ini)

Berkali-kali saya katakan bahwa isu ini hanyalah bagian dari cara bar-bar untuk menyerang Presiden Jokowi. Harapan terbesar mereka sebenarnya adalah lengsernya Presiden Jokowi. Namun saya rasa hal itu sangatlah sulit, dan merekapun menyadarinya. Akhirnya mereka berpikir paling tidak elektabilitas Presiden Jokowi anjlok dan akhirnya bisa dikalahkan di 2019 nanti. Tapi perlu saya katakan, itu salah besar!
Sepertinya karena nafsu yang terlalu menggebu untuk mengantarkan junjungannya bisa berkuasa, akhirnya mereka ini kehilangan kewarasan dalam berpikir. Akibatnya mereka bertindak bodoh sebodoh-bodohnya sejak Pilpres 2014 lalu. Sampai sekarang pun saya melihat belum ada tanda-tanda bahwa mereka mulai sembuh dari kebodohan yang akut tersebut. Hal tersebut terlihat dengan tetap masifnya mereka menggoreng isu parkomi untuk menjatuhkan Presiden Jokowi.
Kalau dipikir dengan akal sehat, sebenarnya menggunakan isu parkomi dan anti Islam untuk menyerang Presiden Jokowi adalah logika yang sangat tidak nyambung. Yang pertama begini, setiap penyelenggaraan Pemilu selalu ada yang namanya payung hukum. Begitu juga saat Pilpres 2014 lalu yang telah sukses menobatkan tukang kayu dari Solo itu sebagai RI 1. Dalam penyelenggaraan Pilpres tersebut, KPU menggunakan Undang-Undang (UU) No. 42 Tahun 2008 yang menjadi dasar hukumnya.
UU tersebut memuat berbagai ketentuan yang mengatur penyelenggaraan Pilpres. Pasangan Capres-Cawapres yang menjadi peserta Pemilu wajib memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur dalam UU yang juga dipakai pada Pilpres 2009 tersebut (kompas.com). Saya berusaha keras membaca agar bisa memahami UU tersebut, sekeras usaha saya dalam menemukan jodoh kedua saya, hahaha. Namun sekeras apapun usaha saya, ternyata tak saya temukan syarat yang melarang seorang keturunan parkomi (apalagi cuma dituduh tanpa bukti yang valid) untuk menjadi Capres. Kecuali satu hal ini:
Pasal 5
Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah:
(q). Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI.

Nah, dari sini saja sudah bisa kita lihat bahwa tuduhan mereka terhadap Presiden Jokowi adalah cacat logika. Bagaimanapun juga, tak mungkin beliau lolos verifikasi KPU jika memang ia pernah menjadi simpatisan PKI, lha wong waktu partai terlarang tersebut dibubarkan aja beliau masih berumur 5 tahun. Saya kira teramat lucu lah jika anak sekecil itu sudah menjadi anggota partai. Kalau Partai Kanak-Kanak Indonesia sih mungkin saja. Hahaha.
Okey, itu dulu. Mereka tak bisa membuktikan kebenaran atas tuduhannya, karena memang faktanya tak seperti yang mereka tuduhkan. Gagal lah usaha memprovokasi masyarakat bahwa Jokowi adalah parkomi/keturunannya. Akhirnya mereka kembali memutar otak agar bisa memakzulkan Presiden yang dipilih oleh rakyat secara sah. Karena yang diputar adalah otak yang hanya terpakai 50 % (dari total pemakaian 100%), maka ide yang mereka temukan pun tidak lebih baik. Bahkan saya rasa jauh lebih menyedihkan. Gagal menyerang asal usul Presiden Jokowi, akhirnya mereka membuat lelucon baru bahwa parkomi telah bangkit.
Mereka juga berusaha dengan berbagai cara yang konyol dan keblinger demi meyakinkan rakyat Indonesia bahwa Presiden Jokowi melindungi parkomi. Lagi-lagi harus saya katakan, ini juga cacat logika! Nah betul kan, begitu menyedihkan! Sekarang begini, parkomi yang distigmakan selama ini adalah organisasi yang begitu jahat, sadis, tukang silet wajah, pembunuh banyak jenderal TNI dan pernah berusaha melakukan kudeta terhadap pemerintahan mendiang Presiden Soekarno. Tak pernah ada (atau hanya sedikit saja) pihak yang berusaha mencari dan menceritakan sisi baik dari parkomi.
Pada intinya, yang ditakutkan semua orang jika parkomi bangkit adalah terjadinya pertumpahan darah yang luar biasa hingga kudeta terhadap Pemerintah. Jangan salah, saya pun tak mengharapkan ini terjadi! Takut juga keleus… Pertanyaannya, mungkinkah Presiden Jokowi memelihara dan melindungi sesuatu yang berpotensi menggulingkan dirinya dari tampuk kepemimpinan? Jawabannya adalah tidak mungkin sama sekali! Impossible, he isn’t yet as crazy as that. Presiden Jokowi masih waras mblo, bagaimanapun beliau masih berniat menuntaskan pengabdiannya. Terlihat dari segala bentuk kerja kerasnya dalam memajukan Indonesia.
Siapapun anda, saya berharap ada yang bisa menjelaskan kepada saya tentang logika yang mampu membenarkan terparkomikannya Presiden Jokowi. Karena hingga saat ini saya belum menemukan logika yang rasional tentang hal ini, tidak tahu besok-besok. Yang bisa saya lihat dengan akal sehat adalah; isu kebangkitan parkomi hanyalah polemik buatan barisan keblinger dan gagal move on untuk menciptakan kekacauan di negeri.
Keblinger karena pikiran yang tidak logis. Gagal move on karena mereka masih berasa hidup di sekitar tahun 1965 yang mana waktu itu dengan isu parkomi, Pemerintahan yang sah akhirnya bisa digulingkan. Dan mereka ingin mengulangi hal tersebut. Atau gagal move on karena mereka masih merasa hidup di tahun 1998, yang mana dengan kerusuhan saat itu berhasil memaksa turun sang jenderal besar dari kursi yang ia duduki selama 32 tahun. Dan mereka masih ingin mengulangi hal yang sama. Bisa juga gagal move on karena bayangan mereka saat ini Presiden Jokowi adalah mendiang Gus Dur yang bisa seenaknya digulingkan dengan tuduhan yang sampai hari ini tak pernah terbukti. Dasar ndeso!
Atau perlukah saya katakan gagal move on atas kegagalan junjungannya dalam berkali-kali nyapres? Sudahlah, hentikan semua omong kosong ini! Presiden Jokowi adalah orang berbeda dengan nasib yang berbeda pula dari mendiang Pak Karno, Pak Harto ataupun Gus Dur. Rakyak yang hidup di era ini pun berbeda dengan saat-saat itu. Jauh lebih cerdas. Rakyat yang ingat betul akan pesan Ahok: “Jangan mau dibohongi pakai parkomi dan macem-macem itu!”
Biarkan Pak Jokowi bekerja membangun bangsa ini, kalau perlu bantu dengan apapun yang bisa kalian lakukan. Masih ada waktu 2 tahun, waktu yang saya rasa masih cukup untuk melakukan banyak hal. Serta membuktikan bahwa siapapun yang ingin menggantikan Pak Jokowi adalah sosok yang mampu bekerja dan bisa memberikan manfaat untuk rakyat dan negeri tercinta ini. Dan jika memang sudah bisa membuktikan sumbangsihnya, 2019 menanti untuk bertarung secara ksatria. Mudheng mblo?
Terima kasih, salam PBNU!

0 komentar:

Posting Komentar