Cari Blog Ini

Minggu, 17 September 2017

Jokowi: Siang Diejek Pencitraan, Malam Ajak Cucu Main, Bocor Air Mata Jenderal!

Melihat bagaimana tindakan dan setiap apa yang dilakukan oleh Jokowi selama ini, tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa Jokowi adalah seorang petarung yang sangat handal di dunia politik. Presiden RI tersebut tidak menggunakan atribut kepresidenannya di dalam melakukan setiap tindakannya, karena ia tahu dirinya adalah seorang yang lahir dengan telanjang dan akan kembali ke tanah tanpa membawa apapun.
Ini adalah filsafat yang dihidupi oleh Presiden RI. Gelar Presidennya tidak membuatnya melayang tinggi, karena ia tahu bahwa bagaimanapun juga, gelar ini bersifat sementara. Gelar presiden yang sementara ini, diemban sebaik-baiknya. Ia tidak akan menjual agamanya untuk mendapatkan gelar tersebut. Namun di sisi lain, kita melihat bagaimana ada orang-orang yang menjual agama mereka, bahkan agama besar mereka untuk sebuah kekuasaan sementara.
Jika kita ingin membandingkannya dengan tokoh Alkitab, kitab suci saya, orang-orang ini menghidupi kisah Esau yang menjual identitasnya yang kita kenal familiar dengan istilah ‘hak kesulungan’ hanya dengan semangkuk sup kacang merah. Nafsunya yang sangat sementara ini, harus dibayar seumur hidup dengan kehilangan hak kesulungan.
Hak kesulungan pada saat itu merupakan sebuah hak yang paling tinggi, bahkan ada yang berkata lebih tinggi dari hak untuk hidup. Ternyata sejarah menjual hak kesulungan ini terulang di Indonesia. Mereka yang merasa dirinya layak mendapatkan sorga, malah menjual murah, semurah-murahnya konsep sorga kepada orang-orang yang sedang kelaparan. Orang kelaparan tersebut merasa mendapat sorga, yang pada akhirnya membawa kepada kekuasaan sementara yang fana, pun tidak baka.
Kegagalan berpikir ini terus menerus disebarluaskan kepada kaum marginal alias kaum akar rumput. Mereka yang berada di bawah, tentu sangat bersemangat di dalam mendapatkan janji-janji sorga, yang ditambahi bumbu-bumbu berbau selangkangan dan lendir kuda. Bagaimanapun juga, saya sebagai orang Indonesia sangat tidak rela karena agama besar ini dicoreng oleh segelintir orang-orang yang sebenarnya hanya merupakan lepehan-lepehan dan sampah dari pemikiran mantan jenderal yang tidak kunjung bergerak pergi alias move on.
Bahkan bantuan Jokowi yang adalah seorang muslim taat, dengan latar belakang keluarga Jawa yang juga muslim kepada etnis Rohingya, dianggap sebagai pencitraan belaka. Teganya Prabowo mengatakan hal tersebut, padahal belum kita tahu apa yang sudah Prabowo perbuat untuk etnis Rohingya. Aksi bela Rohingya sekejap berubah menjadi aksi demo pemerintahan, dengan keberadaan dirinya dan Amien Rais yang malah menggunakan kalimat-kalimat penghinaan seperti ‘cebong tidak mungkin masuk sorga’, dan sebagai macam.
Menjadi sebuah hal yang tidak masuk akal, dan sangat menista agama, jika isu bela Rohingya yang awalnya memiliki motivasi baik ini, dihancurkan oleh dua mantan penguasa yang tidak jelas. Manusia pada dasarnya adalah manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan, namun entah mengapa, dua orang ini malah menunjukkan kesalahan-kesalahan yang terus menerus. Kesalahan-kesalahan belakalah yang ditunjukkan oleh Amien Rais dan Prabowo. Mereka berdua merusak esensi dari demonstrasi bela Rohingya.
Di dalam kesenyapannya, Jokowi seperti biasa, terlihat diam dan tidak berkomentar banyak mengenai kalimat-kalimat tudingan Prabowo yang mengatakan bantuan kepada Rohingya itu pencitraan. Ia tahu bahwa ada pihak istana yang akan memberikan klarifikasi. Ia malah dengan tenang berada di Solo, bermain dengan cucunya, Jan Ethes, kereta-keretaan.
Pak De yang dikenal akrab dengan rakyat pun, terlihat akrab dengan cucunya. Ia bersama anak dan cucunya bermain kereta, bukan kereta kuda. Saya melihat bahwa ini adalah tamparan keras dari Pak De kepada penyebar isu pencitraan. Seolah mengatakan bahwa ‘ini loh saya punya keluarga, saya sudah kakek, yang disana diam saja’. Hahaha.
Kode keras ini menjadi sebuah tamparan yang sangat luar biasa keras. Jokowi adalah petarung sejati, dengan cara-cara yang tidak bisa diprediksi. Gerakan kudanya sangat mengerikan, tidak terprediksi, dan benar-benar memberikan efek gebuk yang luar biasa.
Pembantaian Jokowi ini adalah sebuah pergerakan yang dilakukan dengan tenang, senyap, dan tidak mengada-ngada. Jokowi, presiden Indonesia, menunjukkan sebuah pesan yang sangat keren. Jokowi membuktikan bagaimana kebaikan itu memiliki efek destruktif, khususnya kepada tukang nyinyir berkuda. Hahaha. Mantap sekali bukan?

0 komentar:

Posting Komentar