Cari Blog Ini

Senin, 04 September 2017

Jokowi Sudah Bersabda Soal Myanmar,Haters dan Provokator Mau Framing Apa Lagi?

Selama ini bekerja dalam diam menyikapi konflik di wilayah Arakan-Rakhine, Myanmar, akhirnya Presiden Joko Widodo bersuara secara terbuka. Jokowi memang bukan tipe pemimpin yang banyak bicara tapi sedikit kerja. Justru tanpa sibuk membuat pernyataan ini itu, Ia lebih dulu mengatur apa yang sebaiknya dilakukan. Sehingga pada hari ini pun setelah melalui berbagai komunikasi maka Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri, bertolak meninggalkan Indonesia untuk bertemu dengan “State Counsellor” Myanmar Daw Aung San Suu Kyi guna membahas isu kemanusiaan di Rakhine State.
Kalau orang cerdas tentu bisa melogika bahwa membangun komunikasi seperti ini tak bisa hanya dalam satu malam. Artinya sudah dalam kurun waktu yang cukup Pemerintah juga melakukan lobi-lobi kepada pihak terkait tanpa perlu spotlight pemberitaan apalagi memberitahu para politikus yang tipenya cuma bisa nyinyir.
“Atas perintah Presiden RI dan setelah berkomunikasi dengan Pemerintah Myanmar, sore ini saya akan berangkat menuju Myanmar untuk bertemu dengan State Counsellor/Menlu Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi,”
Tolong digarisbawahi kalimat atas perintah Presiden RI dan setelah berkomunikasi dengan Pemerintah Myanmar. Artinya sebelum para buzzer dan politikus menyebar isu mengenai sikap Pemerintah RI yang dinilai lamban menyikapi Rohingya sebetulnya Pemerintah kita sudah duluan bereaksi. Hanya saja memang tidak digembor-gemborkan.
Tanggal 29 Agustus 2017 pun Pemerintah melalui Kemenlu juga sudah mengeluarkan pernyataan tertulis agar Myanmar menghentikan serangan di Rakhine. Tanggal 31 Agustus 2017 Kemenlu juga sudah meluncurkan Program “Humanitarian Assistance for Sustainable Community” (HASCO) untuk Myanmar. Sementara provokator dan politikus lamis baru menyerang pemerintah setelah tanggal itu. Entah mereka yang buta huruf sehingga tak bisa membaca berita atau dasarnya memang sudah punya niat tidak baik sejak dalam pikiran untuk menjatuhkan citra Jokowi di dalam negeri.
Dan Minggu, 3 September 2017, pun akhirnya Jokowi didampingi oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Sekretariat Negara Pratikno, dan Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir mengeluarkan pernyataan terbuka di Istana Merdeka.
“Saya dan seluruh rakyat Indonesia, kita menyesalkan aksi kekerasan yang terjadi di Rakhine State Myanmar, perlu sebuah aksi nyata tidak hanya kecaman-kecaman,”
Saya senang pada akhirnya secara terbuka Presiden memberi pernyataan. Sebab buat sebagian orang yang sumbunya pendek selama Jokowi belum berbicara dianggap tidak menaruh perhatian atau tidak peduli dengan suatu kasus. Meski kenyataannya Beliau bekerja dalam diamnya itu. Ya memang Jokowi tidak bisa ikut campur terlalu jauh karena bagaimanapun Myanmar adalah negara berdaulat dan Indonesia juga bukan negara adidaya. Sebagai tetangga kita menolong mengedepankan sisi humanisme. Fokusnya adalah kemanusiaan untuk korban-korban sipil yang menerima dampak.
Dan otomatis kalahlah para buzzer partai dan politikus yang berusaha menunjukkan seolah bosnya lebih peduli Rohingya daripada Jokowi. Salah satunya framing yang coba dimunculkan oleh Demokrat melalui pernyataan SBY yang kebetulan sedang menghadiri konferensi di Malaysia. Sorry not sorry, tapi kalian gagal menjelekkan Jokowi dan justru menunjukkan betapa rendah dan kasarnya politik yang kalian mainkan.
Kenapa saya sampai bolak-balik menulis tentang ini hari ini? Ya karena kompor dari mereka yang mencoba mem-framing-kan Jokowi tak peduli dengan Rohingya ini cukup masif. Masyarakat kita ini kan masih banyak yang doyan menelan mentah-mentah semua informasi yang diterima. Apalagi kalau sudah dibumbui dengan foto-foto dramatik yang mana sebetulnya banyak foto yang beredar bukanlah diambil dari peristiwa di Rakhine saat ini.
Tak sedikit yang menyeret-nyeret isu ini ke ranah agama. Lupa bahwa ini adalah masalah internal negara Myanmar, kedua ini juga bukan sekedar konflik agama. Masalah di Rakhine ini sangat kompleks termasuk soal migas, isu minoritas, separatisme, radikalisme, bahkan terorisme.
Saya sih berharap peran yang dimainkan Indonesia untuk perdamaian di Myanmar bisa menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pertama agar tak ada lagi korban kejahatan kemanusiaan di sana dan para penduduk bisa segera hidup dengan damai dan layak. Kedua keberhasilan Pemerintahan Jokowi dibawah komando Bu Retno sebagai Menlu tentu akan membuat mereka yang benci Jokowi makin kepanasan. Entah framing apalagi yang akan mereka buat selanjutnya yang jelas rakyat waras akan selalu berusaha melawan dengan fakta.

0 komentar:

Posting Komentar