Singkat saja, aku ingin menuliskannya!
Banyak yang sebut saya terlalu keras dalam bersuara dan bahkan terlalu vulgar, dan hal ini saya terima sejak saat menjadi mahasiswa. Pada rezim sebelumnya saya kerap turun ke jalan, mengorganisir massa untuk berani melawan jika ada kesewenang-wenangan, memimpin beragam aksi, tinggal di hutan dengan petani, belajar dengan golongan miskin urban, belajar dengan kaum buruh, belajar dengan anjal, seniman, dsb. Karena bagi saya perlawanan tidak cukup di meja diskusi dan retorika semata, dan tidak cukup pula dengan hanya keberanian semata tanpa pengetahuan dan kecakapan yang revolusioner. Demikian yang kuambil dari Tan. Namun setidaknya apapun itu, setiap orang akan berusaha mempertahankan kemerdekaannya sebagai manusia pun demikian menjalankan hidup dalam konteks bernegara untuk hidup sejahtera.
Kali ini, aku melihat suatu hal yang bisa diapresiasi dari politik Indonesia yaitu kerendahan dan kesederhanaan dari dua orang yang cukup membuat politikus-politikus lama sedikit makin bringas.
Bagi saya pribadi, pendidikan dan kesehatan adalah salah satu kunci kesejahteraan warga dalam konteks bernegara selain soal lapangan kerja. Gak usah muluk gak usah terlalu banyak retorika, 3 point itu adalah amat berharga bagi segenap rakyat Indonesia. Dan saat ini Jutaan anak Indonesia sudah mendapatkan KIP, Jutaan warga sudah memegang KIS, puluhan warga Papua Merdeka sudah mulai bergabung dng NKRI, UMKM dan ekonomi kerakyatan mulai dijalankan, memang banyak yang harus dibenahi, namun setidaknya perubahan itu mulai tampak. Hal ini bukan membandingkan dengan rezim sebelumnya, tapi itulah kenyataannya. Tentu masih cukup banyak yang harus dikerjakan, namun bukan berarti harus pesimis.
Disisi lain, ada perubahan tradisi dalam menyambut HUT RI di Istana yang cukup membanggakan, yang mana selama ini tampak formal, kini diwarnai dengan pakakaian adat Nusantara. Semoga berlanjut yang dapat mengukuhkan Keindonesiaan.
Bagaimana mungkin kita bicara soal kesatuan dalam konteks keindonesiaan, kalau kita sendiri lupa warisan budaya leluhur bahkan yang lebih parah hendak menggantinya dan memusnakannya. Seorang pemimpin sekaligus inspektur upacara dalam HUT RI dengan menggunakan pakaian adat, telah menunjukkan bahwa bangsa kita punya karakter dan jati diri.
Tidaklah heran jika rezim saat ini lebih suka memilih pakaian adat dan biasa-biasa saja, jika melihat latar belakangnya, dia bukan seorang jendral, bukan guru besar, bukan ketum partai, bukan politikus yang kenamaan, dia adalah tukang kayu, maka tak usah heran jika kesawah sepatunya dicopot, mau masuk got, ditengah keramaian banyak yang kaget dan tak menyangka bahwa ada dirinya (seorang presiden), karena kesederhanaannya. Hal semacam ini bukanlah suatu kebetulan, jika kita lihat sejarah Iran era Dinejad, kesederhanaannya meninggalkan bekas, dan juga pemimpin lainnya seperti Che Guevara yang amat sederhana namun berhasil membebaskan kuba, Nelson Mandela, Gusdur, dsb.
Saya pikir kesederhanaan rezim saat ini juga patut diapresiasi termasuk menggalakkan pakaian adat Nusantara di hari HUT RI yang diharapkan untuk tetap berlanjut. Jika ini adalah banyak disebut pencitraan, maka bagi saya ini pencitraan yang natural, yang tidak satiap pemimpin dapat melakukannya.
Disisi lain, mengapresiasi dan mendukung tentulah dengan tidak buta dan tuli, karena rakyat punya hak untuk mengawal setiap kebijakan dari pemimpinya. Kalau salah yo mbok disuarakan, dilawan, dan kalau betul masa tidak didukung, logika sederhananya kira-kira begitu. Yang parah semuanya serba disalahkan tanpa beri solusi, akhirnya menjadi fanatik buta, jika terlalu cepat bereaksi itulah reaksioner.
Belum dikaji, belum dicari sebab akibatnya langsung menuduh yang bukan-bukan dan bahkan dibully habis-habisan. Yang demikian tentunya bukan menginginkan perubahan melainkan mengincar kekuasaan untuk kekuasaan. Berpakaian modernisasi bermental budak.
Namun hal tersebut tidak melunturkan kewibawaan dan kesederhanaan pemimpin saat ini, justru yang ada dan tampak spirit etos kerja semakin “menjadi”. Diserang tak pula di balas dengan serang, dan terbukti satu-persatu kualahan.
Saya melihat, Indonesia saat ini seperti berada dalam dunia yang baru, yang mempunyai harapan untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-cita para pendiri dan pejuang bangsa, lewat dua orang yang selalu menarik untuk diikuti. Meski yang satu sudah dipenjara namun api semangatnya tetap menyala.
Dan tidak setiap pemimpin yang sanggup membungkukan badan di depan orang ramai seperti yang selalu dilakukan oleh Jokowi dan Basuki. Kerja mereka tentulah akan menjadi sulit jika kita tidak mendukungnya dan saling bahu membahu untuk menuju Indonesia yang makmur dan raya.
Politikus sudah melimpah ruah di Indonesia, kebanyakan dari mereka menyembunyikan kejelasan, maka tidaklah keliru jika banyak yang sebut bangsa ini kekurangan “negarawan”.
Saat pemimpin sanggup membungkuk , mencerminkan tanda ketulusan sekaligus kesungguhan pengabdian.