Saracen tertutup Jonru – manusia apkir pikiran dan nilai kemanusiaan. Kivlan Zen tetap tukang goreng isu PKI. Perbedaan Siti Aisyah dan Sri Rahayu sebagai bagian strategi teroris, dan operasi politik bergaya intelejen kelas cere. Saracen adalah mafia, teroris, dan beroperasi mirip gaya intelejen, atau sok-sokan bergaya intelejen. Untuk mengetahui Saracen sebagai organisasi teroris, coba perhatikan foto feature di atas sudah cukup mewakili.
Namun, sesungguhnya pengalihan isu ke Jonru yang dimakan kelompok Bumi bulat, waras, dan toleran, pecinta NKRI, Pancasila, semakin meneguhkan kecerdasan operator dan mastermind Saracen yang memanfaatkan kelemahan kita, dengan menggandeng kompor pihak sono TV Oon. Saracen pun tenggelam dihiasi berita Jonru. Cerdas. Mantap.
Mari kita kupas soal Saracen sebagai agen dan organisasi teroris kayak mengupas mangga dengan pisau tajam sambil di depan Anda disuguhi kegantengan Yusuf AS dan kemolekan tubuh Zulaikha masa Firaun, atau bagi kalangan rata-rata di Indonesia yang mengalami inferiority complex soal kulit, selera ya ambil kelas Raisa cukup.
Banyak yang berpikir bahwa dunia intelejen itu searah, parallel, satu jalan, tanpa perlawanan. Bahwa intelejen itu hanya milik BIN, TNI, Polri, dan institusi lainnya. Sebenarnya, di semua bidang dan ranah dan institusi negara, bahkan di perusahaan swasta, dalam persaingan usaha dan kepentingan, mereka menerapkan strategi dan taktik memenangkan persaingan.
Nah, kalau Saracen ini termasuk dalam kategori teroris. Alasan dan ciri pertama, adalah ada tujuan. Saracen sebagai organisasi teroris memiliki tujuan yang sangat jelas: melakukan teror ke publik dengan menggunakan media sosial.
Secara sadar organisasi teroris ini memroduksi, menyebarkan, dan memberikan keuntungan kepada para pemesan atau pihak yang ingin diuntungkan. Dalam contoh Pilkada DKI Jakarta, yang diuntungkan Anies, Prabowo dan SBY sebagai pendukung Anies-Sandi. Yang dirugikan warga DKI, Indonesia, Ahok dan Jokowi. Itu tujuan mereka sangat jelas. Indikasi itu terbuka lebar.
Salah satu ciri kinerja teroris lainnya adalah, kedua, melakukan pekerjaan yang melawan pemerintah, merusak kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua yang dilakukan oleh Saracen adalah tindakan merusak untuk kepentingan umum.
Saracen berusaha menghancurkan bangsa dan negara Indonesia dengan segala cara adu domba, berita bohong, dan fitnah yang gampang menyulut kerusuhan sosial. Contohnya, pemanfaatan Saracen dalam Pilkada DKI Jakarta yang membakar Jakarta dengan isu kampanye ayat dan mayat penuh SARA.
Ketiga, dalam menjalankan kegiatannya, dilakukan secara tersembunyi, mengelabuhi, dan bersayap. Bak dan gaya-gayaan, berbekal kemampuan IT pas-pasan, dan beking orang-orang pembenci bangsa dan negara dengan kedok bahkan menyatakan NKRI.
Situs Saracen diubah menjadi situs NKRI untuk mengelabuhi Cyber Team Polri. Padahal Cyber Team Polri tengah menunggu ada anggota Saracen yang bergerak, hasilnya satu lagi anggota Saracen dicokok polisi. Dalam pekerjaan sebagai sindikat teroris, Saracen mengelabuhi publik dengan keterangan yang saling bertolak belakang.
Omongan Eggi Sudjana berbeda dengan omongan Jasriadi. Bualan Kivlan Zen juga tak sama dengan bualan Sri Rahayu Ningsih. Itu sudah biasa dan orang paling tolol, gebleg, goblok, bego dan jahil ala Arab sana pun paham tentang kelitan tak bermutu semacam itu.
Selain mengelabuhi itu, daftar nama-nama Saracen itu dipublikasikan sendiri. Tujuannya adalah menyelamatkan nama-nama atau orang yang lebih besar di balik Saracen. Publik dibohongi dengan kebenaran sebagaian. Perhatikan tanggal daftar nama itu di-uploaded and published di situs Saracen. Publikasi itu disampaikan setelah Saracen terdesak dan terendus.
Maka, nama-nama yang muncul seperti Jasriadi, Eggi Sudjana, Ampi Tanudjiwa, Sri Rahayu Ningsih, dll itu hanyalah nama kroco pilek yang tidak bermakna dan rongsokan politik saja. Sementara yang menjadi otak dan pemesan serta the mastermind-nya malah bebas; meskipun diam seribu bahasa sementara karena memang terkait jelas.
Keempat, ada operatornya, ada pelaksananya, ada pendanaanya. Operator dalam gerakan teroris ini sementara dilakukan, berdasarkan penyelidikan dan endusan Polri, adalah yang tersangka, dan diduga juga yang tercantum dalam daftar organisasi teroris Seracen. Pun tak kurang lagi adalah para buzzers dan juga tenaga pembuat. Bahkan mereka kadang menjalankan pekerjaan mereka dengan kesadaran tinggi untuk berjuang berdasarkan indoktrinasi.
Contoh paling kentara adalah Sri Rahayu Ningsih. Dia ini jelas sekali bukan manusia tolol. Dia pura-pura tolol. Tidak saling mengenal. Sri ini mengadakan pertemuan mendukung Agus Sylvi, juga Sri ini bertemu dengan Kivlan Zen – sang koar-koar mengusung dan menyebut-nyebut kebangkitan PKI namun ketika disuruh membuktikan tidak bisa sama sekali. Namanya bahkan maling ayam pun tak akan mengakui. Apalagi kelompok semacam teroris Saracen.
Tentang pendananya, PPATK sejak awal sudah disebut pada hari 1, pasti akan digandeng untuk mengendus aliran dana. Sampai detik ini sudah ada 14 rekening yang terkait. Gampang nanti dalam memeriksa aliran ini akan dicocokkan antara sumber dana primer, sekunder, dan tertier yang gampang banget melihat dan menganalisis. Kenapa?
Selalu sumber dana itu terkait individu dan usaha atau perusahaan – jika dimasukkan dalam bentuk usaha nanti akan muncul money laundering. Oleh sebab itu Bahtiar Nasir menjadi tersangka kasus ini terkait GNPF MUI mencuri dan menggelapkan uang pengumpulan dana seperti yang dituduhkan Polri. Kenapa? Lah gampang melihat aliran dana.
Kelima, memiliki kemampuan menghilangkan bukti, keterkaitan, dengan menyampaikan serangan balik. Nah, sebagai bagian dari organisasi teroris, Saracen ini hanya berupa noktah cabang kecil di balik gunung es terorisme dan musuh Jokowi.
Begitu Saracen terbongkar. Maka yang terkait dengan Saracen pasti akan bungkam, walaupun baru indikasi atau sodoran fakta tak terbantahkan. Anies jelas diuntungkan dengan kampanye SARA produksi Saracen. Demikian pula Prabowo dan SBY berdiam, juga Jusuf Kalla yang mereka semua pendukung Anies.
Belakangan, Fadli Zon malah ngomong aneh. Dalam kasus Saracen Gerindra menjadi pihak yang dirugikan. Ya salahnya sendiri di situ ada Ampi dan Eggi sebagai pendukung Prabowo dan juga Jasriadi yang jelas pendukung Prabowo plus Ningsih kepo itu. Klop. Juga dari pihak manusia seperti Din Syamsuddin pun tak berteriak-teriak kesetanan seperti kasus Ahok. Juga Amien Rais diam ngumpet.
Serangan balik pun dilakukan dengan menggunakan berbagai cara. Salah satunya adalah mengesampingkan nilai penting Saracen, mengecilkan peran Saracen, menutupi sepak terjang yang tersebut dan menghilangkan yang bisa dihilangkan, baik sebagai bukti maupun pelaksana atau otak di balik jaringan teroris Saracen.
Secara umum, salah satu ciri simpatisan teroris adalah tidak mengecam ketika terjadi kejahatan terorisme. Mereka akan diam dan mengamini dalam hati. Jahat hati dan niat mereka.
Dari pihak yang dirugikan yakni pecinta NKR, Pancasila, pluralisme, dan toleran berteriak lantang. Presiden Jokowi meminta pengusatan tuntas. Polri bertindak. TNI berbicara. Ketua MUI – yang sudah kembali ke pangkuan NKRI dan membuang Rizieq dan Bahtiar Nasir dengan melarang menggunakan MUI di belakang GNPF, yang sejatinya dari dulu sudah tahu Ma’ruf Amin kalau MUI ditunggangi kelompok Islam radikal dalam kasus Ahok, juga berteriak asyik menyecam Saracen.
Keenam, publik bisa melihat kaitan operator dengan kelompok kepentingan anti pemerintah. Dalam setiap peristiwa terorisme, publik paham bahwa teroris selalu berseberangan dengan pemerintah. Oleh karena itu mereka selalu menjadi target, klarifikasi, dan serangan atau tindakan pemerintah yang sah. Saracen jelas dalam semua kegiatannya adalah melawan pemerintah.
Ketujuh, pola rekruitmen selalu senyap. Salah satu ciri kegiatan kelompok terorisa adalah perekrutan anggotanya diakukan dengan secara sembunyi-sembunyi. Tidak ada rapat-rapat terbuka. Tidak mengenal pengumuman. Yang dilakukan adalah mengumpulkan anggota dan melaksanakan kegiatan secara senyap.
Pantas dalam berbagai kesempatan, Eggi dan Ampi menyebut mereka tidak saling mengenal. Padahal mereka rapat dan bertemu pada kesempatan yang sama sebagai pendukung Prabowo. Pun Jasriadi juga pendukung Prabowo. Sri Rahayu Ningsih juga demikian. Tonong Muhammad juga begitu. Apa lagi yang hendak disembunyikan kalau semua hal yang disampaikan justru semakin meneguhkan sebagai kelompok teroris.
Kedelapan, adanya role model dan teladan. Sebagai organisasi teroris yang memiliki tujuan selalu memiliki role model. Saracen tampaknya memiliki role model Rizieq. Buktinya, begitu hendak dipanggil polisi, Eggi kabur ke Arab. Tujuannya ya berkumpul dengan Rizieq sang idola tentu.
Selain Rizieq, Saracen mengidolakan manusia semprul bernama Jonru. Buktinya, unsur-unsur jauh simpatisan Jonru dan Saracen menghadiahi Jonru – meskipun itu jebakan mematikan bagi Jonru dan rupanya jasanya sudah tidak dibutuhkan oleh rezim lama dan mendekati masa apkiran dan dibuang – dengan tampil di TV Oon bak selebritas kelas teri dengan muka aduhai memuakkan.
Jadi, Saracen ini adalah kelompok teroris yang terorganisir. Jika publik menangkap bahwa Saracen ini kecil, tidak penting, atau besar, penting, atau membahayakan dan tidak membahayakan, baik dari simpatisan, yang terlibat seperti Sri, Jasriadi, yang disangkutkan seperti Eggi dan Ampi, itu sesungguhnya menunjukkan bahwa Saracen justru layak sebagai teroris.
Di samping itu adanya berbagai latar belakang yang disampaikan dengan bergeraknya pihak-pihak untuk meng-counter maupun untuk membuktikan keterlibatan berbagai pihak yang sungguh luar biasa. Itu semakin meneguhkannya sebagai teroris.
Akhirnya, perang kekuatan itu yang akan menentukan di mata publik Saracen sebagai teroris kelas teri atau kelas kakap. Perang antara intelejen dan mafia serta teroris selalu tak dipahami publik, yang tak memahami ilmu dan strategi kejahatan alias pola pikir kriminal dan teroris, yang memang ada ilmunya. Dan, mereke itu ada di sekitar kita. Demikian the Operators. Salam bahagia ala saya.
0 komentar:
Posting Komentar