Cari Blog Ini

Sabtu, 02 September 2017

Kesambet Saracen

source:internet
Terbongkarnya sindikat penyebar hoax Saracen membuat para stakeholder Saracen menjadi kembang-kempis panas dingin, seperti orang kesambet. Kesambet  itu bahasa Betawi artinya kerasukan setan.
Gejala-gejala orang kesambet, ya itu badan panas dingin kalau bicara nglantur gak karuan, sibuk hantam sana hantam sini. Gejala-gejala orang kesambet sudah kita lihat dan dengar beritanya di media-media sosial dan media mainstream.  Orang-orang yang kesambet ini berusaha menutup-nutupi bahwa mereka kesambet setan yang saama, setan penyebar hoax, mereka takut ketahuan bahwa mereka ternyata satu kelompok jaringan pemuja hoax, yang menyebarkan hoax melalui medsos secara terencana.  Nah masalahnya mereka baru nyambet kalau ada yang memesan, nah ini dia sekarang yang kesambet yaitu yang memesan hoax dan orang-orang yang memesan ini tidak mau kalau mereka sampai ketahuan. Ehh kamu ketahuan…bikin hoax lagi.
Nah mereka lalu berlagak kesambet pura-pura kerasukan dengan menyorongkan badut medsos  sebagai pengalihannya, si badut medsos ini katanya punya pengikut banyak di medsos, maka dibuatlah rencana supaya isu si badut medsos ini menjadi besar dan bisa membuat kita melengos, caranya ya dikipasin dong biar besar. Byar mulailah dengan berkolaborasi dengan media yang terkenal memang beda itu maka diluncurkanlah si badut medsos ke angkasa dengan tujuan agar orang-orang melengos dan melupakan Saracen.  Bagaikan duren baru dibelah, hmmm harumnya membuat banyak orang mulai datang berkerumun, para bos pengorder hoax  Saracen mulai tersenyum, umpan sudah didekati bau duren diharapkan bisa menutupi bau busuk Saracen, senyum mengembang heheheheh.
Upps, apakah umpan termakan? Belum sampai disitu sodara,  memang si badut lucu itu sekarang sedang diawang-awang dipuncak ketenarannya, tapi jang lupa, masih banyak orang waras yang menganggap hal ini hanya pengalihan isu. Waspadalah…waspadalah.
Bicara tentang  sindikat Saracen  dan orang-orang yang bekerja dibelakangnya pasti membuat orang berpikir siapa dibalik sindikat tersebut, tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api bukan? Sudah banyak analisa-analisa yang berkembang bahkan dengan disertai poto-poto yang otentik tentang orang-orang yang berada dalam organisasi tersebut dan berafiliasi kemana mereka, kalau yang sering menonton Opera Van Java pasti  tahu bahwa inilah saatnya sang dalang mulai bicara “Benang merahnya sudah kelihatan”. Yap silakan simpulkan sendiri benang merahnya membentuk cerita apa dan mengarah kemana.
Para individu dan kelompok yang tersangkut benang merah Saracen ini bukan orang sembarangan, mereka para ahli atau pakar yang sangat mengerti betul bahwa bila Saracen terbongkar maka akibatnya fatal bisa gagal proyek 2019 mereka, proyek apaan sih? Aduh lambat banget sih mikirnya, 2019 ntuh saatnya Pemilu.  Pemilu itu bagaikan pesta, makanya disebut pesta demokrasi. Nah untuk pesta kan perlu persiapan, dan Saracen itu merupakan salah satu panitia persiapan pesta mereka. Polanya sudah jelas seperti di Pilkada DKi, isu SARA lalu, politisasi agama, lalu diperkuat dengan gempuran berita-berita di medsos yang bagaikan kran air yang bocor berita hoax mengalir tanpa henti keseluruh pelosok, suasana menjadi bertambah panas, dan ujung-ujungnya apalagi kalau bukan kekuasaan.
Para setan yang nyambet Saracen ini jenis setan yang paling jahat dan berbahaya, kenapa tidak, mereka berpenampilan agamis dan luar biasa santun. Mereka menempatkan diri mereka sebagai pemimpin umat, yang suci dan penuh ilmu. Bahkan para setan sendiri didunia setan sampai malu bahwa mereka adalah sebangsa mereka sendiri.  Nah lalu bagaimana mengatasi setan yang seperti ini? Memang sulit mengatasi setan yang seperti ini.
Yang terbaik supaya tidak kesambet setan jenis ini tidak perlu kita mencari orang pintar, karena orang pintar harus minum T*olak A*gin kalau gak masuk angin gimana dong. Yang terbaik pakai falsafah Jawa saja;  Ojo Dumeh, ojo Gumunan, Ojo Kagetan. 
Pertama, Ojo Dumeh. Ojo ini bahasa Jawa artinya Jangan. Dumeh artinya mentang-mentang. Ojo Dumeh berarti janganlah suka mentang mentang atau sombong. Dalam kehidupan kita harus selalu bersikap rendah hati. Misalkan jangan sok pintar, ojo dumeh pinter, keminter jadi keblinger, artinya sok pintar malah dikira orang gila, sama seperti orang bodoh yang bicara dibuat-buat seolah seperti pintar, malah kelihatan bodohnya.
Yang kedua adalah Ojo gumunan. Gumun artinya heran atau gumunan artinya mudah kagum. Ojo Gumunan artinya  jadi orang itu jangan  mudah kagum atau heran dengan keadaan dan peristiwa yang ada di dunia ini. Nah kondisi masyarakat kita sekarang ini mudah sekali untuk gumun atau kagum terutama ke hal-hal yang bersifat materi dan duniawi. Makanya hoax mudah dipercaya di Indonesia tercinta ini, karena apa, karena masyarakatnya suka gumunan, gampang heran, gampang percaya, jadinya gampang dibodohin. Contohnya apalagi kalau bukan penggandaan uang, kalau bisa menggandakan uang ngapain juga harus punya pengikut, mending usaha sendiri.
Yang ketiga adalah Ojo Kagetan. Ojo Kagetan ini artinya adalah jangan mudah kaget.  Dalam kehidupan sehari-hari  Ojo Kagetan bermakna kita harus mawas diri ‘eling lan waspodo’ terhadap perubahan sekeliling dan lingkungan kita.  Ojo kagetan bermakna kita harus selalu siap terhadap perubahan dalam kehidupan kita, selalu mawas diri dan selalu belajar hal-hal yang baru, pelajari terlebih dahulu, setiap informasi kita olah dan kita pelajari jadi kita tidak termakan oleh hoax. Dengan tidak kagetan diharapkan kita akan lebih tegar dan bisa menerima perubahan. Sikap ojo kagetan ini sering diperlihatkan oleh Bapak Presiden kita Joko Widodo, lihat saja bagaimana beliau bersikap beliau tidak reaktif terhadap hal-hal yang memojokan dirinya dan selalu mendiskreditkannya. Kalau beliau tidak mempunyai sikap ojo kagetan pastilah beliau ini emosional dan reaktif seperti sang mantan. Nah masalah dalam mengikuti falsafah ojo kagetan ini ialah emosi dan harga diri kita, bisa jadi kita ini dianggap lemah ataupun kurang sensitif, padahal tidak seperti itu, tetapi menunggu saat yang tepat untuk bertindak, karena keputusan yang reaktif dan emosional akibatnya tidak baik.
Dengan ketiga falsafah Jawa ini, diharapkan kita tidak kesambet Saracen, dan tidak terjerumus dalam perangkap SARA dan politik identitas yang sedang mereka mainkan.  Jangan terlena melihat aksi si badut medsos, tetap fokus pada pembongkaran sindikat Saracen dan siapa pengordernya, si badut medsos biarkan saja berlalu seperti angin, gak penting untuk dipikirin. Yang terpenting awas jangan sampai kita kesambet..

0 komentar:

Posting Komentar