Panas. Rencana demo FPI dan kalangan Islam radikal di Bobobudur diobrak-abrik Polri. Mengejutkan. Tidak hanya sampai situ. Dari rekayasa alih kasus Saracen menuju kerusuhan di Borobudur – tanpa membiarkan kerusakan Borobudur – jalan menuju pembubaran FPI menjadi keniscayaan,menjadi opsi. Jenderal Tito bertindak tegas: melarang dan mengobrak-abrik rencana demo di Candi Borobudur. Sesungguhnya, di balik pembubaran demo FPI dan Islam radikal itu mengandung rancangan strategis..
Polri, BIN, TNI, dan organ kekuatan negara tidak akan pernah kendor menghadapi FPI. Maka, blunder pengalihan Saracen ke Jonru dan Rohingya, dimanfaatkan secara maksimal untuk testing the water yang mengarah pada pembubaran secara tegas terhadap beberapa ormas radikal. FPI dan juga ormas Islam radikal seperti HTI, FUI, dan ormas yang berideologi khilafah, tentu menjadi prioritas. (Dan, salah satu sepupu ideologi khilafah itu adalah Ikhwanul Muslimin dan Wahabi.)
Manuver Aliansi yang Tercerai-berai
Tentang FPI, yang senyatanya berada dalam satu gerbong dengan Anies, Prabowo, JK, dan SBY, merupakan target berikut untuk mengamankan negara dari angkara murka. Karakter FPI yang memrovokasi dalam tahap awal – dengan menyuarakan atas nama agama – semakin tergiring ke tahap berikutnya yakni memasuki red line. Seperti HTI, nasib FPI pun kini sudah semakin kalang kabut dan tiarap begitu teriakan tegas disuarakan.
Gerakan FPI yang kini kehilangan induk semang Rizieq, yang terseret kasus hot, chat porno menjijikkan, yang ngumpet di Saudi, kini dalam kendali pengawasan ketat. Gerakan yang biasanya menggelegar (baca: karena kucuran dana para cukung) suara mereka, kini sementara tercerai-berai dengan terbukanya kasus Saracen. Maka untuk menggalang kekuatan demo-demo bernasi bungkus dan menggoreng isu RAISA (ras, agama, intoleransi, suku, antargolongan), yang kini menargetkan gesekan horizontal umat Buddha.
Sekeluarga sepupuan dengan FPI dan HTI, dan ormas lainnya, organ penting komunikasi media hoax kalangan Bumi datar, celana cingkrang, daster Arabia, dipastikan terkait kuat dengan Saracen. Sejak awal the Operators telah secara tegas mengidentifikasi kaitan yang kuat antara kelompok kepentingan dengan para simpatisan Prabowo, SBY, Anies, seperti Jasriadi Yadi, Sri Rahayuningsih dan tiga tersangka lainnya, misalnya.
Mereka pun dalam kenyataannya, sikap teduh, diam, terpana, kaget dan khawatir menyelimuti mereka sebagai seluruh stake –holders Saracen. Bungkam, membela diri, lalu melakukan serangan balik dengan memanfaatkan momentum adalah ciri gerakan yang berbau amis dekat dengan kalangan Islam radikal. Dan itu dilakukan dengan sempurna.
Dalam kediaman sementara akibat Saracen, Jonru manusia tidak bermanfaat bagi kalangan orwas (orang waras) itu pun digunakan untuk menggiring opini pengecilan makna Saracen. Gagal. Justru Polri mengendus dan menyeret Jonru.
Jonru justru semakin menguatkan adanya loose alliance alias aliansi longgar antara organisasi kejahatan sejenis Saracen – namun dengan pendana yang relatif sama: cukongnya ya sama. Cukong mereka adalah para mafia, koruptor, politikus semprul dan sedikit kontribusi para bandar narkoba, yang menggunakan agama dan isu PKI dan intoleransi sebagai alat jualan.
Polri Merangsek
Sementara itu Polri pun tetap mengejar Saracen. Ketakutan yang terkait dengan Saracen justru semakin membuka kedok para simpatisan dan organisasi Islam radikal berada di belakang Saracen. Terbukanya aliran dana yang telah mengarah jelas, tentu menimbulkan reaksi mereka untuk keluar dari belitan negatif kejahatan kepada negara.
Hal yang paling seksi upaya itu adalah dengan kembali menyerang Jokowi. Karena memang target semua upaya mereka dengan organ komunikasi Saracen, adalah NKRI yang notabene-nya adalah Jokowi. Gerombolan manusia tak waras itu pun menyasar Borobudur.
Nah, momentum yang tepat adalah Rohingya, yang bisa disulut menjadi isu RAISA. Maka gerakan melawan Jokowi dan pemerintah itu kini diarahkan lagi dengan mengusung isu Rohingya. Cap kelompok Islam radikal dan juga FPI selalu memanfaatkan momentum sekecil apapun untuk keuntungan gerakan. Ini bukan soal kebetulan. Ini memang sudah menjadi kebijakan dan strategi yang mereka pegang.
FPI Target Pembubaran Pasca HTI
Dengan testing the water Borobudur oleh Polri dan TNI dan BIN – yang mengendus jelas petunjuk dukungan keuangan dan politik dari cukong Saracen yang itu-itu saja mengendor – maka langkah-langkah berikutnya diambil. Pendemo Borobudur tidak mendapatkan nasi-bungkus sebagaimana biasanya. Dan, kini momentum muncul, saatnya strategi mengoyak dan merusak kohesitivitas dan kebersatuan aliansi mereka dilakukan.
Pun melihat hasil coordinated operation on Borobudur lintas badan dan lembaga, dan catatan panjang FPI seperti itu, maka tidak ada jalan lain bagi Negara selain terus merangsek, dan bertujuan akhir, membubarkan FPI yang tidak bermanfaat sama sekali bagi bangsa Indonesia.
Juga, FPI dalam berbagai kesempatan mendukung khilafah dan syariat Islam yang jelas bertentangan dengan dasar ideologi Pancasila dan NKRI. Maka kini penggiringan terhadap FPI seperti kasus HTI menjadi pilihan yang tersedia di meja – all options for FPI dan ormas radikal berideologi khilafah – termasuk tentu pembubarannya menjadi pilihan bagi Negara. Negara, TNI, Polri, BIN, dan Jokowi tidak ragu sedikitpun dalam menjaga NKRI. One more step, crossing the red line, FPI will be banned. Demikian the Operators. Salam bahagia ala saya.
0 komentar:
Posting Komentar