Candi Borobudur yang terletak di Magelang adalah sebuah peninggalan sejarah kebanggaan bangsa Indonesia. Tidak ada di dunia ini yang mempunyai candi sebesar candi Borobudur. Bahkan masyarakat dunia pun memberikan apresiasi kepada candi Borobudur sebagai peninggalan sejarah yang harus dilestarikan, bahkan UNESCO pun menetapkan candi Borobudur sebagai salah satu UNESCO’s World Heritages Sites atau salah satu situs warisan UNESCO pada tahun 1991.
Pergolakan di Provinsi Rakhine, Myanmar menarik perhatian dunia, terutama negara-negara Islam. Karena pergolakan di sana membuat kaum muslim Rohingya terkena imbasnya. Mereka terusir dari tanah kelahiran mereka. Yang menarik perhatian dari Provinsi Rakhine ini bukan karena terjadi di Myanmar. Bukan karena Aung San Suu Kyi yang pernah menerima hadiah Nobel Perdamaian. Tetapi yang tertindas adalah kaum muslim Rohingya. Solidaritas sesama muslimlah yang membuat pertikaian di Provinsi Rakhine menarik begitu banyak perhatian di seluruh dunia. Termasuk Indonesia.
Aksi-aksi solidaritas digelar dimana-mana di seluruh pelosok negeri. Semua menyuarakan kecaman terhadap Maynmar yang semena-mena terhadap kaum Rohingya. Mereka mengecam Aung San Suu Kyi yang tidak bertindak menghentikan penyerbuan ke Provinsi Rakhine. Bahkan pemuka-pemuka agama menyerukan agar Nobel Perdamaian yang diberikan kepada Aung San Suu Kyi dicabut. Tapi apakah konflik di Provinsi Rakhine ini terkait dengan agama?
Mengutip pernyataan dari Siegfried O Wolf, Kepala bidang penelitian pada South Asia Democratic Forum dari laman Merdeka, Siegfried menyampaikan bahwa konflik di Provinsi Rakhine bersifat politis dan ekonomi.
“Komunitas warga Rakhine merasa didiskriminasi secara budaya, juga tereksploitasi secara ekonomi dan disingkirkan secara politis oleh pemerintah pusat, yang didominasi etnis Burma. Dalam konteks spesial ini, Rohingya dianggap warga Rakhine sebagai saingan tambahan dan ancaman bagi identitas mereka sendiri. Inilah penyebab utama ketegangan di negara bagian itu, dan telah mengakibatkan sejumlah konflik senjata antar kedua kelompok,” kata Siegfried O Wolf saat diwawancarai oleh media Jerman Deutsche Welle (DW).
Krisis di Provinsi Rakhine, Myanmar ini memicu kaum muslim di Indonesia kembali bersuara. Mereka terus menyuarakan agar Myanmar menghentikan kekerasan terhadap kaum muslim Rohingya. Mereka terus mengecam Myanmar, serta mendesak pemerintahan Indonesia memberikan sanksi tegas kepada Myanmar, bahkan kalau perlu memutuskan hubungan diplomatik dengan Myanmar serta mengusir Duta Besar Myanmar dari Indonesia. Jika ini tidak diperhatikan oleh pemerintahan Indonesia, maka menuduh Presiden Jokowi tidak peduli dengan umat Islam.
Apakah benar pemerintah Indonesia tidak peduli dengan kaum muslim Rohingya? Bahkan pemerintah Indonesia secara diam-diam telah menyalurkan bantuan kepada kaum muslim Rohingya. Pemerintah Indonesia bekerja secara senyap, karena pihak Myanmar tidak akan memberikan toleransi kepada mereka yang mengecam pemerintahan mereka. Oleh karena itu, pemerintahan Indonesia melakukan operasi senyap agar pihak-pihak yang terlibat dalam aksi kemanusiaan tersebut jiwanya tidak terancam. Apakah kaum sebelah menyadari ini? Atau hanya sekedar koar-koar agar dianggap mereka peduli dengan kaum muslim Rohingya? Mereka hanya NATO, No Action Talk Only.
Akan ada aksi peduli kaum muslim Rohingya pada tanggal 8 September 2017 ini di komplek Candi Borobudur. Mereka menamakan aksi ini Gerakan Sejuta Umat Muslim Mengepung Borobudur. Apa maksud mereka mengelar aksi di Borobudur? Apa hubungannya candi Borobudur dengan kaum Rohingya? Apakah hanya karena candi Borobudur dibangun pada jaman wangsa Syailendra yang beragama Buddha, lalu mereka menganggap bahwa candi Borobudur adalah peninggalan Budha? Sungguh naif jika mengaitkan candi Borobudur warisan penginggalan sejarah Indonesia yang juga merupakan sebuah kebanggaan bagi Indonesia dengan kaum muslim Rohingya.
Apakah ada terselubung maksud lain dari aksi ini? Yang saya takutkan adalah, Rohingya hanyalah sebagai alasan untuk melakukan aksi di Borobudur. Tetapi sebenarnya maksud mereka adalah ingin menghancurkan candi Borobudur itu sendiri. Mengapa saya punya pemikiran demikian? Karena melihat aksi-aksi mereka selama ini yang selalu menghancurkan patung-patung yang didirikan. Karena mereka menganggap bahwa patung-patung tersebut adalah sebuah berhala yang harus dimusnahkan. Sedangkan Borobudur adalah sebuah tempat yang penuh dengan patung-patung dan ormanem-ornamen kegiatan agama Budha, maka mereka menganggap bahwa Borobudur adalah sebuah tempat yang penuh dengan berhala dan harus dimusnahkan.
Jika ini sampai terjadi, maka Indonesia akan kehilangan sebuah peninggalan sejarah yang sangat dibanggakan sampai sekarang. Tapi apakah mereka peduli dengan peninggalan sejarah ini? Sama sekali tidak! Mereka ingin mengikuti jejak-jejak ISIS yang menghancurkan peninggalan-peninggal sejarah di Mosul, Karena ISIS menganggap bahwa relik kuno itu sebagai sebuah berhala sehingga harus dihancurkan. Begitu juga di sini, mereka akan menghancurkan benda-benda bersejarah peninggalan nenek moyang kita, karena dianggap sebaga benda berhala.
Oleh karena itu, sudah selayaknya pihak berwenang untuk tidak mengijinkan Gerakan Sejuta Umat Muslim Mengepung Borobudur pada 8 September 2017 ini, dikuatirkan mereka akan bertindak tidak terkontrol. Akhirnya peninggalan sejarah yang kita banggakan nasibnya akan sama dengan peninggalan sejarah di Mosul. Sekali lagi, apapun yang terjadi di Provinsi Rakhine tidak ada kaitannya sama sekali dengan Borobudur. Jadi melakukan aksi di Borobudur adalah salah alamat.
Sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 dan Keputusan Kapolri No 7 Tahun 2012, mengenai penyampaian pendapat dan obyek vital, maka pengunjuk rasa hanya diperkenankan mengadakan aksi sejauh lima ratus meter dari obyek vital. Candi Borobudur adalah sebuah obyek vital yang harus dilindungi. Karena kalau sampai hancur, tentu akan sangat mahal kerugiannya bagi Indonesia. Jangan sampai itu terjadi hanya karena kita membela kaum muslim Rohingya tetapi pada tempat yang salah.
0 komentar:
Posting Komentar