Hari Jumat akan segera tiba, tinggal satu hari lagi. Setiap hari Jumat selalu dijadikan hari untuk melakukan aksi tiga angka. Memang tidak setiap Jumat, tapi kebanyakan aksi tersebut diadakan pada hari Jumat. Mungkin lama-lama orang akan memplesetkan hari Jumat sebagai hari demo. Lihat saja sudah berapa kali demo dilakukan, mungkin sudah lebih dari 10 kali. Hampir semuanya jatuh pada hari Jumat.
Pada pada tanggal 29 September, akan ada aksi 299 yang digagas dengan tujuan menolak penerapan Perppu Ormas dan menolak kebangkitan PKI. Dan dengar kabar sih, katanya 50 ribu orang akan hadir untuk meramaikan, lebih tepatnya memacetkan jalan. Dan mudah-mudahan jumlah yang hadir hilang satu nolnya.
Ada yang bilang, menolak aksi 299 berarti mendukung kebangkitan PKI. Ini benar-benar logika yang sangat bodoh. Beda lho antara menolak PKI dengan menolak aksi 299. Saya hanya bingung atas dasar apa mereka melakukan aksi 299? Apa mereka tak bosan terus melakukan aksi tiga angka? Sepertinya tidak bosan kalau ada titik-titiknya, you know I know lah. Kalau tak ada itu, mana bisa adakan demo.
Menolak aksi 299 bukan berarti mendukung PKI, hanya saja tidak setuju dengan caranya yang sedikit-sedikit bikin aksi. Entah sudah berapa miliar uang buat pengamanan demo dan kerugian akibat kemacetan dan stres pengguna jalan. Mikir dong.
Demo ingin protes Perppu ormas sangat tidak ideal karena ada mekanisme melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Turun ke jalan dengan mobilisasi massa takkan membatalkan Perppu, melainkan malah bikin pengguna jalan stress dan geram. Bikin macet, tahu? Demo karena menolak kebangkitan PKI? Isu basi yang terus dipanaskan paksa agar bisa dikonsumsi lagi.
Sebelumnya simak dulu statement dari ketua MUI, Ma’ruf Amin. Dia mengimbau agar umat Islam tidak mengikuti aksi 299 karena isu ganyang PKI sudah tidak lagi relevan. “Sebenarnya sudah tidak perlu lagi ada demo-demo itu. PKI sudah mati semua itu,” kata Ma’ruf Amin seperti diberitakan Liputan6. Dia juga mengimbau agar tidak perlu risau dengan isu tersebut. Bila ada bukti, masyarakat bisa melaporkan ke polisi.
Sudah jelas, kan? PKI sudah game over. Tapi seperti biasa, apakah mereka mau dengar kata ketua MUI? Sepertinya hanya akan masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Tak akan digubris dan demo lanjut terus. PKI sudah mati, tapi bagi kaum sebelah, PKI hidup lagi (mungkin dihidupkan dengan bantuan naga Dragon Ball). Ada dua kemungkinan, mereka yang mabuk sehingga berilusi kalau PKI masih hidup atau mereka menciptakan kesan seolah PKI masih hidup.
Lagian lucu, apakah demo teriak hancurkan PKI atau koar-koar ganyang PKI akan membuat PKI (dengan asumsi PKI bangkit versi mereka) lenyap? Yang paling rasional itu adalah laporkan aktivitas atau pelaku yang terkait. Bukan teriak sambil macetkan jalanan. Entah kenapa aksi kali ini tampak jelas muatan politisnya. Isu First Travel yang nyata saja tidak sampai dibikin aksi tiga angka. Ini isu kebangkitan PKI yang simpang siur malah dibikin aksinya.
Karena rencana aksi 299 sudah clear, imbauan saja takkan cukup. Percuma. Mau bilang PKI sudah game over pun sia-sia karena ada sekelompok orang yang ingin menyampaikan pesan kalau PKI masih hidup. Kalau memang PKI nyata seperti kata mereka, sungguh aneh kalau mereka tidak memberikan bukti konkrit ke publik. Mereka seperti ingin menanamkan kesan bahwa PKI masih hidup. Melalui aksi 299, mereka ingin menciptakan kesan bahwa situasi sedang genting, padahal biasa-biasa saja tuh.
Jika mau berspekulasi lebih jauh, mereka mungkin sedang ingin menanamkan kepercayaan kalau PKI akan hidup hingga tahun 2019 nanti. Anda pasti sudah tahu maksudnya. Jika ada kaitan dengan permainan politik, maka isu ini akan dihembuskan hingga tahun 2019, dengan tujuan untuk memperlemah pemerintah, untuk menciptakan kesan kalau rezim sekarang gagal selama memimpin negara ini, sehingga sang lawan akan muncul bak pahlawan kesiangan yang dielu-elukan dengan kharismanya yang penuh topeng fiktif.
Sang lawan sadar tak bisa berhadapan langsung, sehingga harus menjatuhkan pemerintah dengan cara murahan sekali pun agar nilai tawarnya naik. Orang seperti ini layak tidak jadi pemimpin? Silakan nilai sendiri.
Aksi tiga angka yang biasanya identik dengan bela agama terkait kasus Ahok, sekarang kok malah makin melenceng. Jelas sekali ingin menggembosi pemerintah. Masuk akal kalau ada unsur politik yang bermain.
Bagaimana menurut Anda?
0 komentar:
Posting Komentar