Cari Blog Ini

Minggu, 28 Mei 2017

Rapor kepemimpinan Jokowi memang yang paling baik

Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana menghibur dan membagi buku bacaan kepada anak korban gempa di tenda pengungsian Ringblang Meurdu, Pidie Jaya, Provinsi Aceh, Kamis (15/12/2016).
Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana menghibur dan membagi buku bacaan kepada anak korban gempa di tenda pengungsian Ringblang Meurdu, Pidie Jaya, Provinsi Aceh, Kamis (15/12/2016).

Kinerja Presiden Joko "Jokowi" Widodo mendapat apresiasi dari dunia internasional. Meski tidak disebutkan terbaik atau paling unggul, Jokowi meraih rapor terbaik versi media Bloomberg, di antara beberapa pemimpin negara di Asia dan Australia.
Dalam artikel bertajuk "Who's Had the Worst Year? How Asian Leaders Fared in 2016", Jokowi menjadi satu-satunya pemimpin negara dengan kinerja positif--ditandai dengan warna hijau untuk semua indikator.
Di tengah tak stabilnya kondisi global, utamanya Brexit dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat periode 2017-2021, kondisi Asia dinilai relatif stabil. Bloomberg juga melihat kawasan ini cukup tangguh atas guncangan sepanjang 2016.
Menggunakan tiga indikator, delapan pemimpin negara dari kawasan Asia dan Austalia dipilih dan dinilai. Jokowi berhasil meraih poin cukup memuaskan. Di antaranya penguatan nilai tukar Rupiah sebesar 2,41 persen, pertumbuhan ekonomi di level 5,02 persen, dan tingkat penerimaan publik yang mencapai 69 persen.
Keberhasilan Jokowi yang paling disebut adalah program pengampunan pajak yang mampu menarik banyak wajib pajak untuk membayar kewajiban mereka dengan total nilai yang cukup fantastis hanya dalam jangka waktu tiga bulan saja.
Jokowi juga dianggap berhasil merebut dukungan dalam pemerintahan dengan meraih dua pertiga kursi di parlemen. Catatan Bloomberg bagi Jokowi pada 2017 adalah mengawal program peningkatan pertumbuhan ekonomi, khususnya dengan meredam gejolak politik dalam negeri.
Jika dibandingkan dengan negara terdekatnya, seperti Malaysia (di bawah kepimpinan Najib Razak), penguatan nilai tukar Ringgitnya justru mendapatkan nilai merah, yakni -4,26 persen. Begitu juga Filipina, di bawah kepemimpinan Rodrigo Duterte, dengan poin penguatan nilai tukar Pesonya adalah -5,29 persen.
Sementara itu, Presiden Korea Selatan Park Geun-Hye memiliki catatan merah untuk semua aspek. Fakta tersebut didukung dari data menurunnya nilai tukar Won sebesar 2 persen dan pertumbuhan ekonomi hanya di angka 2,87 persen. Tingkat penerimaan publik terhadao Geun Hye hanya sebesar 4 persen, bahkan ia dipaksa mengundurkan diri.

0 komentar:

Posting Komentar