Cari Blog Ini

Kamis, 11 Mei 2017

HTI BUBAR, MASALAH SELESAI ??

HTI

Akhirnya HTI pun dibubarkan.
Menkopolhukam Wiranto mengumumkannya tadi menindak-lanjuti perintah Presiden untuk meninjau kembali organisasi yang ingin merubah Pancasila.
Terimakasih pemerintah..
Pertanyaannya, selesaikah permasalahan dengan dibubarkannya HTI ? Belum. Itu baru langkah mendasar dan permukaan.
Yang paling berbahaya selain organisasinya adalah ideologi mereka. Ideologi HTI yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara khilafah, sudah merasuk di banyak tempat, di pengajian, masjid, dakwah di tivi dan lain sebagainya.
Lebih parah lagi di pendidikan.
Sejak TK, banyak anak yang dicuci otak dengan doktrin. Kebanggaan berlebih terhadap agama dengan menjatuhkan agama lain yang berbeda, menjadikan kebencian setahap demi setahap dipupuk di otak mereka.
Ideologi HTI ini terus berkembang seperti parasit yang menyesuaikan diri dengan situasi dan lingkungan. Mereka terpelihara karena banyak kepentingan dan menetap di banyak tempat dengan nama berbeda, seperti FPI, FUI, MIUMI dan lain2.
Beda organisasi, satu tujuan. Beda badan, satu kepala.
Inilah yang menjadi PR besar pemerintah karena ideologi yang dipakai HTI sudah menyebar kemana-kemana. Ibarat kanker, mereka sudah ada dimana-mana. Dimatikan satu, masih banyak biangnya.
Yang harus dilakukan pemerintah sesudah membubarkan adalah menangkal ideologinya.
Cara paling dekat adalah pemerintah mulai membersihkan "rumahnya" dari ideologi seperti yang dimiliki HTI.
Masjid-masjid di BUMN dan lembaga negara seperti TNI dan Polri harus sudah mulai disapu dari ustad2 radikal dan diganti dengan mereka yang mempunyai pemahaman kebangsaan yang kuat. 
Paling mudah, berikan fasilitas buat dai-dai muda NU masuk dan menjadi pengurus masjid-masjid disana.
Kemudian, kepala sekolah dan guru agama di sekolah negeri. Ganti kepala sekolah yang berpahaman radikal dengan mereka yang punya wawasan kebangsaan. Guru agama juga begitu, kasih saja pada dai muda NU utk mengajarkan agama Islam.
Ketika gerakan "pembersihan ideologi" ini dimaksimalkan, lalu populerkan supaya bisa menjadi gerakan bersama di masjid-masjid lain. Harus ada gerakan besar di awal untuk memicu gerakan-gerakan kecil lainnya yang massif.
Ini memang gerakan radikal yang bisa dilakukan pemerintah. Tapi toh harus begitu, radikal di lawan radikal juga. Sudah bukan saatnya lagi sopan santun dan ramah tamah terhadap ideologi luar yang menginjak-injak rumah kita.
Jangan sabar sabar mulu.. si sabar dah ketinggalan kereta.
Dan untuk HTI, kalau bisa jangan hanya dibubarkan tetapi dicap TERLARANG.
Populerkan pelarangan ini melalui media massa dan media sosial, karena meski sudah dibubarkan dan dilarang tanpa sosialisi, tentu saja mentah. Ini juga bisa menjadi shock therapy buat gerakan sejenis lainnya..
Sekali lagi, saya harus angkat secangkir kopi untuk Jokowi dan Wiranto yang sudah berani memutuskan sesuatu yang tidak berani dilakukan pemerintah sebelumnya.
Saya yang lagi mikir tentang nasib ustad Harry Mukti, yang dulu penyanyi.
Mungkin sekarang sedang bersedih karena HTI dibubarkan dan menyanyi di ruangan sepi, "Hanya satu kata... Ketika HTI tiada.."
Ngopi dulu, stad.
 

0 komentar:

Posting Komentar