Cari Blog Ini

Sabtu, 06 Mei 2017

Penolakan NU terhadap Khilafah sudah tepat karena Al-Quran sendiri tak pernah menganjurkan Berkhilafah


Kalau pun sistem khilafah kita anut, maka tetaplah ia tidak terlepas dari teori-teori hasil adopsi dari sistem diluar Islam. Dan ini telah dibuktikan sejarah, hampir semua periode khilafah tidak terlepas dari adopsi adopsi dari luar.

Al-Quran tak pernah menerangkan dan menganjurkan sistem kenegaraan yang disebut khilafah. Sistem ini tidak ada dalam Al-Quran. Negara yang disebut dalam Al-Quran ada dua: Negara Thayyibah dan Negara Khabitsah.
Negara Thayyibah adalah negara yang baik dan negara Khobitsah adalah negara yang buruk. Dalam surat Al A’raf ayat 58 disebutkan : “Wal baladut thoyyibu yakhruju nabatahu biidznihi robbihi walladzi khobutsa la yakhruju illa nakida. Kadzalika nushorriful ayati liqoumin yaskurun”. Artinya: “Dan negara yang baik adalah yang muncul banyak buah buahan denga izin tuhannya. Dan negara yang buruk tidak ada yang keluar kecuali kesengsaraan. Demikianlah kami jelaskan tanda tanda bagi hamba yang bersyukur.”

Dan sistem untuk bisa mencapai negara yang Thayyibah, menurut Al-Qur-an, harus dicapai melalui manajemen syukur, sebagaimana dalam surat Saba’ ayat 15 :”Wasykuru lahu baldatun thayyibatun warabbun ghafur”. Dan bersyukurlah kepada Allah, negaramu akan menjadi negara yang baik dan Allah selalu memberikan ampunanan-Nya.

Negara kita Indonesia dilihat dari segi konstitusinya sebetulnya sudah sesuai dengan ayat tersebut diatas, terbukti dengan adanya pembukaan UUD 45 alenia ke 3 disebutkan : “Atas berkat Rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.

Berdasarkan alenia ini kita tahu bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersyukur kepada Allah S.W.T.
Demikian juga kalau dilihat dari sila yang pertama dari Pancasila, Ketuhanan yang Mahaesa. Kita faham bahwa negara kita adalah negara yang berdasarkan tauhid, artinya imam kepada Allah dan hari akhir. Jadi sesuai dengan doa Nabi Ibrahim dalam surat Al-Baqarah ayat 126, yang artinya : “Ketika berdoa Ibrahim, ya Allah jadikan negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berilah rizqi berupa buah buahan kepada warganya, yaitu yang beriman kepada Alloh dan hari akhir”.

Demikian juga sila-sila seterusnya didalam Pembukaan UUD 45, kalau kita teliti dan kita kaji semuanya tidak ada yang bertentangan dengan Al-Quran dan Hadits. Semuanya sesuai dengan Islam. “Para pendiri negara kita adalah ulama-ulama’ Islam yang jempolan, hebat. Mereka bukan orang yang bodoh. KH Wahid Hasyim, KH Agus Salim, KH Abdul Kahhar Mudzakir dll, bukanlah ulama’ sembarangan. Sudah mereka pertimbangkan masak masak mana yang terbaik buat bangsa kita,” kata KH Imam Ghozali Said.

Mengenai sistim negara khilafah yang di dengung dengungkan oleh kelompok umat Islam garis keras sebetulnya faham tersebut banyak yang bertentangan dengan Al-Quran dan Hadits.
Pertama, sistim tersebut tidak pernah ada adalah sistim syukur. Kedua, mereka berusaha menghapus negara kebangsaan. Bahwa Al-Quran mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia terdiri atas bangsa bangsa dan suku suku untuk saling kenal mengenal, menghargai satu sama lain juga menghargai hak haknya sebagai bangsa.(lihat dalam surat Hujurat ayat 13)
Yang ketiga, mereka berusaha menghilangkan sistim demokrasi. Kata mereka sistim demokrasi adalah sistim orang kafir.

Padahal sistim demokrasi muncul dari musyawarah. Dan musyawaroh di perintah dalam Al-Quran dalam surat Syura 38 disebutkan “Wa am ruhum syura bainahum” (Dan menghadapi perkaramu hendaklah kamu bermusyawarah diantara kalian ),
Ingat dalam sejarah, ketika Rasulullah wafat, beliau tidak mewasiatkan penggantinya. Maka berkumpullah para sahabat Muhajirin dan Anshar untuk bermusyawarah mencari pengganti Nabi. Dalam musyawarah tersebut, kaum Muhajirin mengajukan jagonya. Demikian juga kaum Anshar juga mengajukan jagonya. Dan akhirnya dalam musyawarah tersebut terpilihlah sahabat Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah pengganti Rosululloh secara demokratis.

Demikian juga dengan terpilihnya Sayyidina Umar bin Khatab, Sayyidina Utsman bin Affan, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, mereka diangkat khalifah melalui pilihan yang demokratis.
Apakah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali yang menyetujui adanya pilihan demokratis ini juga kafir? Naudzu billah min dzalik.
Jangan-jangan mereka itu warisan kaum Khawarij yang mengkafirkan sahabat Utsman, Ali, Abu Musa Al Asy’-ari yang akhirnya membunuh sahabat Ali R.a. Mereka adalah kaum yang mudah mengkafirkan orang yang tidak sefaham.

Apakah kita rela kalau nantinya negara republik Indonesia ini hilang, kemudian diganti dengan imperium tirani yang mereka cita citakan dan mereka kuasai dengan berkedok Islam? Naudzu billah min dzalik.
Kenapa pemerintahan Indonesia dianggap sah?

Pertama, pemilihan secara langsung yang dilakukan di indonesia itu sama persis dengan pengangkatan Sayyidina Ali karramalahu wajhah untuk menduduki jabatan khilafah. Ini adalah pandangan ibnu katsir dalam kitab bidayah wan nihayah.
Kedua, presiden terpilih di Indonesia dilantik oleh MPR yang dapat disepadankan dengan ahlulhalli wal aqdi. Ketiga, sudah terpenuhinya maqosid syariah (tujuan syariah) pernyataan ini telah digambarkan oleh Imam Ghozali dalam kitab Iqtishod fil i’tiqod, menyatakan “dengan demikian tidak bisa dipungkiri, kewajiban mengangkat seorang pemimpin karena mempunyai manfaat dan menjauhkan mudhorot di dunia ini”.

Secara kasat mata jika konversi sistem itu dilakukan maka akan menimbulkan mudharat yang lebih besar. Seperti timbulnya chaos dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan keamanan. Lantaran, timbulnya kevakuman pemerintah atau sebagian golongan yang tidak mendapatkan dukungan dari rakyat secara luas, dan ini dimungkinkan akan terjadi perang saudara, bahkan bisa menimbulkan pertumpahan darah.

Terlebih lagi mendirikan khilafah itu terbantahkan oleh dalil-dalil berikut ini.
Pertama, idak memilki akar dalil syar’i yang qot’i. Karena itu sangat pantaslah dan menjadi tugas bersama untuk membangun suatu bangsa apapun bentuk sistemnya.

Kedua, persoalan pemerintah (imamah) dalam pandangan ahlussunnah wal jamaah bukan bagian dari masalah aqidah, melainkan termasuk persoalan siyasah dan muamalah. Karena itu bolehlah untuk berbeda pandangan dalam memilih sistem. Asal maqosid syariah sudah terpenuhi

Ketiga, secara geografis negara kita mempunyai banyak pulau, mengubah menjadi sistem khilafah itu akan menimbulkan kecemburuan agama lain untuk ikut juga merdeka (dalam artian menentukan sistem dalam mengatur hidup kelompok agama mereka), dan dampak ini akan terasa pada daerah yang Islamnya sangat minoritas.

Keempat, masyarakat masih belum siap untuk melaksanakan hukum Islam secara kafah, terutama permasalahan pidana. Secara otomatis masyarakat yang sama sekali belum siap akan secara berangsur angsur akan meninggalkan agama Islam.
Kelima, jika memang telah disepakati ide formalisasi syariah, maka timbul pertanyaan teori syariah manakah yang akan diterapkan?..

“Jujur saja, walaupun sistem khilafah yang kita anut, maka tetaplah ia tidak terlepas dari teori teori hasil adopsi dari sistem diluar Islam. Dan ini telah dibuktikan sejarah, hampir semua periode khilafah tidak terlepas dari adopsi adopsi dari luar.”

0 komentar:

Posting Komentar