Cari Blog Ini

Kamis, 25 Mei 2017

Perlunya Pendidikan Anti Radikalisme Sejak Dini

Perlunya Pendidikan Anti Radikalisme Sejak Dini

Saat ini, radikalisme begitu pesat berkembang di media soal. Radikalisme sengaja disebarkan agar generasi muda kita menjadi generasi yang radikal, yang bisa menjadi pelaku terorisme. Karena radikalisme adalah akar dari terorisme itu sendiri. Ujaran kebencian, tidak suka kepada orang lain, itu hanyalah bagian kecil dari radikalisme yang disebarkan di internet. Jika hal ini terus dibiarkan, maka kebencian itu semakin menguat dan bisa menjadi tindakan jihad. Sementara jihad yang dipahami kelompok radikal adalah jihad yang cenderung dilakukan dengan cara-cara yang salah. Kontestasi pilkada DKI Jakarta, sudah dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk memasukkan bibit-bibit radikalisme. Spanduk-spanduk provokatif bermunculan. Tidak mau memilih pemimpin non muslim dan lain sebagainya. Hal-hal ini adalah bagian dari bibit radikalisme. Bayangkan, anak SD atau SMP, sudah tidak mau berteman dengan temannya yang beragama lain. Mereka juga tidak mau dipimpin ketua kelas yang agamanya beda, lantaran di pilkada DKI calon gubernurnya banyak diprotes karena berbeda agama. Bibit radikalisme ini harus dicegah. Kita harus memberikan contoh yang baik kepada generasi selanjutnya, agar tetap mengedepankan toleransi beragama. Hal ini penting, karena ajaran radikalisme bisa merenggangkan persahabatan. Radikalisme juga bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Pendidikan anti radikalisme harus mulai ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Anak-anak harus dibebaskan dari paham kebencian dan kekerasan. Berikanlah anak perhatian yang cukup. Rangsanglah anak untuk terus aktif berbicara dan menceritakan segala aktifitasnya. Kenapa hal ini penting? Tidak sedikit anak memilih diam dan tidak menceritakan aktifitasnya di sekolah. Kenapa anak bisa tumbuh seperti ini? Umumnya, karena minimnya perhatian dan kasih sayang orang tua mereka cenderung nyaman dengan diam. Dan dalam diam itulah mereka bisa dengan mudah terpapar radikalisme melalui teman ataupun media sosial. Ingat, keluarga merupakan pendidikan dini anak. Tumbuh kembangnya anak, tergantung bagaimana orang tua dan keluarga mendidiknya sejak dini. Jika anak dididik secara radikal, maka dia pun akan berkembang menjadi radikal. Lihat, anak terpidana bom Bali Imam Samudra. Karena sejak kecil diajarkan radikalisme, maka dia pun mengikuti jejak ayahnya. Meski masih umur belia, dia pergi ke Suriah dan bergabung dengan kelompok ISIS. Kini, Umar Jundulhaq telah tewas di usia 19 tahun, dalam sebuah pertempuran di Suriah. Tahun kemarin kita juga sempat dihebohkan video anak-anak Indonesia, yang dididik militer oleh militan ISIS. Mereka diarahkan untuk membakar paspor Indonesia, belajar bertempur, bahkan sudah dikenalkan senjata sejak dini. Anak-anak ini seharusnya bisa bermain dan belajar seperti anak pada umumnya. Anak-anak tidak akan dekat dengan radikalisme, jika keluarga memproteksinya. Anak harus mendapatkan bekal anti radikalisme. Tanamkan bahwa manusia itu makhluk sosial, yang saling membutuhkan satu sama lain. Harus saling berinteraksi dan saling menghargai. Tanamkan juga pendidikan budi pekerti. Agar anak nantinya tetap menghormati yang tua, dan tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Ajarkan pula anak pendidikan agama yang benar. Jangan sampai ketika dewasa dia justru tumbuh menjadi pribadi yang jauh dari ajaran agama. Dan yang tak kalah pentingnya adalah, tanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini. Hal ini penting agar anak tetap menjadi anak Indonesia, yang mau berinovasi dan berkreasi untuk bangsanya. Jika kita bisa menerapkan hal tersebut, secara tidak langsung kita telah menanamkan pendidikan anti radikalisme sejak dini.

0 komentar:

Posting Komentar