Cari Blog Ini

Senin, 24 April 2017

Penolakan Hizbut Tahrir Indonesia Terhadap Demokrasi Dan konsep kekuasaan yang dianggap Ideal (Khilafah)

Pengantar
Apabila kita berbicara Hizbut Tahrir Indonesia, maka tidak terlepas dari Konsep Hizbut tahrir itu sendiri yang sifatnya lebih mendunia. Hizbut tahrir, yang selanjutnya disingkat menjadi HT adalah Organisasi dakwah islam beraliran fundamental. Yang dimaksud dengan Fundamental disini adalah pergerakan pergerakan yang dilakukan oleh HT sangat penuh dengan militansi, yang secara tegas menentang pemerintah dan konsep konsep Negara pada umumnya, namun HT tetap tidak melakukan tindak kekerasan.
Hizbut Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak kaum muslimin kembali hidup secara Islami dalam Darul Islam dan masyarakat Islam. Di mana seluruh kegiatan kehidupannya diatur sesuai dengan hukum-hukum syara’. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islam, yaitu Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan dibai’at oleh kaum muslimin untuk didengar dan ditaati agar menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Di samping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar, melalui pola pikir yang cemerlang. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat ke masa kejayaan dan keemasannya seperti dulu, di mana umat akan mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini, dan negara Khilafah akan kembali menjadi negara nomor satu di dunia –sebagaimana yang terjadi pada masa silam– serta memimpin dunia sesuai dengan hukum-hukum Islam.
Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk menyampaikan hidayah (petunjuk syari’at) bagi umat manusia, memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran beserta segala ide dan peraturan kufur, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi.
Penolakan HT terhadap Demokrasi
Dalam bidang system kekuasaan dan Pemerintahan, HT secara tegas menyatakan Penolakannya terhadap Konsep demokrasi, oleh HT demokrasi tidaklah layak ditegakkan dan dgunakan oleh Negara Islam atau Negara yang secara mayoritas penduduknya adalah Muslim. Demokrasi adalah produk Kafir, atau berasal dari barat. Dengan kekuasaan ditangan rakyat, maka secara jelas hal ini bertentangan dengan Islam, karena dengan demokrasi maka hukuk hukum Tuhan dan syariat tidak akan tegak. Padahal sebagaimana dijelaskan diatas bahwa Tujuan Hizbut Tahrir adalah melanjutkan kembali dan membangkitkan lagi keadaan umat yang kafir menjadi Masyarakat Islam, dimana semua umat didunia kembali pada Al Islam, dimana semua hukum dan pemerintahan kembali pada Hukum Syariat, sehingga kekuasaan tertinggi adalah Hukum Syariat (Aturan Tuhan), bukan ditangan rakyat sebagaimana dijelaskan oleh Konsep demokrasi. Maka dari itu, secara tegas HT menyatakan bahwa system demokrasi adalah system Kafir, produk barat yang hanya akan menyesatkan umat, bertentangan dengan hukum hukum tuhan yang dijelaskan dalam syariat Islam.
Dan Perlu diketahui, bahwa argument argument  HT atas penolakan demokrasi ini bukanlah sekedar omong kososng belaka. Dimanapun HT berada dinegara Negara yang menerapkan demokrasi, maka ia akan tetap konsisten tidak akan terlibat ke dalam system yang dianggapnya kafir tersebut. Sehingga perjuangan perjuangan HT didalam dakwahnya untuk memperjuangkan Islam selama Negara tersebut menerapkan demokrasi maka selama itu pula ia akan bersikap apolitis, orang orang HT tidak akan pernah mau terlibat urusan Politik, mengikutkan Partainya menjadi peserta Pemilu , atau bahkan turut memberikan suaranya pada saat Pemilihan Umum. Karena bagi mereka , masyarakat yang saat ini mengikuti system kafir (demokrasi), maka sama halnya mereka juga menuju kekafiran karena masuk dalam system system yang jelas jelas bertentangan dengan syariat, sehingga berdemokrasi sama dengan tidak bersyariat sekalipun kira memiliki misi misi syariat didalam mengikuti Politik yang demokrasi. Penulis sendiri pernah berdialog secara langsung dengan salah satu anggota HTI melalui dunia maya (Chatting), dan mereka menyatakan pendapatnya bahwa masyarakat yang saat ini hidup dalam system demokrasi ibaratnya adalah “ seekor kerbau yang terjebak dalam kubangan lumpur, maka untuk menyelamatkannya untuk apa kita juga ikut terjun dalam kubangan lumpur tersebut, karena yang ada pasti kita juga akan ikut  terjebak dalam kubangan lumpur tersebut, maka dari itu untuk menyelamatkannya haruslah dengan cara/ alternative lain, misalnya dengan ditarik menggunakan tali”. Akan tetapi yang masih membuat Penulis bingung adalah bagimana wujud konkret perjuangannya yang dimaksudkan oleh mereka menggunakan tali tersebut. Ketika penulis menanyakan hal tersebut lebih lanjut , mereka hanya menjawab dengan cara dakwah dan Siyasah, akan tetapi ternyata hal tersebut masih belum jelas Konsepnya oleh HT sendiri.
Akan tetapi hal ini telah menunjukkan bahwa HT sangat tidak main main dalam menolak konsep demokrasi ini, maka dari itu lantas HT pun menawarkan konsep pemerintahan yang menurut mereka adalah system yang Ideal, yaitu system Khilafah, dimana semua pemerintahan didunia hanya dipimpin oleh satu orang yaitu seorang khalifah yang telah dibai’at oleh semua umat seluruh dunia.
Landasan hukum Menegakkan Khilafah
Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk seluruh dunia. Kerana nas-nas syara’ (nushush syar’iyah) memang menunjukkan kewajipan umat Islam untuk bersatu dalam satu institusi negara. Sebaliknya haram bagi mereka hidup dalam lebih dari satu negara. Kewajiban tersebut didasarkan pada nas-nas al-Qur’anas-SunnahIjma Sahabat, dan Qiyas. Dalam al-Qur`an Allah SWT berfirman:
“Dan berpeganglah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai…” (Qs. Ali-’Imraan [3]: 103).
Di samping itu, Rasulullah SAW menegaskan pula dalam perjanjian antara kaum Muhajirin-Anshar dengan Yahudi: “Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Surat Perjanjian ini dari Muhammad —Nabi antara orang-orang beriman dan kaum muslimin dari kalangan Quraisy dan Yatsrib –serta yang mengikut mereka dan menyusul mereka dan berjihad bersama-sama mereka– bahawa mereka adalah umat yang satu, di luar golongan orang lain…” (Lihat Sirah Ibnu Hisyam, Jilid II, hal. 119). Nas-nas al-Qur`an dan as-Sunnah di atas menegaskan adanya kewajipan bersatu bagi kaum muslimin atas dasar Islam (hablullah) –bukan atas dasar kebangsaan atau ikatan palsu lainnya yang direkayasa penjajah yang kafir— di bawah satu kepemimpinan, yaitu seorang Khalifah. Dalil-dalil di atas juga menegaskan keharaman berpecah-belah, di samping menunjukkan pula jenis hukuman syar’i bagi orang yang berupaya memecah-belah umat Islam menjadi beberapa negara, yakni hukuman mati. Selain al-Qur`an dan as-Sunnah, Ijma’ Sahabat pun menegaskan pula prinsip kesatuan umat di bawah kepemimpinan seorang Khalifah. Abu Bakar ash-Shiddiq suatu ketika pernah berkata,”Tidak halal kaum muslimin mempunyai dua pemimpin (Imam).” Perkataan ini didengar oleh para Sahabat dan tidak seorang pun dari mereka yang mengingkarinya, sehingga menjadi ijma’di kalangan mereka. Bahkan sebahagian fuqoha menggunakan Qiyas (sumber hukum keempat) untuk menetapkan prinsip kesatuan umat. Imam Al Juwaini berkata,”Para ulama kami (mazhab Syafi’i) tidak membenarkan akad Imamah (Khilafah) untuk dua orang…Kalau terjadi akad Khilafah untuk dua orang, itu sama halnya dengan seorang wali yang menikahkan seorang perempuan dengan dua orang laki-laki!” Artinya, Imam Juwaini mengqiyaskan keharaman adanya dua Imam bagi kaum muslimin dengan keharaman wali menikahkan seorang perempuan dengan dua orang lelaki yang akan menjadi suaminya. Jadi, Imam/Khalifah untuk kaum muslimin wajib hanya satu, sebagaimana wali hanya boleh menikahkan seorang perempuan dengan satu orang laki-laki, tidak boleh lebih. (Lihat Dr. Muhammad Khair, Wahdatul Muslimin fi Asy Syari’ah Al Islamiyah, majalah Al Wa’ie, hal. 6-13, no. 134, Rabi’ul Awal 1419 H/Julai 1998 M) Jelaslah bahawa kesatuan umat di bawah satu Khilafah adalah satu kewajipan syar’i yang tak ada keraguan lagi padanya. Kerana itu, tidak mengherankan bila para imam-imam mazhab ¾Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad¾ bersepakat bulat bahawa kaum muslimin di seluruh dunia hanya boleh mempunyai satu orang Khalifah saja, tidak boleh lebih:
“…para imam mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad) –rahimahumullah– bersepakat pula bahawa kaum mulimin di seluruh dunia pada saat yang sama tidak dibenarkan mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat mahupun tidak.” (Lihat Syaikh Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, jilid V, hal. 416) Hukum menegakkan Khilafah itu sendiri adalah wajib, tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan imam-imam mazhab dan mujtahid-mujtahid besar yang alim dan terpercaya. Siapapun yang menelaah dalil-dalil syar’i dengan cermat dan ikhlas akan menyimpulkan bahawa menegakkan Daulah Khilafah hukumnya wajib atas seluruh kaum muslimin. Di antara argumentasi syar’i yang menunjukkan hal tersebut
Konsep Pemerintahan Dalam System Khilafah :
     Azas-azas dalam system politik pemerintahan yang dianut
  1. Kekuasaan hanyalah milik Allah, artinya hukum hanya dibatasi pada apa yang telah diturunkan Allah saja. Hukum lainnya tidak diakui.
  2. Kedaulatan ada di tangan syariat, mensejajarkan seluruh perbuatan muslim pada perintah dan larangan Allah swt.
  3. Kekuasaan berada di tangan umat, artinya umat muslim telah diberi hak mengelola pemerintahan oleh Allah. Sementara khalifah yang mereka pilih adalah perwakilan mereka dalam menjalankan kekuasaan dalam Negara tersebut
  4. Pengangkatan khalifah satu untuk seluruh umat Islam, secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa Islam tidak diperbolehkan memiliki lebih dari satu Negara kesatuan
  5. Khalifah adalah satu-satunya pihak yang berhak melakukan legislasi hukum syara’, maksudnya khalifah memiliki hak prerogative untuk memilih satu diantara hukum-hukum dalam Negara (yang merupakan hasil istinbath dan bisa berbeda-beda). Rakyat diwajibkan untuk terikat pada hukum yang telah dipilih oleh khalifahnya tersebut
Sehingga dengan berlandaskan pada Azas azas diatas, sevara umum Bentuk Pemerintahan Khilafah yang dikonsep oleh HT adalah sebagai berikut :
  1. a.      System Pemilihan khilafah
     Khalifah adalah seseorang pemimpin yang telah mendapatkan amanah dari seluruh umat Islam dalam bentuk bai’at. Dalam artian khalifah adalah pemimpin yang telah dibai’at oleh seluruh umat Islam.
     Syarat-syarat seorang khalifah yang ada di dalam konsep HTI (in’iqad)
  1. Laki-laki
  2. Muslim
  3. Merdeka
  4. Baligh
  5. Berakal
  6. Adil
  7. Mampu memikul tanggung jawab sebagai khalifah
     Metode yang digunakan dalam pemilihan dan pengangkatan khalifah dilangsungkan melalui tiga tahapan, diantaranya :
                                     a.     Calon khalifah dibatasi oleh ahlul halli wal’aqdi atau majelis syura. Caranya dengan menyeleksi orang-orang yang tidak memenuhi syarat in’iqad.
                                     b.     Pemilihan dilakukan oleh sebagian umat hingga diperoleh seorang calon untuk menempati jabatan khalifah.
                                      c.     Pembaiatan terhadap orang yang memperoleh suara terbanyak menjadi khalifah dilakukan oleh seluruh umat muslim.
  1. b.            System Menjalankan Kekuasaan/ Pemerintahan
Setelah Khalifah terpilih, maka selanjutnya Pemerintahan murni ditangan Khalifah. Yang berhak membuat Undang Undang hanyalah Khalifah, dan setiap kebijakan kebijakan dn keputusn dalam memerintah mutlak ditangan khalifah. Sehingga, disini sudah cukup jelas bahwa dalam menjalankan Pemerintahannya, Khalifah bersifat absolute.
Namun, Meskipun pemerintahannya bersifat absolute, akan tetapi didalam menjalankan system Pemerintahannya tentunya sang khalifah tidak sendiri, akan tetapi ada beberapa perangkat struktur yang membantu khalifah sebagaimana digagas oleh Taqiyuddin al Nabhani sebagai berikut :
  1. Khalifah – Hanya Khalifah yang mempunyai kewenangan membuat UU sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang ditabbaninya (adopsi); Khalifah merupakan penanggung jawab kebijakan politik dalam dan luar negeri; panglima tertinggi angkatan bersenjata; mengumumkan perang atau damai; mengangkat dan memberhentikan para Mu’awin, Wali, Qadi, amirul jihad; menolak atau menerima Duta Besar; memutuskan belanjawan negara.
  2. Mu’awin Tafwidh – Merupakan pembantu Khalifah dibidang kekuasaan dan pemerintahan, mirip menteri tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin menjalankan semua kewenangan Khalifah dan Khalifah wajib mengawalnya.
  3. Mu’awin Tanfidz – Pembantu Khalifah dibidang administrasi tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin Tanfidz membantu Khalifah dalam hal pelaksanaan, pemantauan dan penyampaian keputusan Khalifah. Dia merupakan perantara antara Khalifah dengan struktur di bawahnya.
  4. Amirul Jihad – Amirul Jihad membawahi bidang peperangan, luar negeri, keamanan dalam negeri dan industri.
  5. Wali – Wali merupakan penguasa suatu wilayah (gubernur), hanya saja di zaman Rasulullah saw. wali Syam meliputi daerah Lebanon, Syiria, Palestina dan Israel, yang mana sekarang ini terdiri dari beberapa negara. Wali memiliki kekuasaan pemerintahan, pembinaan dan penilaian dan pertimbangan aktivitas direktorat dan penduduk di wilayahnya. Wali tidak mempunyai kekuasaan dalam Angkatan Bersenjata, Keuangan dan pengadilan.
  6. Qadi – Qadi merupakan badan peradilan, terdiri dari 2 badan; Qadi Qudat (Mahkamah Qudat) yang mengurus persengketaan antara rakyat dengan rakyat, perundangan, menjatuhkan hukuman, dan lain-lain serta Qadi Mazhalim (Mahkamah Madzhalim) yang mengurus persengketaan antara penguasa dan rakyat, memberhentikan semua pegawai negara termasuk Khalifah.
  7. Jihaz Idari – Pegawai administrasi yang mengatur kemaslahatan masyarakat melalui Lembaga yang terdiri dari Direktorat, Biro, dan Seksi, dan Bagian. Memiliki Direktorat di bidang pendidikan, kesehatan, kebudayaan, industri, perdagangan, pertanian, dll). Mua’win Tanfidz memberikan pekerjaan kepada Jihaz Idari dan memantau pelaksanaannya.
  8. Majlis Ummat– Majlis Ummat dipilih oleh rakyat, mereka cerminan wakil rakyat baik individu mahupun kelompok. Majlis memberikan peringatan dan koreksi kepada Khalifah serta menunjukkan kebencian kepada pembantu Khalifah jika terjadi penyelewengan. Majlis juga berhak membatasi calon Khalifah jika ada pergantian Khalifah dan mendiskusikan hukum-hukum yang akan diadopsi Khalifah, tetapi kekuasaan penetapan hukum tetap di tangan Khalifah.
    1. c.      System Evaluasi/ Penilaian
Karena seorang Khalifah adalah Perwakilan umat Islam dan pemerintahannya bersifat absolute, maka disini sama sekali tidak ada Proses evaluasi/ penilaian terhadap Pemerintahan khalifah, apakah mengalami keberhasilan ataupun kegagalan,. Serta tidak ada pembatasan kekuasaan terhadap Khalifah, dengan kata lain kekuasaan khalifah adalah seumur hidup, selama khilfah tersebut belum mati.
Khalifah hanya bisa diturunkan karena hal hal berikut :
  1. Terdapat cacat pada salah satu syarat in’iqad al khilafah (murtad dari Islam, gila atau melakukan kefasyikan yang terang-terangan, dan lainnya)
  2. Ketidak sanggupan khalifah dalam menjalankan tugas kenegaraan karena satu dan lain hal (misal sakit keras)
  3. Adanya tekanan yang menjadikannya tidak sanggup untuk menjalankan roda pemerintahan, seperti tertawan oleh musuh dan tidak mungkin membebaskan diri, dll.

0 komentar:

Posting Komentar