Cari Blog Ini

Rabu, 05 April 2017

LIPI Temukan Bahaya Wahabi, HTI dan PKS Bagi Keutuhan NKRI

 
Sebuah temuan mengejutkan diungkap olehnya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Lembaga riset negara berkelas dunia dalam penelitian, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan itu mengungkap tentang pergerakan kelompok Khilafah di Mesir yang semakin menjalar ke Indonesia.

Sebagaimana dikutip dari akun Facebook Darmanto Zuhdie, temuan LIPI tersebut seakan memberikan warning kepada Indonesia agar lebih waspada akan bahaya ideologi kelompok-kelompok tertentu yang sengaja menyebarkan isu nasionalisme dan toleransi untuk hancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Gerakan dan ideologi mereka telah terbukti di beberapa negara menjadi bagian dari perebutan kekuasaan dan pertumpahan darah demi meraih tujuan dan ambisi mereka. Masih segar di ingatan dunia, ketika Gelombang musim semi Arab melanda Mesir, rakyat murka dengan Presiden Mubarak. Mereka berdemo menurunkan Presiden. Banyak korban jiwa, meski akhirnya Mubarak dapat digulingkan.

Setelah itu Mesir menjalankan Pemilu yang dimenangkan Ikhwanul Muslimin. Naiklah Presiden Mursi ke pucuk pemerintahan. Tapi baru beberapa lama memegang kekuasaan, Mursi dan IM berusaha mengubah UU Mesir. Publik marah karena langkah Presiden baru itu bisa membahayakan persatuan Mesir yang heterogen.

Sebab mungkin saja, selain sebagai pemenang Pemilu, Mursi juga merasa mewakili Islam. Sehingga semua kebijakannya dianggap bagian dari perjuangan agama. Mursi yang naik tahta hasil proses Pemilu yang demokratis justru ingin melibas demokrasi yang dituduh tidak Islami.

Lalu rakyat turun lagi ke jalan. Kali ini didukung militer yang resah terhadap arah kebijakan Mursi. Akibatnya Presiden Mursi yang baru menjabat itu terjungkal lagi. Rejim militer menguasai Mesir. Tapi IM melawan. Mesir dilanda berbagai aksi teror, seperti bom dan penyerangan bersenjata. Darah muncrat di sana.

Dunia Islam berbeda sikap memandang Mesir. Turki membela Mursi dan IM habis-habisan. Sedangkan Saudi justru melabelkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Di Mesir Ikhwanul Muslimin membiak di kampus-kampus. Sama seperti di Indonesia, PKS yang merupakan titisan gerakan IM juga menguasai berbagai kampus.

Tapi kampus-kampus di Indonesia bukan hanya tempat berbiaknya gerakan islam politik. Ditenggarai juga sebagai ladang tumbuhnya pemahaman agama radikal. Anak-anak muda, utamanya di kampus umum, dijejali pemahaman agama yang baru. Gairah darah muda mereka dijadikan lahan empuk untuk mengobarkan semangat radikalisme.

Gerakan HTI, misalnya, yang jelas-jelas anti NKRI juga bersemi di berbagai kampus. Demikian juga Wahabi yang sering menamakan diri Salafi. Biasanya sikap keagamaan mereka ini sering berbenturan dengan isu nasionalisme dam anti toleransi.

HTI Wahabi anti Pancasila Dukung Khilafah
Bukan hanya itu. Kita juga menemukan buku pelajaran sekolah yang memuat paham radikal. Bayangkan, ajaran jihad dan kebencian pada agama lain masuk ke buku pelajaran anak SD. Dengan kata lain, dunia pendidikan kita, sedang dirasuki paham keagamaan radikal.

Ideologi yang mulanya bertumbuh di Timur Tengah ingin dijejalkan begitu saja ke Indonesia. Bahkan konflik-konfliknya juga ikut dibawa ke sini. Pertentangan Saudi yang Wahabi dan Iran yang Syiah misalnya. Tiba-tiba di sini kita dijejali kampanye anti Syiah. Bahkan sampai mengkafir-kafirkan segala. Padahal di Saudi sendiri, banyak penduduknya yang bermazhab Syiah.

Artinya mereka berusaha mendesakkan keyakinanya untuk memetik keuntungan ideologis dari penduduk Indonesia yang sebagian besar muslim. Seperti biasa, alasannya adalah pemurnian ajaran agama.

Media Anti Toleran dan Media Aswaja
Sikap ingin melakukan pemurnian itu, biasanya ditandai dengan kekecewaan pada kondisi saat ini yang dipandang tidak berjalan sesuai hukum Tuhan. Diawali dengan membenci dan merasa benar sendiri inilah akhirnya sikap radikal muncul.

Di kampus para mahasiswa mengalami kondisi ambigu. Di ruang kelas mereka mencerap ilmu pengetahuan untuk menjawab kehidupan masa depan. Tapi pemahaman agama yang dijejalkan oleh para marketing ideologi itu justru menarik mereka kembali ke kehidupan puluhan abad silam. Untung saja Indonesia memiliki NU dan Muhamadiyah sebagai organisasi keagamaan asli Nusantara. Kekuatan dua oraganisasi itulah yang menjadi penghadang pertama semua gerakan Islam radikal.

Penelitian LIPI beberapa waktu lalu yang menjelaskan pemahaman keagamaan radikal makin berkembang di kampus-kampus dapat menjadi alarm bahwa masa depan Indonesia sedang dipertaruhkan. Kita semua wajib menghadangnya. Dengan mengembangkan sikap toleransi dan mencintai Indonesia yang plural. 
 
Sumber 

0 komentar:

Posting Komentar