Cari Blog Ini

Kamis, 26 Oktober 2017

Toleransi Beragama Dengan Cinta Damai

Alhamdulillah kita masih bisa berpijak di bumi Indonesia. Dengan segala limpahan karunia kekayaan bumi, sumber daya alam yang melimpah, budaya yang beraneka ragam, adat istiadat yang hingga kini masih kita pertahankan. Hingga corak agama yang menyatukan kita dalam satu wadah Bhineka Tunggal Ika, sungguh keberkahan yang senantiasa kita patut syukuri.   
Perjuangan para pahlawan di medan perang, hingga titik darah penghabisan dari Sabang sampai Merauke telah menyatukan bangsa ini, dengan segala perbedaan suku, etnis, dan agama. Kendati demikian perbedaan inilah yang membuktikan bangsa kita dapat berjuang hingga sekarang, meskipun dari satu rumpun yang berbeda.
Namun di zaman sekarang ini perbedaan itulah yang menjadi suatu masalah, perbedaan itu yang memecah belah bangsa kita. Meskipun tidak secara masif tapi hal itu begitu terasa. Mengapa demikian? Apa yang salah dari bangsa kita? Lalu apa fungsi Pancasila bagi masyarakat, kenapa masih saja ada aksi intoleransi di kalangan kita. Mereka yang mengaku beragama islam tetapi melakukan hal yang bertolak belakang dengan ajaran islam. Padahal mayoritas di Indonesia adalah masyarakat yang beragama islam.  
Memang begitu miris jika kita melihat perkembangan di zaman sekarang ini, dengan teknologi yang berkembang seharusnya memacu kita untuk lebih mengembangkan pemikiran, lebih kritis, dan berfikir positif.  Kenyataan itu masih di luar ekspektasi, masyarakat lebih cenderung berpikir apatis bahkan bertindak  tanpa berpikir berulang kali, dan tanpa adanya rasa   terutama  beragama.
Sejatinya, dengan kurangnya rasa toleransi tersebut memicu timbulnya konflik. Konflik dalam kehidupan masyarakat adalah sesuatu yang wajar. Tidak ada msyarakat yang tidak  pernah mengalami konflik,  jadi konflik itu akan selalu ada. Apalagi jika melihat latar belakang masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Kesenjangan budaya dan perbedaan keyakinan sangat potensial untuk melahirkan konflik tersebut.
Contohnya ada saja kaum minoritas yang terkungkung dalam lingkungannya, mereka seperti terisolasi dalam bersosialisasi, mereka kurang mendapatkan kebebasan dalam berbagai hal. Terlebih lagi ketika kaum minoritas ini di kucilkan dan di aniaya secara mental bahkan fisik, untuk beribadah pun mereka masih kesulitan dikarenakan tempat ibadah mereka terpaksa ditutup pihak berwajib, dengan alasan menghindari konflik. Lalu bagaimana masyarakat kita ini dalam memaknai toleransi tersebut? Ya, memang jika masyarakat paham arti toleransi hal tersebut tidak akan terjadi.
Nah untuk meredam pertentangan tersebut, maka kita harus memahami apa itu toleransi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleran yakni kata sifat berarti memiliki sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sementara itu toleransi adalah bentuk kata bendanya.
Jadi bila memakai definisi di atas, kunci  pertama yang diperlukan adalah pemahaman bahwa sejak lahirnya peradaban terdapat banyak pandangan dan kepercayaan yang berbeda. Sedangkan kunci kedua adalah respek terhadap perbedaan tersebut. Kata toleransi itu sendiri berasal dari bahasa Inggris “toleration”, akar kata itu diambil dari bahasa latin “toleratio”. Pada abad ke-17 (1689), kata itu memiliki nuansa hubungan antaragama karena ada undang-undang atau kesepakatan toleransi (the act of toleransi). Dalam kesepakatan itu ditegaskan jaminan kebebasan beragama dan beribadah kepada kelompok Protestan Inggris.
Pada prakteknya toleransi mengalami  pendalaman, toleransi bukan hanya sekedar menerima perbedaan melainkan menghargai perbedaan tersebut meskipun kita tahu hal itu mungkin saja akan selalu bertentangan dengan tujuan masing-masing. Oleh karena itu, jika kita ingin hidup tentram, , dan saling berdampingan. Satu hal yang perlu kita rubah adalah cara pandang atau pola pikir yang seharusnya lebih bijak dan dapat menentukan sikap yang benar.
Menumbuhkan toleransi itu dapat kita mulai dari hal terkecil, yaitu yang perlu dibenahi pertama adalah tarbiyat keluarga, bagaimana orangtua mengajarkan anaknya berbudi pekerti yang baik sesuai ajaran Rasulullah SAW. Selaku manusia yang dibekali akal pikiran melebihi makhluk lain, budi pekerti itu sangat penting, lalu bagaimana bisa bertakwa jika kita tidak dibarengi dengan akhlak yang baik. Sejatinya kita harus malu, apakah kita sudah menjadi murid Rasulullah SAW yang berakhlak dan mengikuti sesuai ajarannya? Apakah Rasulullah mengajarkan kepada kita berlaku buruk kepada kaum yang berbeda pemahaman berbeda tujuan, tidak sama sekali. Beliau sudah mengajarkan toleransi sejak dulu, meskipun beliau pun menghadapi pertentangan. Akan tetapi itu adalah suatu hal yang wajar, lalu berhak kah kita mencibir, menghujat, bahkan menganiaya mereka yang berbeda keyakinan  dengan kita ? Tidak sama sekali,  itulah yang akan membuat akhlak kita semakin rendah.
Dengan perilaku orang Islam yang tidak mencerminkan akhlah mulia, itu sama saja mencoreng citra islam yang damai, islam yang indah, islam yang mengajarkan kebaikan dan menjauhi keburukan. Jika kita benar mengaku beragama, bertakwa, dan berakhlak tentu perbedaan dari setiap golongan dapat kita terima. Keberagaman itu pada dasarnya  indah jika kita tahu dan mampu menerima, merangkul, dan hidup secara berdampingan dalam suatu wilayah yang sama. Karena islam itu mengajarkan cinta damai, tidak ada kebencian untuk siapa pun. Jadi mulailah bertoleransi dari sekarang, dalam aspek apapun terutama dalam beragama, karena hanya dengan itulah kita dapat saling menjaga keutuhan satu sama lain.

0 komentar:

Posting Komentar