Cari Blog Ini

Jumat, 27 Oktober 2017

Rapor kepemimpinan Jokowi memang yang paling baik

Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana menghibur dan membagi buku bacaan kepada anak korban gempa di tenda pengungsian Ringblang Meurdu, Pidie Jaya, Provinsi Aceh, Kamis (15/12/2016).
Kinerja Presiden Joko "Jokowi" Widodo mendapat apresiasi dari dunia internasional. Meski tidak disebutkan terbaik atau paling unggul, Jokowi meraih rapor terbaik versi media Bloomberg, di antara beberapa pemimpin negara di Asia dan Australia.
Dalam artikel bertajuk "Who's Had the Worst Year? How Asian Leaders Fared in 2016", Jokowi menjadi satu-satunya pemimpin negara dengan kinerja positif--ditandai dengan warna hijau untuk semua indikator.
Di tengah tak stabilnya kondisi global, utamanya Brexit dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat periode 2017-2021, kondisi Asia dinilai relatif stabil. Bloomberg juga melihat kawasan ini cukup tangguh atas guncangan sepanjang 2016.
Menggunakan tiga indikator, delapan pemimpin negara dari kawasan Asia dan Austalia dipilih dan dinilai. Jokowi berhasil meraih poin cukup memuaskan. Di antaranya penguatan nilai tukar Rupiah sebesar 2,41 persen, pertumbuhan ekonomi di level 5,02 persen, dan tingkat penerimaan publik yang mencapai 69 persen.
Keberhasilan Jokowi yang paling disebut adalah program pengampunan pajak yang mampu menarik banyak wajib pajak untuk membayar kewajiban mereka dengan total nilai yang cukup fantastis hanya dalam jangka waktu tiga bulan saja.
Jokowi juga dianggap berhasil merebut dukungan dalam pemerintahan dengan meraih dua pertiga kursi di parlemen. Catatan Bloomberg bagi Jokowi pada 2017 adalah mengawal program peningkatan pertumbuhan ekonomi, khususnya dengan meredam gejolak politik dalam negeri.
Jika dibandingkan dengan negara terdekatnya, seperti Malaysia (di bawah kepimpinan Najib Razak), penguatan nilai tukar Ringgitnya justru mendapatkan nilai merah, yakni -4,26 persen. Begitu juga Filipina, di bawah kepemimpinan Rodrigo Duterte, dengan poin penguatan nilai tukar Pesonya adalah -5,29 persen.
Sementara itu, Presiden Korea Selatan Park Geun-Hye memiliki catatan merah untuk semua aspek. Fakta tersebut didukung dari data menurunnya nilai tukar Won sebesar 2 persen dan pertumbuhan ekonomi hanya di angka 2,87 persen. Tingkat penerimaan publik terhadao Geun Hye hanya sebesar 4 persen, bahkan ia dipaksa mengundurkan diri.
Memang, dalam tingkat penerimaan, Jokowi masih kalah oleh pemimpin Filipina, Duterte.
Meski sikapnya yang tak kenal ampun kepada para pengedar dan pengguna narkoba menuai banyak kritik, tingkat penerimaan Duterte paling tinggi, yakni 83 persen. Disusul oleh Perdana Menteri India, Narendra Modi, 81 persen.
Jokowi ada di peringkat ketiga, di bawah kedua tokoh tersebut, sedangkan data untuk Xi Jinping dan Najib Razak tidak tersedia.
Namun Duterte memiliki tantangan cukup besar di 2017, yakni menyelaraskan kemitraan dengan AS dan Tiongkok dalam hal ekonomi dan kepentingan militer. Sementara Modi, harus bekerja keras mengembalikan stabilitas ekonomi India, salah satunya dalam pemberlakuan pajak yang adil.
Bagi pemimpin Tiongkok, 2016 mungkin jadi tahun yang paling berat. Kemampuan Xi Jinping dalam menjaga nilai tukar Renminbi (RMB) paling rendah, dengan poin -6,63 persen, dan membuat pertumbuhan ekonominya stagnan di level 6,7 persen.
Tantangan terbesar Xi Jinping di 2017 adalah bagaimana menghadapi kepemimpinan Trump yang kerap menyatakan akan menghentikan kerja samanya dengan Tiongkok dan tentu saja mengembalikan ekonomi ke jalurnya kembali.
Senada dengan Bloomberg, CNBC juga menyebut Indonesia, Thailand, dan India, menjadi negara terkuat dalam menghadapi tantangan ekonomi 2017 di antara kawasan Asia Selatan.
"Negara-negara yang bergantung pada ekspor, seperti Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Tiongkok kemungkinan akan mengalami rebound. Ada baiknya saat ini melihat ke arah negara-negara yang memiliki basis ekonomi lokal seperti India dan Indonesia, apalagi dengan rendahnya level utang dan tingginya konsumsi domestik," ujar peneliti ekonomi HSBC, Frederic Neumann dalam CNBCRabu (4/1/2017).
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut konsistensi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan beberapa faktor fundamental dalam negeri yang positif bukan perkara mudah dicapai di tengah kondisi ekonomi di negara lain yang melemah.
Selain rupiah, aksi demokrasi yang berjalan di Indonesia sepanjang 2016 diklaim juga sangat kondusif. Begitu juga dengan penanganan terorisme.
Menurut JK, dengan semakin dewasanya Indonesia dalam berdemokrasi, dibarengi dengan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas, menjadi citra yang baik bagi Indonesia di mata internasional.

0 komentar:

Posting Komentar