Cari Blog Ini

Selasa, 14 Februari 2017

Jihad Membela yang Waras



Semalam saya menyaksikan berita-berita yang sedih, mulai dari makhluk ISIS yang belum kelar juga sampai seorang wanita yang sakit dan belum juga sembuh, selain sakit juga kemiskinan yang sudah lama dilaluinya semenjak era sebelum Jokowi, dan penyakitnya pun sangat aneh, sehingga dijuluki manusia kayu. Namun syukurlah ada yang tergugah membantunya, bahkan Menteri Sosial bu Khofifah Indar Parawansa turun tangan, sempat kemarin beliau diwawancara, dan saya memperhatikan wajah beliau terpancar cahaya penolong, bahwa dia peduli dan bekerja demi umat. Ini baru pembela Agama.

Kemudian disusul berita lain, tentu saja media tv itu tak ketinggalan update tentang sidang Ahok, seperti sebelumnya sewaktu sidang Jessica lama kelamaan para pemirsa sudah mulai bosan, demikian juga sidang Ahok saya mencium aroma sudah mulai bosan pemirsanya, hanya saja yang masih heboh adalah mereka yang merasa agamanya dinista, atau kata teman, “Yang masih heboh itu adalah mereka yang punya kepentingan politik meski bersumpah di atas gunung atau bersumpah berkali-kali dengan sepabrik alquran cetak, tetap saja ngeyel bahwa dirinya bukan karena politik tapi karena merasa agama islam dihina, yah gitu deh teman kura-kura”

Dan tahukah anda bahwa yang tidak mendukung aksi-aksi ini dituduh munafik?, jangankan yang tidak mendukung, bahkan yang netral saja atau berusaha tidak mau berkonflik dengan sasama anak bangsa akan dituduh juga munafiqun, jadi apakah itu bukan pemaksaan?. Lalu terjadi-lah chaos opini, terjadilah hoax berseliweran dan terjadilah apa  yang mesti terjadi karena kemampuan analisa dikesampingkan.

Lagi-lagi teman berkata begini “Bang, di dunia ini selalu ada yang aneh,  bukan karena ada yang percaya Jin bisa menampakkan diri tapi aneh karena banyak orang yang memaksa agama ikut sesuai keinginan orang-orang ini, padahal sejatinya orang-orang ini-lah yang harus mengikuti agama dengan tulus sehingga terlihat jelas perangainya dan karakternya  serta  tingkah lakunya. Tapi yahh.. mau apalagi, mau muak juga sudah keluar semua ke-muak-an ini, apalagi kalau sedang menggunakan simbol-simbol agama dengan rasa percaya diri untuk melakukan justifikasi sifat kebuntuannya, ya benar-benar mem-buntu-kan, dan tak tanggung-tanggung cara berpikir seperti ini sangat banyak sekali, coba mau muntah apa lagi wong isi perut sudah dari dulu sering muntah.. ”

Sudahlah, itu bukan urusan saya, saya hanya rakyat biasa yang harus berjuang mencari nafkah yang halal, sehalal-halalnya agar berkah bisa diraih, meski banyak yang kirim pesan  atau japri ke Whatsapp  tentang tema-tema politik dan meminta saya tidak memilih salah satu calon karena alasan yang menurut saya sudah sangat klasik, saya tetap konsen bagaimana setiap hari bisa memperbaiki diri dan keluar dari ketidakwarasan menuju yang waras. Sebab kalau waras kita bisa memilih jalan yang tepat bahkan jalan hidup ini bisa kita pandang dengan bijak dalam bidang politik dan ekonomi.

Contohnya saya dapat kiriman bahwa pemerintahan Saudi Arabia memberikan sanksi ke Indonesia terkait masalah quota pengurangan haji jika salah satu paslon yang tidak disukainya menang. Apakah ini waras namanya?, black campaign?, belum lagi sebuah doa dalam tulisan bahasa Arab dan ada nama salah satu paslon yang dibelakangnya disemakkan kata Laknat. Kejam ngak?,  bukankah nabi pernah berdoa agar orang-orang kafir itu kembali kepada jalan yang benar?. dan aneh, ada yang bukan nabi doanya sangat kejam. ck…ck…ck

Waras itu bukan karena banyaknya pengikut atau karena banyaknya duit yang mengalir dari seorang politisi tapi karena akal sehat yang fitri itu merobek dinding-dinding penghalang kemanusiaan sehingga jelas bisa kita saksikan apa yang sebenarnya terjadi dari sebab-akibat di lingkungan sosial ini. Bahkan jika ada oknum yang memakai jubah agama, jika kita waras kita mampu melihatnya dengan jelas, karena sifat waras ini mampu menganalisis dengan tajam setiap gerakan para politikus yang licin, bahkan yang lebih licin dari belut, gimana?, semoga kita termasuk dalam barisan orang-orang yang waras.

Namun, yang namanya manusia biasa senantiasa bisa lemah, tak berdaya, dan bahkan dengan banyaknya masalah yang bertubi-tubi bisa mempengaruhi psikis, akan tetapi, lagi-lagi kalau masih ada niat waras mendekati agama, maka kita bisa dapatkan kebijaksanaan yang luar biasa, minimal sadar diri, dan sadar diri ini juga namanya waras, sadar bahwa kita-kita ini yang perlu dibela oleh agama, bukan dengan pedenya menjadi pembela.

Bukankah nabi Yusuf yang begitu tinggi kedudukannya dan banyak kemuliaan yang bersandar padanya pernah berdoa “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (Surat Yusuf , ayat 101)

Lihatlah, seorang nabi saja berdoa agar akhir hayatnya tetap dalam keadaan Islam dan bergabung dengan orang-orang saleh, kalau kita amati doa itu sepertinya nabi Yusuf  tidak pede (sepertinya, jangan disalahartikan ya), maka itulah beliau berdoa. Nah bagaimana dengan orang-orang yang merasa pede dengan agama yang disandangnya?, sehingga menghabiskan banyak waktunya berkoar-koar di sana-sini tanpa peduli lagi dengan keadaan sosial yang terjadi di negeri ini?, berempati pada masyarakat kecil?, seperti pada kasus wanita yang miskin dan sakit di awal paragraf yang saya tuliskan, padahal dia juga umat, dan masih banyak keadaan-keadaan yang perlu dibantu dengan energi-energi yang besar, tapi sayangnya energi itu habis di aksi demo, lunglai di persidangan, dan terkeok-keok dan terpencar-pencar mencari “kenikmatan beragama” sendiri-sendiri, padahal agama adalah kebersamaan, sama-sama makhluk Allah, dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

Yang disana masih gontok-gontokkan, sementara yang disini bisa rileks dulu menjalankan ritual dengan high class, “Asyik nikmatnye.. masalah sosial?, ahh.. itu takdir, bilang aje loe kepingin juga naik pesawat dan umroh dengan nyaman kan?”



















Pagi-pagi sekali teman curhat tentang rumah kontrakannya yang masih ngos-ngosan bayarnya, dan dia sangat kepikiran bahwa “apa benar ada yang jual rumah tanpa DP dan harganya terjangkau buat orang seperti saya?, yang gajinya sebulan 2 jutaan?”, tentu saja teman saya ini akan gembira jika bisa dapat sepetak rumah yang sederhana saja, tapi setelah ia hitung-hitung ia malah jadi makin stress, apalagi tanah di Jakarta  saja sudah wow…seperti menunggu mukjizat bagi teman saya untuk mendapatkannya. Seandainya teman saya ini kurang waras mungkin sudah menjual “akidahnya” demi mendapatkan rumah di dunia yang hanya sementara, namun ia bisa krisis sehingga ia hanya berpikir bagaimana caranya bisa melaju semakin waras dan waras.

Ketika melintas di sebuah perlintasan kereta api, saya mendapatkan spanduk jihad, tidak hanya satu, ada beberapa tempat, seperti ini.

 
















Lalu, saya berpikir bahwa Jihad itu yang bagaimana sih, apakah hanya seorang ulama sudah mewakili semua orang Islam?, lantas bagaimana dengan ulama yang pernah dihina di social media seperti KH Mustofa Bisri?, kenapa ngak ada seruan jihad? atau ulama sekaliber Prof. Quraish Shihab yang pernah difitnah?, nah, lagi-lagi akal sehat harus aktif melihat semua ini, mulai spanduk hingga konten-konten di social media wajib dicermati, jangan-jangan memang nadanya provokasi agar bangsa ini dipaksa mengikuti keinginan segelintir orang yang mengaku paling suci. Agama bukan paksaan. agama bukan bahan gertakan, dan agama bukan menjauhkan manusia dari cerdas menuju kebodohan tapi agama mengajak menjadi INSAN KAMIL.

Mari kita cek dan renungkan hadist-hadist berikut ini :

"Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad [berjuang]melawan dirinya dan hawa nafsunya", maka hadits ini derajatnya shahih. Diriwayatkan oleh Ibnu An-Najjar dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu. Juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Ad-Dailami. Hadits ini juga dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ush-Shaghîr, no 1099, dan beliau menjelaskannya secara rinci dalam Silsilah Ash-Shâhihah, no. 1496.

Syaikh ‘Abdur-Razaq bin Abdul-Muhsin Al-Badr –hafizhahullah– berkata,”Jika kaum Muslimin melalaikan jihad melawan diri sendiri, mereka tidak akan mampu jihad melawan musuh-musuh mereka, sehingga dengan sebab itu terjadi kemenangan musuh terhadap mereka”.(Khuthab wa Mawa’izh min Hajjatil-Wada`, Syaikh Abdur-Razaq bin Abdul-Muhsin Al-Badr, hlm. 53)

Kemudian beliau menukil perkataan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah yang mengatakan: “Bilamana orang-orang kafir menang (atas umat Islam, Red.), maka tidak lain, sesungguhnya hal itu dikarenakan dosa-dosa kaum Muslimin yang menyebabkan iman mereka berkurang. Kemudian, jika kaum Muslimin bertaubat dengan menyempurnakan iman mereka, maka Allah pasti akan menolong mereka”.Majmu’ Fatâwâ (11/197). Lihat pembahasan ini dalam Silsilah Al-Ahâdits Adh-Dhâ’îfah (5/478-481), karya Syaikh Al-Albâni. Lihat juga kitab Laisa min Qa-ulin-Nabi, Dr. Muhammad Fu-ad Syakir, Maktabah Auladisy-Syaikh lit-Turats, Cetakan I, tanpa tahun, hlm. 108.


Fiuhh…lelah juga melihat energi bangsa ini “mengelepar-gelepar”, yang saling kontras atau bertentangan sama-sama saling berkata “DEMI NKRI, DEMI BANGSA INDONESIA”, tapi kenapa masih ribut kalau sama-sama cinta Negeri ini?, dan syarat Jihad itu adalah menunddukkan ego diri, kalau sudah bisa menundukkan ini, semoga negeri ini makin indah dengan harmoniasi.

Jadi saya tidak membela si A atau si A, baik si Agus, SI Ahok atau Si Anies, tapi saya hanya membela orang-orang yang waras, yang tidak doyang fitnah, dan tidak doyang dengan provokasi dan tidak doyang tipu-tipu rakyat kecil hanya karena ingin menampilkan dirinya menjadi gubernur lima tahunan, karena bagaimana pun kebusukan itu dibungkus tetap akan tercium juga, jadi secara waras kenapa kita memilih bau busuk kalau ada bau harum?, bukankah bau harum itu menyenangkan?, bukan begitu kura-kura?, Duh..ikut-ikutan seperti kura saya, hehee.

Salam waras.

 Oleh: Haerul Said

Sumber 

0 komentar:

Posting Komentar