Cari Blog Ini

Senin, 13 Februari 2017

Islam Fundamental dan Pluralisme di Indonesia




Fundamentalisme Islam sangat mengganggu pluralisme di Indonesia, apalagi agenda utama mereka adalah penegakan syariat Islam.

Dalam sejarah Negara ini, kelompok fundamentalis sudah muncul dari masa ke masa semenjak Negara ini merdeka. Lihat saja Kartosuwiryo, yang mencoba garis perjuangan Fundamentalisme Islam melalui pembrontakan, atau Natsir yang mencoba perjuangan pembrontakan melalui partisipasi politik, ataupun juga NII yang mencoba untuk mendoktrinasi secara klandenstain masyarakat Indonesia dengan sasaran utama anak-anak muda. FPI dalam konteks ini muncul sebagai fundamentalis Islam berbasis masa yang lebih ‘demokratis’ dan memadukan ormas representatif garis keras yang tidak segan menggunakan kekerasan.

Kebangkitan Fundamentalisme Islam konteks FPI memiliki peluang simpati publik yang semakin dapat menguat. Alasannya adalah sederhana, bahwa FPI bukan hanya memiliki basis-basis massa yang kuat dan militan, namun FPI juga memiliki akses politik dan hukum yang kuat sehingga upaya untuk mereduksi perkembangan FPI menjadi sulit. Partai Keadilan Sosial misalnya, merupakan infrastruktur politik yang digunakan FPI untuk menyalurkan aspirasi politiknya setiap momentum tercipta. Selain itu, keakraban antara elit politik PKS dengan Polri juga sering kali di duga dapat mengurangi netralitas kepolisian ketika berhadapan dengan PKS, seperti yang diungkapkan oleh Hassanudin (Mantan Ketua PB HMI). 

Keterkaitan antara FPI dan infrastruktur politik seperti PKS juga menyuburkan relasi mutalisme bagi keduanya. Misalnya, dengan mengusung nilai-nilai Islam yang cenderung fundamentalis, PKS juga mendapatkan pengaruh suara publik semakin besar dalam setiap proses pemungutan suara, mengingat basis FPI diseluruh Indonesia berkisar hampir sekitar 3 Juta dengan 15 Juta simpatisan. Artinya, selain pada satu sisi FPI bisa mendapatkan akses politik dan hukum yang kuat, PKS disisi lain juga mendapatkan askes terhadap suara untuk pemilihan umum.

Disamping itu, sifat keormasan FPI yang semakin anarkistis ini tumbuh sumbur karena Pemerintah seakan-akan mengacuhkan regulasi untuk mengatur keormasan di Indonesia. Menurut UU No. 8 Tahun 1985 tentang Keormasan, Organisasi Massa yang brutal dan Anarkistis serta menciptakan kerusuhan serta melanggar ketertiban umum bisa dibubarkan seperti jelas tertera dalam pasal 13 UU Keormasan ini. dengan kata lain, seharusnya FPI masuk dalam kategori Ormas yang harus dibubarkan.

Menulusuri sepak terjang FPI, kejadian Munarman hanya merupakan gambaran kecil akan sikap intoleransi perbedaan yang coba untuk ditumbuh kembangkan di Indonesia oleh FPI. Insiden Monas tahun 2008 misalnya, merupakan bentuk aksi Fundamentalisme Islam intoleran dan koersif yang diusung oleh FPI, lebih lagi ketika itu terjadi ketika peringatan Kesaktian Pancasila pada 1 Juni. Ini harus dikritisi publik karena menggambarkan kekosongan regulasi yang seharusnya disediakan Negara untuk mengatur Organisasi massa agar hak setiap golongan dapat terjaga dalam satu sinergi.

Kebangkitan Fundamentalisme Islam akan terus mendorong tindakan-tindakan koersif berikutnya, demikian hal ini juga akan mengancam persatuan Negara kita. FPI harus dibubarkan, jangan hanya dijadikan wacana

0 komentar:

Posting Komentar