Salah satu tonggak utama pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia adalah Sumpah Pemuda. Peristiwa ini dapat dimaknai sebagai momentum awal dari bulatnya tekad pemuda Indonesia untuk mengakhiri masa ketertindasan yang telah berjalan selama beratus-ratus tahun.
Momen ini juga dapat diartikan sebagai titik kumpul dari perjuangan rakyat yang sebelumnya hanya berbasis kedaerahan dan kurang terkoordinasi.
Sesuai dengan nama “Sumpah Pemuda”, peristiwa ini merupakan sebuah momen ketika para pemuda Indonesia mengucapkan ikrar bahwa mereka bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ikrar ini merupakan kristalisasi dari semangat rakyat Indonesia –yang diwakili oleh kaum pemuda—untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan dan berdirinya Negara Indonesia.
Ikrar yang diucapkan pada tanggal 28 Oktober 1928 ini, kemudian selalu diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Nah tentunya, makna peringatan ini bukan hanya sekadar upacara seremonial, melainkan juga bagaimana kita mampu memetik banyak pelajaran dan semangat dari sejarah Sumpah Pemuda.
Sejarah Menuju Lahirnya Sumpah Pemuda
Sejatinya, proses panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah terbagi menjadi dua fase, yaitu sebelum tahun 1908 dan sesudahnya. Sebelum tahun 1908, perjuangan rakyat Indonesia masih terpusat pada perjuangan fisik dengan perlengkapan senjata yang sangat sederhana. Perjuangan ini pun masih bersifat kedaerahan sehingga sangat mudah untuk digagalkan.
Kemudian, di awal tahun 1908, perjuangan mulai beralih pada ranah organisasi sosial dan politik. Arena perjuangan ini umumnya dimotori oleh kalangan pemuda dan pelajar Indonesia. Sebut saja, organisasi pergerakan nasional seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan lainnya. Masa ini menjadi awal dari mantapnya arah perjuangan bangsa Indonesia, yakni mewujudkan persatuan demi kemerdekaan.
Sejak tahun itu pulalah, nama “Indonesia” digunakan sebagai nama organisasi yang didirikan oleh pelajar Indonesia di negeri Belanda, yaitu Perhimpunan Indonesia yang sebelumnya bernama Indische Vereeniging.
Para tokoh dan pahlawan seperti Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Budi Utomo, juga senantiasa mempopulerkan istilah ‘Indonesia’ guna mengimbangi istilah ‘Hindia Belanda’ yang merupakan sebutan dari pemerintah kolonial Belanda.
Kongres Pemuda I
Jika sebelumnya di negeri Belanda telah berdiri organisasi pelajar ‘Perhimpunan Indonesia’, maka di Indonesia pada tahun 1925 juga didirikan organisasi pelajar ‘Perhimpunan Pelajar – pelajar Indonesia (PPPI)”. Organisasi yang baru diresmikan di tahun 1926 ini, terdiri dari pelajar-pelajar yang ada di Jakarta dan Bandung, yang dalam perkembangannya juga diikuti oleh pelajar di seluruh Indonesia. Di antaranya seperti Moh. Yamin, Sugondo Djojopuspito, A.K. Gani, Sigit, Abdul Sjukur, Sumitro, dan lainnya.
Tujuan dibentuknya organisasi ini senada dengan tujuan Perhimpunan Indonesia, yakni demi persatuan dan kesatuan, serta menghilangkan sifat-sifat berbau kedaerahan. Hingga akhirnya, mereka memutuskan untuk mengadakan Kongres Pemuda yang berlangsung sejak tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta. Adapun hasil utama dari Kongres Pemuda I ini antara lain;
- Mengakui dan menerima cita-cita persatuan Indonesia
- Usaha untuk menghilangkan pandangan adat dan kedaerahan yang kolot, dan lainnya. .
Kongres Pemuda II
Nyatanya, pelaksanaan Kongres Pemuda I masih menuai banyak masalah dan polemik. Di antaranya seperti perumusan cita-cita persatuan yang masih samar dan belum jelas, serta masih lekatnya unsur kedaerahan dalam beberapa organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamieten Bond, Studerence Minahasa, dan lainnya.
Masalah perbedaan bahasa dan fanatisme budaya, serta ketidakhadiran para anggota Perhimpunan Indonesia (PI) juga menambah panjang deret kelemahan pelaksanaan Kongres Pemuda I ini. Akhirnya, mereka pun sepakat untuk kembali menyelenggarakan Kongres Pemuda II, dengan persiapan yang jauh lebih matang.
Kongres Pemuda II ini diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 26-28 Oktober 1928, serta dilaksanakan dalam tiga sesi di tiga tempat yang berbeda. Sesi pertama dimulai pada hari Sabtu, 27 Oktober 1928 bertempat di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein atau sekarang dikenal dengan Lapangan Banteng.
Pada acara ini, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito dalam sambutannya berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan pemuda Indonesia. Kemudian, Moehammad Yamin pun turut menguraikan tentang arti persatuan, dan lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia. Yakni sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Di hari kedua, rapat diselenggarakan di Gedung Oost-Java Bioscoop dengan fokus pembahasan pada masalah pendidikan. Pembicara dalam sesi ini adalah Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro. Keduanya berpendapat bahwa anak Indonesia harus mendapat pendidikan kebangsaan, demi tumbuhnya rasa cinta tanah air dan persatuan. Pentingnya pendidikan yang humanis dan demokratis juga ditegaskan dalam sesi ini.
Di hari yang sama, rapat juga diadakan di gedung Indonesische Clubgebouw yang berlokasi di Jl. Kramat Raya 106. Pada rapat ini, materi dan orasi dipaparkan oleh Sunario dan Ramelan. Sunario menjelaskan tentang pentingnya nasionalisme dan demokrasi, sedangkan Ramelan mengemukakan tentang gerakan kepanduan yang tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
Gerakan kepanduan ini adalah gerakan yang mendidik anak-anak sejak dini untuk disiplin dan mandiri, serta hal atau keterampilan lain yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Acara-acara ini kemudian diakhiri dengan pembacaan “Sumpah Pemuda” sebagai landasan untuk mencapai sebuah kemerdekaan. Ikrar ini menandai bahwa semangat nasionalisme para pemuda telah mencapai tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Adapun teks sejarah Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda II ini adalah;
- PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia).
- KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia).
- KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia).
Rumusan isi Sumpah Pemuda ini ditulis oleh Moehammad Yamin ketika Sunario –sebagai utusan kepanduan– tengah berpidato tentang nasionalisme di sesi terakhir kongres. Yang kemudian, rumusan isi ini dibacakan oleh Soegondo dan dijelaskan secara detail dan menyeluruh oleh Moehammad Yamin.
Pada momen bersejarah ini pulalah, lagu kebangsaan Indonesia Raya karya W.R. Soepratman diperdengarkan untuk pertama kali. Setelah sebelumnya, di tahun yang sama lagu ini juga telah dipublikasikan pada media cetak ‘surat kabar Sin Po’.
0 komentar:
Posting Komentar