Kampus bebas radikalisme adalah kampus harapan bersama. Namun untuk mencapai harapan tersebut tidaklah mudah, mengingat bahwa radikalisme kian tumbuh pesat di kampus-kampus dengan progresnya yang massif dan sulit di awasi. Oleh karenanya perlu dilakukan deradikalisasi tanpa batas, yaitu proses deradikalisasi yang terbatas pada kalangan mahasiswa saja, namun seluruh sivitas akademika harus dilibatkan. Dengan demikian prosesnya akan lebih massif dan merata.
Kampus harapan masa depan
Mahasiswa adalah pewaris masa depan bangsa. Di tangan mahasiswa masa depan bangsa ditentukan. Dalam sejarah peradaban bangsa, mahasiswa bisa dikatakan pemuda yang keberadaannya merupakan aset bangsa yang sangat mahal dan tak ternilai harganya. Kemajuan atau kehancuran suatu bangsa banyak tergantung pada kalangan ini. Pada setiap perkembangan dan pergantian peradaban selalu lahir anak muda yang mempeloporinya. Namun, mahasiswa (penghuni utama kampus) dewasa ini telah banyak kehilangan jati diri, terutama dalam hal wawasan kebangsaan dan patriotism (rasa cinta tanah air). Kampuslah yang paling bertanggungjawab atas semua itu.
Perjalanan sejarah membuktikan bahwa peran pemuda sangat signifikan dalam memajukan bangsa Indonesia, sebagaimana tercatat dalam beberapa etape kesejarahan pembaharuan kebangsaan. Diantaranya pergerakan Kebangkitan Nasional 1908, diikrarkannya Sumpah Pemuda Tahun 1928, Proklamasi 1945, dan masih banyak pergerakan pemuda lainnya hingga sampai pada gerakan Reformasi pada tahun 1998. Tekad dari gerakan itu adalah untuk mengembalikan arah dan tujuan bangsa secara ideal dalam cita-cita keutuhan dan kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI). (Nasruddin Upel: 2015)
Kekang Radikalisme
Dengan berbagi macam potensi Mahasiswa (pemuda) di atas, tentu akan sangat berbahaya bahkan sangat mengerikan jika potensi tersebut justru diambil alih dan dijadikan “jembatan atau kendaraan” oleh para radikalis untuk memecah belah bangsa ini.
Menurut Alissa Wahid (2017) ada dua hal yang dapat dilakukan untuk menangkal dan melawan kelompok-kelompok jihadis ekstrimis yang terorganisir dengan sistematis. Pertama, membangun aliansi antar semua elemen bangsa, baik ormas Islam, LSM, dan elemen lainnya seperti Organisasi Kemahasiswaan. Kemudian membangun kerjasama. Misalnya NU dengan Muhammadiyah, dengan komunitas lintas iman, dan dengan komunitas lainnya yang senafas.
Hal di atas adalah salah satu alternative yang dapat dilakukan untuk memastikan kejelasan orientasi dari keorganisasi keagamaan, baik internal maupun eksternal kampus. Artinya, organisasi kemahasiswaan harus semestinya bebas dari paham radikal dan berideologi keindonesiaan sebab mereka termasuk salah satu stakeholder komunitas kampus. Karenanya, sinergitas pimpinan kampus dengan organisasi mahasiswa menjadi penting agar komitmen pimpinan kampus memerangi radikalisme benar-benar direspon secara baik di level mahasiswa.
Dengan begitu, maka perlu kegiatan atau training apapun dilakukan secara masif agar tercipta dalam diri mahasiswa untuk selalu berkreasi dan berinovasi dalam menatap kehidupan, misalnya training kepemimpinan atau kewirausahaan serta kepenulisan. Pasalnya, pandangan sempit yang dialami para mahasiswa tertentu dalam memaknai hidup acap kali membuat mereka tergoda dalam mengambil jalan pintas untuk melakukan perubahan hidup, apalagi dengan “iming-iming” mendapat kebahagian abadi di Surga melalui semangat jihad.
Akhirnya, gerakan cerdas membendung radikalisme ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Harus ada kerja sama semua civitas akademik kampus, sekaligus menjadikan radikalisme sebagai musuh bersama. Dengan cara-cara seperti ini, kita berharap radikalisme betul-betul tidak ada di kampus manapun, lebih-lebih di kampus umum karena memang kita hidup di Indonesia dengan nilai-nilai keragaman yang harus dipertahankan melalui sikap saling menghormati dan terus menyuburkan semangat gotong-royong. (Wasid Mansyur: 2017)
Oleh karena itu diperlukan strategi yang lebih jitu dan kesungguhan hati yang luarbiasa serta uluran tangan seluruh elemen bangsa pada umumnya dan pengelola kampus atau perguruan tinggi khususnya dalam pemberian pemahaman tentang agama dan Pancasila, agar dapat dipahami sampai pada tingkat intisari, tingkat subtansial dan konfrehensip bahwa keduanya adalah satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan begitu radikalisme akan terkekang bahkan terpendam sedalam dan sejauh mungkin dari kehidupan kampus .
0 komentar:
Posting Komentar