Indonesia negara yang beragam. Keanekaragaman negeri ini tergambar dari banyaknya suku, bahasa, agama, budaya serta adat istiadatnya. Masing-masing suku mempunyai tradisi yang berbeda-beda. Dalam keberagaman itu, akan lebih indah jika kita bisa hidup saling berdampingan, rukun, tidak mempersoalkan perbedaan. Ibarat taman bunga, jika dipenuhi dengan bunga yang berwarna-warni, tentu akan lebih indah jika dibandingkan dengan satu warna. Begitu juga dengan Indonesia, akan lebih indah jika warna-warni suku dan budaya itu dijaga, dan terus dilestarikan hingga anak cucu kita.
Itulah Indonesia, negeri kita semua. Negeri yang sangat menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi toleransi. Kenapa ini penting? Karena tanpa kerukunan, persatuan dan kesatuan tidak akan terjaga. Mari kita belajar dari sejarah. Ketika proses berjuang merebut kemerdekaan, masyarakat Indonesia pernah dipecah belah oleh penjajah dengan politik adu domba. Akibatnya, ketika itu masyarakat saling berantem sendiri. Sementara pihak penjajah kipas-kipas, menikmati kekacauah negeri ini sambil terus menjajahnya.
Kini, Indonesia sudah 72 tahun merdeka. Namun adu domba masih belum sepenuhnya hilang. Ironisnya, sikap negatif itu bukan dilakukan oleh penjajah, tapi justru dilakukan oleh masyarakatnya sendiri. Beberapa waktu lalu, pihak keamanan berhasil mengamanankan grup Saracen. Kelompok inilah yang ternyata memproduksi ujaran kebencian selama ini. Dia sengaja menjual kebencian, untuk ditujukan kepada lawan kliennya. Tak heran jika ujaran kebencian begitu masif saat ini di media sosial dan dunia maya pada umumnya. Namun ketika grup Saracen telah ditangkap, apakah ujaran kebencian yang bisa menjadi adu domba antar masyarakat ini hilang? Ternyata tidak. Masih ada segelintir orang melakukan hal ini.
Bahkan terkesan masyarkat mereka memanfaatkan segala hal, untuk mengganggu kerukunan yang selama ini telah terjalin. Ketika solidaritas terhadap etnis Rohingya terus bermunculan, mereka juga menggesek isu ini menjadi sentimen SARA. Antar agama dibenturkan agar masyarakat kita terprovokasi. Bagaimana mungkin ketika konflik terjadi di Myanmar, kita yang di Indonesia justru ribut saling mencaci? Bahkan tidak sedikit diantara masyakat yang membuka pendaftaran untuk pergi berjihad perang di Myanmar. Padahal akan jauh lebih berarti, jika ajakan jihad itu diganti dengan ajakan mengumpulkan bahan makanan untuk dikirim ke Myanmar, atau ajakan mengumpulkan baju atau bantuan yang lain.
Mari kita menjadi pribadi yang cerdas. Jangan mudah terpancing dan terprovokasi oleh informasi yang menyesatkan. Mari pertahankan kerukunan yang telah terbangun. Ingat, Allah SWT menciptakan manusia saling berbeda. Kita dianjurkan untuk saling mengenal antar sesama. Jangan merasa benar sendiri, mari kita saling terbuka. Dengan demikian kerukunan antar umat akan terus terjalin. Jika kita saling mengerti dan memahami, maka segala bentuk provokasi seperti ujaran kebencian, adu domba tidak akan bisa mengendurkan kerukunan yang telah ada.
0 komentar:
Posting Komentar